Mata Aleandra membulat ketika melihat gedung pencakar langit di mana dia berada saat ini karena dia sudah tiba di perusahaan milik bosnya.
Banyaknya orang yang berlalu lalang di tempat itu membuatnya takut karena di sana memang kawasan sibuk apalagi saat itu jam makan siang di mana para karyawan mulai keluar untuk mencari makan.
Aleandra melangkah cepat, dia bahkan menunduk agar tidak ada yang melihat dirinya. Jangan sampai orang-orang yang mengejarnya melihat, dia tidak mau tertangkap apalagi dia baru mulai bekerja.
Beberapa orang yang sedang menggunakan jas hitam kebetulan berada tidak jauh darinya. Aleandra ketakutan setengah mati. Dia bagaikan sudah melihat hantu di siang bolong. Dia melangkah dengan cepat dan berusaha agar orang-orang itu tidak melihat dirinya. Berada di luar benar-benar berbahaya.
Dia tahu dia tidak bisa terus seperti itu tapi sampai sekarang, dia belum bertemu orang hebat yang bisa dia dekati untuk membantunya membalas dendam.
Selama dia mencari orang seperti itu sebaiknya dia waspada. Entah di mana dia harus mencari tapi dia yakin suatu saat dia akan menemukannya dan dia akan melakukan apa pun agar orang itu mau membantunya untuk membalas kematian keluarganya.
Aleandra sudah masuk ke dalam kantor Max, dia terlihat kebingungan. Matanya melihat sana sini sampai akhirnya seorang wanita menghampirinya.
"Ada yang bisa aku bantu, Nona?" tanya wanita itu.
"A-Aku ditugaskan untuk membawa makan siang," jawab Aleandra.
"Oleh?" tanya wanita itu lagi seraya memandanginya penuh selidik.
Aleandra diam, dia terlihat kebingungan. Sial, sampai sekarang dia belum tahu siapa nama bosnya.
"Hm, oleh pemilik perusahaan ini. Aku pelayan barunya," ucap Aleandra.
"Jika begitu tunggu sebentar," wanita itu berlalu pergi untuk menghubungi Jared. Dia tampak sedang memberi laporan dan memandangi Aleandra sesekali.
Aleandra diam saja, wanita itu kembali mendekatinya sambil tersenyum setelah berbicara dengan asisten bosnya.
"Ikut denganku," ajaknya.
Aleandra mengangguk seraya mengikuti langkah wanita itu menuju lift yang akan membawa mereka ke atas. Dia terlihat canggung saat para karyawan wanita masuk ke dalam lift. Mereka terlihat begitu cantik dan modis sedangkan dirinya?
Entah kenapa dia jadi malu apalagi baju yang dia pakai sudah jelek dan usang. Memang nasib berada diperantauan dan tidak memiliki apa pun. Aleandra melihat wajahnya dari pantulan dinding lift dan terkejut. Sial, penampilannya seperti pengantar makanan yang sudah mondar mandir terkena debu jalan dan itu semakin membuatnya malu apalagi dia berada di antara para wanita cantik yang sedang memberikan pujian pada yang lainnya.
Aleandra menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. Semenjak menjadi buronan, dia tidak pernah lagi memakai alat kecantikan karena untuk mengisi perutnya sendiri saja sudah terasa sulit.
Entah kapan kehidupannya akan kembali normal, dia sendiri tidak tahu. Mata Aleandra jatuh pada kuku-kuku jarinya yang rusak karena tidak pernah di rawat. Melihat penampilan wanita lain membuatnya menyadari jika keadaannya saat ini benar-benar menyedihkan.
Lift terhenti, wanita yang mengantarnya keluar dan Aleandra segera mengikutinya. Dia sangat lega keluar dan berjauhan dari wanita-wanita cantik itu, setidaknya dia tidak perlu menahan malu terlalu lama. Langkah Aleandra terhenti, saat mereka berdiri di depan sebuah ruangan. Dia berusaha tenang apalagi dia memang pelayan.
"Sir, pelayan anda sudah datang," ucap wanita itu seraya mengetuk pintu.
Terdengar suara deheman yang berarti mereka boleh masuk. Wanita itu mempersilkan Aleandra sambil tersenyum, sedangkan Aleandra masuk ke dalam dan terlihat canggung.
Max melihatnya dengan tatapan tajamnya, kenapa ada wanita yang berpenampilan begitu tidak menarik? Penampilannya begitu lusuh, pakaian yang dikenakan oleh Aleandra bahkan sudah terlihat pudar di beberapa sisi. Pelayan yang bekerja di rumah keluarganya saja berpenampilan lebih menarik dari pada gadis itu. Apa sebenarnya yang terjadi pada gadis Rusia itu?
