webnovel

Fase Meditasi

Ewa Lani dan Reina ikut lemas, mereka tak menyangka Antonie teman satu-satunya yang bisa mengajak mereka ke dunia atas sekarang masuk ke fase kepompong dan akan membutuhkan waktu yang lama untuk meditasi.

"Ibu, Ayah sedang meditasi ya? Yah berarti Ayah tak bisa menemaniku menonton lomba makan cepat Giant Black vs Red Big Head?" ujar Jack kecewa.

"Kau bisa nonton bareng Ibu dan semua saudaramu Nak!" tenang ibunya yang sebenarnya juga tak siap melihat kondisi suaminya.

"Lalu Nyonya berapa lama Antonie akan bangun dari meditasinya?" tanya Ewa Lani.

"Entahlah Nona, setiap Caterpi punya waktunya masing-masing saat menjadi kepompong. Ada yang beberapa hari ada yang bertahun-tahun, ada yang berhasil ada juga yang malah menjadi cacat! Oh Antonie, aku bahkan tak sempat memelukmu!" ujar Rabecca yang khawatir.

Reina dan Ewa Lani saling memandang, mereka tak bisa keluar dari Green Hole tanpa Antonie. Sesulit masuk ke Green Hole para Caterpi lain juga akan sulit mengantarkan orang asing ke dunia atas. Terlebih lagi, tak semua Caterpi seperti Antonie yang bisa dengan mudah keluar masuk dua dunia.

Contohnya Rabecca, dan para Caterpi kecil yang malah sama sekali tak pernah melihat dunia luar. Dunia atas tak dianggap aman oleh para Caterpi, sehingga hanya pria Caterpi dewasa saja yang kadang keluar dari dunia bawah.

"Ayo kita kembali ke ruang tamu!" ajak Rabecca yang segera mengunci rapat ruang kerja Antonie agar pria itu bisa berkonsentrasi untuk fase meditasinya. Para bocah mulai ribut.

"Bagaimana ini Jovanka, bukannya Ayah sudah janji untuk ikut bersama kita?" protesnya.

"Ayah sedang meditasi Jack, kenapa kau hanya mementingkan Giant Black dibandingkan Ayah? Apa kau tak khawatir?"

"Oh iya, memangnya sebenarnya apa yang terjadi pada Ayah? Meditasi apa yang dia lakukan? Apa itu sakit? Apa Ayah sedang sakit? Oh tidak ini gawat!" ujar Jack yang tampaknya baru sadar dengan apa yang terjadi pada Ayahnya.

"John sebenarnya apa yang mereka ributkan?" tanya Keanu yang melanjutkan makan buah Maxo.

"Entahlah, kita makan saja!" jawabnya polos.

Seane menemani Rabecca ke kamar, wanita itu sepertinya cukup terpukul dengan kondisi suaminya yang tiba-tiba berubah menjadi kepompong. Ewa Lani dan Reina sepertinya harus mencari cara lain untuk keluar dari Green Hole agar dapat mencari Rei.

(Hutan Hujan Kristo)

Rei yang sedikit paham tentang asal usulnya karena cerita Kakek Linco tampak lebih murung. Rei duduk di atas batu sambari menatap langit pagi yang tampak sangat indah.

Grrrr...! Grrrr...! Suara nafas Scot mendekat menghampiri, Kakek Linco juga bercerita bahwa Scot adalah jenis makhluk mitologi Arasely yang sudah dijinakkan oleh ayahnya William.

Dulu Scot tak seperti ini, dia jauh lebih besar dengan kepala dan mata yang masing-masing berjumlah tiga. Hanya William yang bisa menggunakan kekuatan Scot saat itu, tapi saat kekuatan itu tidak dibutuhkan Scot hanyalah macan hitam besar yang manis.

Slurp...!Slurp...! Sekali lagi Scot menjilati Rei. Binatang itu sepertinya teringat pada William yang sangat mirip dengan Rei anaknya.

"Kenapa Scot? Apa kau merindukan Ayah? Sebenarnya kemana perginya Ayah dan Ibu Scot? Lalu siapa yang saat itu di kubur di duniaku yang dulu? Kenapa banyak sekali misteri di tempat ini?" ujar Rei sembari mengelus kepala Scot yang tampak manja.

Dari kejauhan Kakek Linco yang melihat Rei dan Scot memanggilnya.

"Rei....!Kemari...!" teriaknya.

