webnovel

Chapter 43 Lead The Way

Lalu Line mengatakan sesuatu padanya dengan tatapan yang sangat serius, "Beginilah caranya untuk melerai mereka."

Hal itu membuat Kachi terdiam dan ia menjadi mengangguk setuju saja. "(Aku belum pernah melihat Line benar-benar setegas itu, dia benar-benar sangat marah. Hal itu memang terasa kecil dan ia saja sudah marah membuat Roland terdiam bisu. Apakah ini memang sifat terpendamnya si lelaki itu? Dia menggunakan kalimat-kalimat yang sangat logika dan logis di pikiran yang bisa acak-acak dan bisa diterima oleh hati, tidak mungkin hati tidak akan masuk dalam hal ini tetapi otak dan pikiran memanglah masuk di dalam tubuhnya. Yang menggunakan otaknya dan kecerdasannya, tapi dia menggunakan hatinya untuk Uminoke. Dia menyukai Uminoke dan aku tak tahu harus menyetujuinya atau tidak bahwa dia memiliki sifat yang sangat kasar. Bagaimana jika suatu hari nanti Uminoke melakukan kesalahan yang akan membuatnya kesal dan dia akan membentak Uminoke hingga Uminoke sangat-sangat terpuruk dan tentu saja aku benar-benar tidak mau jika adikku seperti itu? Apa yang harus aku lakukan? Aku telah melihat sifat asli dari adik iparku.)"

Kachi terdiam dan ia malah berpikir lain. Bukannya malah setuju bahwa Line telah memisahkan perdebatan Roland dan Rafid, dia malah berpikir lain soal sifat asli Line yang telah menunjukkan sifat tegasnya tadi.

Ia sekarang menjadi bingung akan adiknya nanti, sebagai seorang kakak, dia harus merestui Line dan adiknya, tentunya dia harus bertanya dulu apa-apa soal Line dan kesanggupannya dalam mengurus adiknya yang sangat keras kepala dan nakal itu.

--

"Baiklah, aku telah mendengar permintaanmu itu dan sekarang aku benar-benar sangat tidak bisa memaafkan sifatmu itu," kata Line dengan menyilangkan tangan dan nada yang sangat meremehkan Rafid yang hanya bisa terdiam mendengar itu.

"Aku mohon, maafkan aku, aku telah salah dan aku telah menyesali kesalahanku ini. Aku terbawa arus perdebatan tadi dan aku tidak akan menyalahkan bahwa yang memulai perdebatan adalah dia," tatap Rafid pada Roland.

"Baiklah...." Line melihat ke Roland yang hanya terdiam menatap tajam.

"Kau dengar apa yang dikatakan bocah ini, cepatlah berjabat tangan dan saling meminta maaf. Aku tak ingin ada perdebatan di sini lagi, apalagi jika aku mendengar kalian," kata Line dengan sangat santai.

"Haiz.... Baiklah, baiklah, aku tidak akan mengulanginya lagi dan maafkan aku telah memancing perdebatan ini tadi," tatap Roland sambil mengulurkan tangan pada Rafid yang menerimanya lalu mereka saling tersenyum dan berjabat tangan dengan sangat lembut. Akhirnya perdebatan ini selesai dan kini mereka kembali membahas soal mengajak Rafid untuk pergi ke Kyoto bersama-sama.

"Entahlah, aku bingung," itu adalah jawaban dari Rafid sendiri pada mereka.

"Kau tetap harus ikut dengan kita," tatap Roland dengan serius pada Rafid yang masih bingung ingin ikut mereka atau tidak.

"...(Aku benar-benar bingung, sebenarnya ada sesuatu yang membuatku tak bisa ikut mereka.... Tapi...) Haiz... Baiklah, aku akan ikut kalian," ia akhirnya menyetujuinya.

"Huf... Syukurlah," Kachi menghela napas lega.

