Aslan meraih tubuh Rosie dan membantu gadis itu untuk berdiri tegak. Ia melihat ke dasar sungai dan tak menemukan apa pun di sana.
"Jadi? Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Putri? Apakah tidak cukup bagi Anda untuk terjatuh ke dalam sunga satu kali?" Rosie menggeleng cepat mencoba menyangkal tuduhan Aslan.
"Aku hanya sedikit tersesat," jawabnya berbohong.
Aslan menggiring tubuh gadis itu untuk pergi meninggalkan jembatan tua tersebut. Jembatan itu sudah lama tidak digunakan. Meski pun tampak masih kokoh tetapi ada beberapa bagian kayu yang mulai lapuk.
Akan berbahaya bagi keduanya untuk berlama-lamaan di sana.
"Tersesat? Bagaimana bisa seseorang berada di taman tersesat hingga ke sini?"
"Itu … aku …" Rosie telah kehabisan alasan. Ia melirik Aslan yang berjalan di sampingnya. Ia harus mengalihkan pembicaraan.
"Pemandangan di sini bagus," kata Rosie tiba-tiba memuji pemandangan di sekitar mereka.
"Terima kasih," jawab Aslan tanpa berekspresi.
Rosie mencoba mengingat-ingat informasi yang pernah ia baca tentang kepribadian pria itu. Sebagai tokoh second lead tentu kehidupan Aslan tidak banyak disoroti. Aslan tipe pendiam, sangat cocok dengan karakter Howland yang ekstrovert.
Aslan mengajak Rosie untuk kembali ke tamannya. Beberapa pengawal menunduk malu karena lalai telah menjaga Rosie agar tidak sendirian. Ia sudah punya firasat buruk saat melihat beberapa pelayan yang terlihat panik berlari dari arah taman. Dan saat Howland tak bersamanya, ia menggunakan kesempatan itu untuk bertanya ada apa.
Sebagai pemilik kastil tentu ia akan ikut bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada sang putri. Aslan pun ikut pergi mencari keberadaan Putri Roseanne.
Ia harap semuanya ini segera berakhir dan Howland beserta adiknya kembali ke istana meninggalkannya seorang diri dan ketenangannya kembali.
Ide untuk mengadakan pesta sebenarnya bukan darinya. Howland memaksanya untuk mengadakan satu agar ia bisa bersosialisasi dengan para bangsawan.
"Duke Aslan … jika boleh tahu, di mana ujung sungai itu terletak?"
Aslan memejamkan matanya. Ia tidak menyangka adik dari Howland ini sungguh merepotkan. Sudah jelas kakaknya melarang untuk mendekati sungai tetapi ia masih nekat untuk melihat ke sungai lagi.
Dengan sisa ketenangannya, Aslan pun menjawab. "Maaf Tuan Putri, saya tidak tahu."
Rosie mengangguk seperti paham.
Keduanya kini telah sampai di depan pintu taman rumah kaca. Aslan berniat meninggalkan taman tersebut untuk memanggil beberapa pengawal tambahan guna menjaga sang putri kembali kabur dari pengawasan.
"Kalau begitu saya izin meninggalkan tempat, Yang Mulia. Selamat menikmati waktu Anda"
Saat Asalan berbalik untuk meninggalkan tempat tersebut, Rosie meraih tangan pria itu. Aslan melirik tangan sang putri yang memegang tangannya.
"Ups, maaf. Aku hanya ingin mengundang Anda untuk berbincang sebentar. Apakah Anda memiliki waktu?"
Aslan melihat meja tamannya yang telah terdapat beberapa kudapan dan beberapa cangkir teh di sana.
"Maaf, Yang Mulia. Saya memiliki tugas di tempat lain."
Rosie tersenyum kecut kemudian melepaskan genggamannya dari tangan Aslan. "Begitu rupanya. Baiklah, kalau begitu terima kasih atas bantuannya tadi, Duke Aslan."
Aslan mengangguk sebentar kemudian berbalik. Rosie memicingkan matanya menatap punggung Aslan yang menjauh. "Damn you, Aslan. Kau membuatku terkena sindrom second-lead," umpat Rosie kesal.
***
Rosie menghabiskan waktunya di taman, itu sungguh membosankan. Hampir setiap kali ia berdiri dari kursi semua orang menjadi tegang. Mulai dari Sarah hingga pengawal yang bersamanya.
Di kehidupan sebelumnya, Rosie adalah orang yang aktif. Di waktu luang, ia sering melakukan coffeeshop hunting untuk sekedar membaca buku. Dan setiap akhir pekan, ia akan menyusuri banyak toko buku untuk memilih novel baru untuk ia baca minggu selanjutnya.
Rosie tidak pernah berdiam diri selama ini. Ia butuh aktivitas baru.
"Sarah, kapan pesta Duke Aslan akan dilaksanakan?" tanya Rosie kepada pelayan yang setia berdiri di belakangnya.
"Tiga hari lagi, Yang Mulia."
Itu artinya ia memiliki waktu tiga hari sebelum kembali ke istana, bukan?
Mari lihat apa yang bisa Rosie lakukan selama tiga hari tersebut.
Rosie berjalan cepat meninggalkan taman tersebut. Ia lupa jika sekarang setiap gerakannya akan selalu diikuti. Pelayan dan pengawal pun mengikuti Rosie dengan tergesa-gesa.