Rei datang dengan menaiki Scot yang berjalan santai menuruni bukit batu.

"Ada apa Kakek?" tanya Rei.

"Kau tak punya banyak waktu Rei! Ayo kita mulai berlatih!" ajak Kakek Linco yang mulai sekarang adalah gurunya.

"Baik Guru!" jawabnya.

"Kau punya peluit siput sihir bukan? Aku pernah melihatnya. Tapi mengapa kau tak bisa menaiki burung Roc milikmu?" tanyanya tiba-tiba.

"Burung itu bukan milikku tapi milik temanku Kakek," ujarnya.

"Tak masalah itu milik temanmu, tapi kau harus mampu menjinakkan burung Roc itu. Kau akan membutuhkannya untuk perjalanan jauh, Burung Roc saat berguna saat kita tak bisa terbang!" sarannya.

"Tapi aku tak tau caranya," jawab Rei yang masih saja putus asa.

"Apakah kau tau makanannya? Kita harus cari dulu makanan kesukaannya!" saran Kakek Linco.

"Aku rasa daging makanannya! Apapun! bahkan kurasa dia juga makan orang!" ujar Rei yang ingat pernah ditakuti Ewa Lani bahwa Grif akan memakannya .

"Tak mungkin! Burung Roc tidak mungkin makan makhluk seperti kita, panggilah burung itu biar aku siapkan beberapa daging untuk memancingnya!" perintah gurunya.

Sementara Kakek Linco menyiapkan makanan untuk Grif, Rei mencoba meniup peluit siput dan membuat burung besar itu datang. Tuuuuuttt....! Tuuuuuttt...! Suara peluit samar itu menimbulkan gelombang lagi di udara, seekor burung besar segera datang dari arah langit yang sangat tinggi turun mendekati Rei dan gurunya.

"Dia datang Rei, coba lemparkan beberapa jenis ikan ini! Kita lihat apa yang dia suka!" ujar gurunya.

Grif yang berputar-putar di udara dipancing dengan beberapa ikan segar. Rei melemparkan ikan itu satu persatu terbang ke arah langit. Ikan pertama, binatang besar itu menyambarnya. Dan sekali telan makanan itu habis. Ikan kedua, binatang itu juga menyambarnya, sampai empat jenis ikan.

Grif tetap memakan semua sampai habis tak bersisa. Rupanya Grif sangat suka ikan! Apapun jenisnya tak masalah bagi burung besar itu. Selang berapa lama Grif turun ke tanah, Rei mulai mendekatinya tapi seperti saat pertama kali berjumpa dulu. Binatang itu melirik Rei dengan sangat menyeramkan.

"Ayolah Grif jangan makan aku! Dagingku pahit!" hardik Rei yang ingin berkenalan dan menaikinya.

Melihat Rei yang datang mendekat, binatang itu berjalan menjauh. Persis seperti ayam besar yang berjalan pergi saat ada gangguan menghampiri.

"Grif....! Ini aku Rei! Apa kau ingat?" ujar Rei mencoba mendekat.

Grif menoleh ke arah Rei, menatapnya sekali lagi dengan tatapan yang sama. Rupanya binatang itu tidak nyaman dengan tuan barunya. Dia mengacuhkan Rei dan malah mendatangi Kakek Linco yang masih punya cadangan ikan.

"Ah, apa kau masih lapar burung besar? Kemarilah!" ujar Kakek Linco yang melempar ikan ke arah Grif.

Tampaknya Grif senang, Kakek Linco mengelusnya dan hewan itu mau menurut.

"Kemarilah Rei! Lihat..! Bukankah dia cukup manis?" kata Kakek Linco.

Tapi begitu Rei mendekat burung besar itu melirik lagi tak ramah. Kakek Linco mengamati reaksi Grif yang tampak tak suka pada Rei.

"Mungkin karena kau masih ragu padanya, dia juga merasakan perasaan yang sama padamu Nak! Cobalah untuk mendekatinya lebih sering!" saran Kakek Linco.

Kali ini Grif tidak terbang lagi dia tampak nyaman di Hutan Hujan Kristo. Scot yang datang menghampirinya juga tampak malah bermain dan akrab. Hanya Rei saja yang dijauhinya.

"Lihatlah dua hewan besar itu! Mudah sekali mereka berteman!" ujar Kakek Linco sembari tersenyum.

Bab berikutnya