webnovel

Gangguan terhadap Albert

Aku begitu beruntung karena setelah kejadian itu,  aku dan Albert bisa tidur dengan tenang tanpa mendengar gangguan-gangguan seperti tadi malam.

Setelah pagi ini, aku baru merasakan sebuah pagi yang begitu indah dan belum pernah aku lihat selama hidupku.

Ini adalah pagi yang begitu menyenangkan dan bisa membuatku jauh lebih tenang. Suara gemericik air yang entah aku dengar di mana, belum lagi suara kicauan burung dan hawa sejuk yang begitu segar serta pemandangan alam yang enak sekali dipandang.

Udara seperti ini adalah udara yang sangat aku rindukan dan ingin aku jumpai. Dulu aku sering sekali meminta Mama untuk pergi ke pedesaan, hanya karena ingin merasakan betapa nikmatnya hidup di desa seperti ini. Namun karena Papa tidak ada waktu, membuatku belum bisa pergi ke sana.

Hingga pada akhirnya, tanpa diminta pun ternyata Albert yang membawaku kemari.

"Vin?" Albert menghampiriku sambil membawakan satu gelas teh panas. Cocok sekali rasanya melihat Albert membawakan teh ini. Perpaduan antara panasnya teh dan dinginnya cuaca, membuat tubuhku merasa sedikit lebih hangat.

"Waw. Terima kasih." aku menerimanya dengan senang sekali.

Albert tersenyum. "Kulihat kau begitu antusias di sini. Apa kau nyaman?"

"Kalau pagi hari." jawabku sekenanya yang kemudian dijawab gelak tawa oleh Albert.

"Malam sangat menakutkan. Aku yakin jiwa pemberani kau akan segera terbentuk di sini."

"Sepertinya begitu."

"Baiklah. Nanti setelah ini antarkan aku ke rumahnya pak Peter ya. Ada sesuatu yang harus aku tanyakan kepada dia."

Aku menganggukkan kepala sementara dia kembali masuk ke dalam rumah.

Kali ini, aku merasa sesuatu yang sangat berbeda dalam menyaksikan diriku sendiri di sini.

Bukan. Ini bukan tentang masalah rasa takut ataupun berat untuk menghadapi setiap malam itu. Namun, aku merasa ada banyak teka teki yang mungkin belum diketahui Albert sementara aku merasa penasaran untuk mencari tahu itu semua.

Apalagi saat ingat malam tadi, aku begitu penasaran dengan siapa sosok anak kecil itu.

Jika tak ada apa-apa di masa lalu, aku yakin dia tak akan ada di sini dan tak akan mengganggu orang-orang.

Saat sedang menyeruput teh, ujung mataku tiba-tiba menangkap seseorang yang agak jauh dari sini.

Aku terdiam dan mulai memperjelas pandangan.

"Pak Arthur." lirihku di dalam hati saat melihatnya sedang memperhatikanku dengan tatapan sinis.

Karena merasa grogi, aku berdiri lalu memberikan senyum kepadanya. Alih-alih dibalas, kakek itu malah masuk ke dalam rumahnya seolah-olah tak senang atas kehadiranku.

"Vin?" Albert tiba-tiba ada di sampingku. Aku setengah kaget karena kehadirannya mengejutkanku.

"Ya?"

"Kau kenapa?"

"Tidak." jawabku sambil tersenyum kecil. "Kau akan pergi ke rumah Pak Peter sekarang?"

"Tehnya sudah kau habiskan?"

"Tinggal setengah lagi. Nanti setelah pulang akan aku habiskan."

"Baiklah. Ayo." Albert melenggang lebih dulu dariku.

"Eh, sebentar." ujarku menghentikannya. "Apa kau tak akan mengunci pintu?"

"Tak perlu."

"Setidaknya ditutup?"

Albert melirik ke arahku. "Kau tak perlu khawatir. Di sini aman. Tidak ada yang berani mencuri."

Tanpa berpikir panjang, aku mengikuti Albert dari belakang. Rumah Pak Peter tak jauh dari rumahnya. Tepatnya berada di depan dan ada di samping rumah Pak Arthur.

Jika aku telisik lagi lebih dalam, rumah keduanya ternyata ada banyak kemiripan. Dimulai dari warna cat, hiasan klasik yang tak pernah kujumpai hingga kursi lapuk yang sepertinya sudah bertahan puluhan tahun di sana.

Saat kejadian kecil tadi, aku tak melihat rumah Pak Arthur terbuka kembali. Rasanya aneh sekali.

Kakek itu tertutup dan sikapnya sangat misterius.

"Itu Pak Peter." seru Albert yang membuat lamunanku sadar.

