webnovel

Bab 8

Keesokan harinya, Revan dan Raisha baru saja sampai di rumah sakit. Mereka berjalan bersama menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan mereka.

"Wahh selamat yah!" seruan heboh di meja reseptionis membuat mereka berdua menghentikan langkah mereka.

"Ada apa?" tanya Revan kepada segerombolan suster di meja reseptionis.

"Dokter Revan, Dokter Raisha, selamat pagi..." sapa para suster dengan senyuman lebar.

"Kenapa pagi-pagi ribut sekali?" tanya Raisha.

"Ini lho suster Novi, padahal baru sebulan menikah sudah langsung positif hamil," seru salah satu suster.

Mendengar seruan itu membuat raut wajah Raisha berubah menjadi sedih dan perubahan itu tertangkap oleh mata tajam Revan.

"Wah selamat yah, suster Novi." Ucap Revan.

"Terima kasih Dokter," seru suster Novi. "Semoga Dokter Raisha juga segera menyusul yah."

"Amin Ya robal alamin," jawab Revan dan Raisha.

Mereka berdua berpamitan menuju ke dalam ruangan mereka.

"Bahkan Novi yang baru menikah saja sudah hamil," gumam Raisha.

"Setiap orang itu berbeda-beda, Sayang." Seru Revan. "Sudah jangan terlalu di pikirkan lagi."

Raisha hanya bisa terdiam mendengar seruan Revan. Padahal jauh di lubuk hatinya, ia merasa begitu sedih.

Sore menjelang, Revan pergi menghadiri sebuah seminar kedokteran di salah satu Universitas di Jakarta.

Banyak orang yang hadir di sana, terutama para mahasiswa dan siswi fakultas kedokteran. Kali ini Revan yang memberi materi mengenai spesialis bedah thorak dan kardiovaskuler.

"Dokter Pradhika," sapa Revan menyapa pria tampan yang datang bersama istrinya.

"Dokter Revan, apa kabar?" seru Dhika menjabat tangan Revan.

"Kabarku baik, bagaimana kabar Dokter Dhika juga Dokter Thalita?" tanya Revan.

"Kabar kamipun baik," seru Dhika.

"Mana Dokter Raisha?" tanya Thalita yang merupakan istri dari Dokter Dhika.

"Dia masih praktek di rumah sakit, jadi tidak bisa ikut."

Membuat mereka mengangguk paham kemudian mengalirlah obrolan mereka bertiga mengenai banyak hal.

Revan baru saja sampai di rumahnya dan ia melihat Raisha sudah terlelap di atas ranjang. Revan berjalan mendekati ranjang, ia duduk di sisi ranjang dekat Raisha dan menatap wajah damai istrinya itu.

"Bahkan kamu mengerutkan alismu saat tertidur. Sebenarnya apa yang mengganggu pikiranmu? Apa ini semua karena Mama?" gumam Revan.

Revan mengecup kening Raisha dan itu membuat Raisha mengerjapkan kedua matanya. Ia terbangun karena sentuhan dari Revan.

"Emm, kamu sudah pulang?" seru Raisha.

"Maaf karena aku membangunkanmu," seru Revan.

Raisha berangsur bangun dan kini duduk berhadapan dengan Revan.

"Aku akan membuatkan kamu minum," seru Raisha beranjak dari duduknya, tetapi Revan menahan pergelangan tangannya. Revan langsung mendorong perlahan Raisha keranjang untuk kembali rebahan dengan dirinya yang mengungkung tubuh Raisha.

"Van?" gumam Raisha.

"Aku merindukanmu," bisik Revan dan langsung mencium bibir istrinya itu. Ia memangut bibir Raisha dengan begitu lembut. Tangannya mulai bergerak melancarkan aksinya.

Raisha hanya mampu pasrah dan menikmati apa yang Revan lakukan kepada dirinya. Ia hanya bisa memejamkan matanya saat sengatan yang di timbulkan oleh Revan semakin membuatnya terbakar.

"Van?"

"Hmm..."