"Maaf jika aku terlambat, Sir," ucap Aleandra basa basi, "Ini makanan anda," ucapnya lagi.
"Siapkan!" perintah Max.
Aleandra mengangguk dan berjalan menuju sofa, makanan yang dia buat dikeluarkan dan setelah itu Aleandra meletakkan makanan itu ke atas meja.
Setelah semua selesai, Aleandra melihat sana sini untuk mencari kursi roda. Tentunya semua sudah Max siapkan agar kebohongannya tidak cepat terbongkar.
"Apa kau tidak bisa berpenampilan lebih baik dari pada ini?" tanya Max sinis.
"Sorry, Sir. Hanya ini pakaian terbaik yang aku miliki," ucap Aleandra.
"Beli, apa kau tidak tahu di mana toko pakaian? Jangan mempermalukan aku jadi lain kali pakai pakaian yang lebih baik dan perbaiki penampilanmu!"
Aleandra menunduk, tidak menjawab. Dia merasa malu karena mendapat kritikan pedas dari bosnya. Bukannya dia tidak mau merubah penampilan, tapi dia tidak punya uang saat ini. Jika dia sudah gajian maka dia akan membeli beberapa pakaian dan merapikan penampilannya.
"Maaf," hanya itu yang bisa dia ucapkan. Sebaiknya dia tidak terlihat sedih karena dia tidak mau bosnya tahu apa yang sedang dia alami. Tidak, tidak ada satu orang pun yang boleh tahu karena dia tidak boleh percaya pada orang asing dengan mudah.
Max masih menatapnya tajam, entah apa yang terjadi dengan gadis itu tapi dia tidak peduli karena gadis itu adalah buronannya yang sedang dia permainkan dan saatnya sudah tiba nanti, gadis itu akan dia eksekusi karena dia sudah melihat apa yang dia lakukan pada malam itu. Dia bukan orang yang akan membiarkan saksi dan juga dia harus memberi pelajaran karena gadis itu sudah berani mencuri Mr. Benjamin miliknya.
Aleandra mendekatinya dengan canggung, sebaiknya dia melakukan pekerjaannya karena dia tidak mau dimarahi. Dia membantu Max untuk duduk di kursi roda, jujur saja pria itu berat tapi dia tidak mau mengeluh karena tidak ada pekerjaan yang mudah di dunia ini.
Aleandra membawa Max menuju sofa setelah Max duduk di kursi roda, dia bahkan mengambilkan makanan untuk bosnya.
Max melirik Aleandra yang duduk di bawah sofa dan terlihat termenung, entah apa yang dia pikirkan dan dia tidak suka melihatnya. Untuk seumur hidup baru kali ini dia melihat seorang gadis yang tidak mempedulikan penampilanya. Apa gadis itu melakukan hal demikian untuk menyamar? Itu bisa saja terjadi mengingat gadis itu masih belum sadar jika sesungguhnya dia sudah tertangkap olehnya tapi Max tidak tahu, selain mewaspadainya, Aleanda juga sedang mewaspadai orang-orang yang sudah membunuh keluarganya.
"Tidak enak!!" ucap Max tiba-tiba. Aleandra terkejut, apa benar tidak enak?
"Semua makanan ini tidak enak!" ucap Max lagi.
"Aku rasa makanan ini enak, Sir. Aku sudah mencicipinya tadi," ucap Aleandra tidak percaya karena dia sudah mencobanya dan rasanya enak.
"Jadi kau ingin mengatakan bahwa lidahku yang bermasalah?"
"Ti-Tidak, bukan begitu!" Aleandra menunduk, tidak berani menatap bosnya.
"Jika kau merasa enak maka habiskan semuanya!!" perintah Max.
"Apa?" Aleandra mengangat wajah, menatap bosnya dengan tatapan tidak mengerti.
"Habiskan semuanya!"
"Tapi, Sir?"
"Sekali lagi kau membantah akan aku potong gajimu!"
Aleandra diam, sudah tidak berani bersuara. Max masih menatapnya tajam, sedangkan gadis itu mulai mengambil makanan yang ada di atas meja dan memakannya.
Rasanya enak, sungguh. Tapi kenapa pria aneh itu bilang tidak enak? Oh, seharusnya dia tahu, pria itu aneh. Sepertinya seleranya berbeda atau ini yang dinamakan perbedaan antara lidah orang Rusia dan Amerika? Apa pun itu yang pasti dia sudah gagal membuat makanan yang disukai oleh bosnya dan dia harus banyak belajar tapi sesungguhnya Max melakukan hal itu karena Aleandra memegangi perutnya sedari tadi.