Saat melewati halaman depan kastil, Rosie Berhenti seketika membuat para pelayan dan pengawal di belakangnya hampir jatuh terjungkal akibat sang putri yang tak memberi aba-aba untuk berhenti.
Ia menoleh ke arah balkon lantai dua tempat tadi ia bertemu kakaknya dan Aslan. Pandangannya bergeser pada deretan jendela di samping balkon dan menemui sosok Aslan yang baru tiba.
Senyum Rosie merekah. Aslan yang merasa diperhatikan menoleh ke arah jendela dan melihat segerombolan orang di halaman belakang.
Alisnya mengerut melihat sang putri melambaikan tangan ke arahnya. Aslan yang tidak terlalu yakin bahwa sang putri menyapanya menoleh ke sampingnya dna tak menemukan siapa-siapa.
(Gadis itu menyapaku? Untuk apa?) pikir Aslan yang bingung.
Karena tak tahu harus membalas sapaan itu, Asal pun berpindah tempat agar tidak terlihat. Berpura-pura ia tidak melihat lambaian tangan dari sang putri.
"Huh? Dia tidak melihatku?" gumam Rosie yang keheranan karena Aslan telah pergi menjauh dari jendela.
Gadis itu pun mengedikkan bahunya kemudian kembali berjalan menuju kamarnya.
Setelah sampai di kamar, hal pertama yang Rosie lakukan adalah membongkar isi lemarinya. Ia tak menemukan satu pakaian pun yang layak dipakai. Semua yang ia dapatkan hanyalah gaun dengan hiasan yang snagat rumit. Ia tidak akan bisa bergerak bebas menggunakan gaun-gaun tersebut.
Rosie pun memanggil Sarah untuk dimintai bantuan.
"Ada yang bisa saya bantu, yang Mulia?" tanya Sarah dengan sopan.
"Sarah, aku membutuhkan sebuah kemeja dan celana," ujar rosie sambil mengeluarkan semua gaun dari lemari tersebut.
"Maaf, Yang Mulia? Kemeja dan celana? Apakah Yang mulia akan bertukar kamar dengan Pangeran howland?"
Rosie menoleh ke arah Sarah dengan bingung. "Huh? Apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti. Aku membutuh—"
Rosie baru sadar bahwa di dunia baru yang ia tempati, wanita jarang menggunakan celana. Terutama bangsawan. Sepertinya pastilah pakaian sehari-hari mereka adalah gaun-gaun rumit ini.
"Kau tak perlu tahu untuk apa. Bawakan saja aku pakaian pria ke sini. Dan! Jangan bilang apa-apa kepada Howland atau Aslan."
Sarah ingin bertanya sekali lagi tetapi Rosie mengangkat tangannya sambil tersenyum. "Please?" mohonnya dengan mata berbinar,
Melihat sang putri yang memohon dengan mata berbinar, Sarah pun segera meninggalkan kamar tersebut dengan jantung yang berdebar. Ia segera mencari apa yang Rosie minta dengan hati yang berbunga.
Saat malam, Rosie diundang untuk makan malam bersama. Howland telah duduk bersama Aslan di meja makan sambil berbincang akrab. Saat Rosie tiba keduanya menghentikan obrolan mereka untuk menyambut gadis itu.
Howland menyambut Rosie dengan hangat membuat gadis itu terpesona. Ia tidak pernah mendapatkan perlakuan hangat seperti ini sebelumnya. Dan mendapatkan Howland sebagai seorang kakaknya adalah keberuntungan terbesar Rosie di kehidupan kedua ini.
Hanya saja … apakah Rosie bisa mempertahankannya hingga akhir? Atau … gagal menyelamatkan jiwa Howland di akhir nanti?
Rosie melirik ke arah Aslan dan tersenyum manis.
"Selamat sore, Duke Aslan," sapa Rosie yang kemudian duduk di depan sang Duke. Sedangkan Howland menduduki kursi kepala karena posisi ranking Howland lebih tinggi.
"Selamat sore, Yang Mulia," sapa Aslan kembali tanpa ekspresi seperti biasa.
Rosie menggunakan kesempatan itu untuk mengenal Aslan lebih dalam. Ia menggunakan taktik mendengarkan. Ia mencatat semua apa yang dirasa penting di dalam kepalanya, seperti … Duke Aslan belum tertarik untuk menikah.
Howland pernah memperkenalkannya dengan salah seorang putri dari Marquess tetapi Aslan tak menyukainya, Selain itu Aslan akan pergi keluar kastil dua hari ke depan dan baru akan kembali di hari pesta yang akan datang.
"Kak juga akan pergi bersama Duke Aslan?' tanya Rosie kepada Howland.
"Tentu saja, aku kan datang berkunjung lebih cepat ke sini memiliki tujuan lain," jawab Howland dengan lembut.
Rosie menahan diri untuk tidak tersenyum, itu artinya ia memiliki waktu kosong untuk mengeksplor kastil dan daerah di sini selama keduanya pergi. Aslan yang sedari tadi memperhatikan sang putri memiliki firasat buruk melihat senyum gadis itu.
Rasanya ini pertama kali bagi Aslan merasa ragu untuk meninggalkan kastilnya sendiran.