Revan seakan tak teralihkan. Ia focus dengan kegiatannya dan ingin segera menuntaskan apa yang mengganjal di dalam dirinya.

---

Raisha terbangun dari tidurnya dan ia menoleh ke arah Revan dengan senyumannya. Semalam adalah kegiatan yang sangat menggairahkan dan membuat mereka banyak kehilangan tenaga. Revan selalu membuatnya terkesan.

Raisha berangsur perlahan menuruni ranjang dan memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Ia berjalan memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Raisha memasuki dapur setelah membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya kepada Tuhannya.

"Selamat pagi, Bi," sapa Raisha.

"Pagi Non."

"Bi, aku mau memasak nasi goreng untuk Revan," seru Raisha tersenyum dan mengambil bahan-bahan untuk membuat nasi goreng dari dalam kulkas.

"Emm maaf Non. Tetapi Ibu meminta saya untuk melarang Non Raisya masuk ke dapur," seru Bibi terlihat tak nyaman.

"Eh, kenapa Bi?" tanya Raisha.

"Anu, Ibu bilang kalau urusan dapur adalah tanggung jawab Ibu. Tidak boleh ada yang ikut campur dan masuk ke dapur tanpa seijinnya," seru Bibi yang membuat Raisha menganggukkan kepalanya dengan senyuman kecil.

"Untuk membuat kopi, bolehkan?" tanya Raisha.

"Boleh Non," jawab Bibi tersenyum lebar.

Raisha pun membuat kopi untuk Revan.

Setelah siap, ia membawanya menuju meja makan dimana semua orang sudah berkumpul. Begitu juga dengan Revan.

"Van, aku buatkan kopi untukmu," seru Raisha menghampiri Revan.

"Terimakasih, Sayang." Raisha hendak duduk di samping Revan.

"Tidak bagus untuk kesehatanmu minum kopi di pagi hari," seru Hany membuat Raisha melihat ke arahnya.

"Minum teh saja. Sudah Mama buatkan untukmu," seru Hany tanpa melihat ke arah Raisha, ia menyodorkan gelas berisi teh ke hadapan Revan. Raisha seakan transfaran di sana.

"Tidak apa-apa Ma. Aku sudah biasa minum kopi di pagi hari. Aku akan meminum kopi yang di buatkan istriku," seru Revan seraya menyeduh kopinya membuat Raisha tersenyum kecil. Ia berusaha menahan rasa bahagianya.

Saat ini semua keluarga berkumpul di meja makan dan menikmati makan malam bersama.

"Bagaimana pekerjaanmu, Van?" tanya pak Eddy.

"Semuanya lancar Pa," seru Revan.

"Oh Iya Raisha, apa belum ada tanda-tanda kehamilan? Kalian sudah menikah 3 bulan, lho," seru Hany membuat tubuh Raisha menegang seketika.

"Belum Ma, doakan saja semoga segera di berikan amanah sama Allah," seru Revan membantu menjawab.

"Kalian kan sudah menikah selama 3 bulan, masa belum ada tanda-tanda apapun." Seru Hany dengan sarkasis. "Coba kamu periksa kondisi kamu, Raisha. Takutnya ada masalah dengan kamu."

"Iya Ma," jawab Raisha pelan dan hanya bisa menundukkan kepalanya dan fokus memakan makanannya.

Air matanya sudah penuh di pelupuk matanya, ingin sekali ia menangis. Andai saja dia sehat dan bisa memberikan anak untuk Revan.

"Sabar Ma. Aku yakin nanti juga Raisha akan hamil. Mungkin sekarang belum di kasih amanah sama Allah," seru Revan menggenggam tangan Raisha membuat Raisha menoleh ke arahnya dengan tatapan haru.

Revan memberikan senyumannya seakan memberi kekuatan untuk Raisha.

"Mama dan Papa hanya ingin cepat cepat menimang cucu," jawab Hany dengan nada ketus. "Makanya jangan kerja terus, ambil cutilah untuk program anak."

"Doakan saja semoga aku dan Raisha segera di percaya sama Allah," ucap Revan membuat Hany bungkam.

♥ 

Bab berikutnya