Seorang kakek yang nampaknya sedikit lebih muda dari Pak Arthur, berjalan menghampiri kami berdua yang kini sedang berdiri di halaman rumahnya.

Belum banyak percakapan pun, rasanya aku merasa bahwa kakek ini sangat ramah. Dilihat dari raut wajahnya, dia seolah menyambut kedatanganku saat Albert mengenalkan aku padanya.

"Sejak kapan kau kemari?" tanyanya kemudian.

"Baru kemarin sore, Pak." jawabku saat kami berdua diminta masuk ke dalam rumahnya.

Pak Peter lantas menjawabnya dengan anggukan kepala saja.

Di sini, aku merasa bahwa Pak Peter sepertinya tahu kedatangan kami ke rumahnya karena apa dan untuk apa. Sebab saat kami duduk, tanpa basa basi dia langsung menanyakan duduk perkaranya seperti apa.

Tanpa menunggu lama, akhirnya Albert membuka suara dan menjelaskan semuanya dengan rinci kepada pria itu. Sesekali Pak Peter hanya mengangguk dan menatap ke arahku sambil memberikan senyuman penuh arti, yang tak bisa aku jelaskan.

"Pak Peter, tolong berikan cara agar aku dan Kevin bisa hidup tanpa gangguan lagi seperti kemarin." seru Albert. "Aku kasihan pada temanku ini. Dia tak bisa tenang jika terus diganggu seperti itu."

"Sara rasa tidak bisa." jawab Pak Peter yang tentu membuat kami berdua tertohok.

"Mengapa?" tanyaku.

Pak Peter menatapku selama beberapa saat.

"Maksudku bisa. Namun mungkin perlu waktu."

"Maksudnya?" Albert menimpali.

"Sebaiknya kau pulang saja ke rumah. Nanti akan aku usahakan di sini."

Aku dan Albert berpandangan sesaat, kemudian kami memutuskan kembali ke rumah.

Ada rasa tak puas dalam diri Albert. Dia menggerutu seolah-olah apa yang dia ceritakan tadi adalah hal yang percuma.

"Sudahlah. Kita tunggu saja. Semoga segera ada kabar baik." aku berusaha menenangkannya.

Saat kami berjalan ke arah pintu, aku terkejut karena pintu yang tadi terbuka lebar tiba-tiba tertutup rapat seolah ada seseorang yang menutupnya. Jikalau angin, itu tak mungkin. Kayu pintu rumah Albert sangat berat dan kokoh. Angin di sini pun terlihat tenang sejak tadi.

"Mengapa tertutup?" tanya Albert kemudian dia membuka pintu.

Bugg!!!

Entah karena ulah siapa dan berasal dari mana, jam tua yang pernah aku banggakan karena bentuknya itu tiba-tiba terlempar hingga mengenai wajah Albert, bersamaan saat dirinya membuka pintu tersebut.

Albert seketika berteriak kesakitan hingga membuatku panik sekaligus bimbang dengan kejadian yang baru menimpa dirinya beberapa detik yang lalu tadi.

"Argh! Sakit sekali!" Albert meringis saat hidungnya mengeluarkan darah. Aku segera membawanya masuk ke dalam rumah dan mengobatinya.

"Bagaimana bisa jam itu mengenai wajah kau?" tanyaku sambil sesekali melirik jam tersebut yang tergeletak di depan rumah.

"Aku tak tahu. Jam itu tiba-tiba melayang dan tepat sekali mengenai wajahku. Sakit sekali."

"Apa kau tak melihat seseorang di sini?"

"Tidak ada."

"Lantas siapa yang melakukannya?"

Albert hanya terdiam sambil sesekali meringis karena perih.

Jantungku berdetak begitu cepat saat kembali mengingat kejadian di luar nalar tadi. Sesekali aku melihat jam dan, sekarang masih pukul sembilan pagi.

Wow! Ini begitu heran sekali.

Sepagi ini sudah membuatku merinding, apalagi sore ataupun malam nanti.

"Kau istirahat saja di atas, Albert. Biar kuantar, ya."

Dia menggelengkan kepala. "Aku di sini saja. Rasanya tak berani jika harus di kamar sendirian. Sekarang aku menjadi penakut, sepertimu." melihat kondisinya seperti itu, Albert malah tertawa. Dia merasa jika kejadian ini adalah kejadian yang begitu menegangkan selama hidupnya. Dia sangat beruntung karena aku bisa menemaninya. Mungkin jika dia diam di rumah ini sendirian, dia akan gila karena gangguan-gangguan yang tak masuk akal itu.

...

Bab berikutnya