"Tapi, sebenarnya aku pernah dikunjungi oleh orang penting di sini, dia bilang jika menemukan seseorang yang dicari, aku harus melaporkannya ke mereka. Karena orang itu adalah seorang buronan," kata Rafid. Dari sana Line dan Roland langsung menebalkan alis dan saling memandang.

"...(Orang-orang yang sudah terlihat mencari Line, mau bagaimana lagi, aku dan dia sudah bagian dari musuh dunia dan apapun itu....) Bisa katakan apa yang dibahas oleh orang yang datang itu padamu?" tanya Roland.

"Dia bilang bahwa orang yang dicarinya adalah seorang yang pernah tinggal di laboratorium bersama seekor kucing. Dia juga bilang padaku bahwa buronan itu telah pergi bertahun-tahun tapi dia yakin bahwa buronan itu masih hidup di luar sana dan memintaku untuk membantunya... Tapi aku tak yakin bisa menemukan buronan yang seperti itu."

"Apa dia menceritakan hal selain itu?" Line menatap.

"...Siber-Tooth," balas Rafid seketika Line dan Roland terkejut.

"Ada apa? Apa kalian kenal?" Rafid menatap bingung.

"...Tidak, kami sama sekali tidak kenal itu," balas Roland langsung.

"Tapi kenapa kalian terkejut bersamaan?" Rafid menatap bingung.

"Kami pikir itu adalah sesuatu yang kami kenal karena itulah kami terkejut, tapi rupanya tidak," Roland kembali membalas.

"Bagaimana jika kau di sini saja menunggu buronan itu, jaga-jaga bila buronan itu kembali, tapi jika kau ingin ikut dengan kami, kami terima mulai dari sekarang," tatap Line dengan serius.

"...Sepertinya aku akan menunggu buronan itu saja, mereka menawarkan banyak imbalan padaku dan aku harus menunggu buronan itu di sini. Sekali lagi, terima kasih atas tawaran kalian dan aku minta maaf karena tak bisa ikut," kata Rafid.

Lalu ketiga orang itu terdiam. "(Mau bagaimana lagi, kita sudah tak bisa melepaskan hewan liar yang beribarat sudah lekat menjadi hewan rumahan.)"

Tak lama kemudian Roland sudah selesai menyiapkan barang-barangnya bersama Kachi.

Ia melihat sekitar dan hanya melihat Kachi memasukkan barang-barangnya di depannya dan masih di dalam ruangan hotel itu.

"Dimana Line?" tatap Roland.

"Oh, dia bilang dia ingin merokok sebentar di belakang," balas Kachi.

Lalu Roland terdiam dan berdiri, ia lalu pergi ke belakang untuk menemui Line membuat Kachi terdiam menatapnya pergi.

Roland melihat Line bersandar di dinding belakang hotel itu sambil merokok.

Ia menoleh ke Roland dan mengulurkan satu batang rokok dari tangannya.

"Kenapa kau ada di sini?" Roland mendekat sambil menerima rokok itu dan menyalakannya.

"...Aku hanya berpikir bahwa, mungkin orang dari laboratorium itu akan mencariku juga," balas Line.

"...Yah, ini bukan pertama kalinya kau mengalami ini, tapi itu memang harus benar, kita harus segera pergi dari negara ini karena begitu sulit untuk lari dari hukum yang sudah menguasai dunia yang kiamat dengan pengetahuan dan teknologi mereka," kata Roland.

"Itu bukan semata yang dipikirkan, Siber-Tooth yang seharusnya dicari, bukan aku."

"The Man of Honor juga harus dicari. Kau pikir itu akan sulit dikatakan mudah, apa kau lupa kau pernah mengatakan sesuatu padaku dulu saat kita masih berjalan bersama Uminoke untuk ke gedung kekuasaan?" tatap Roland. Lalu Line kembali ingat dan menjadi ingat. "Itu saat aku menceritakan kucingku sendiri."

"Di tanggal berapa itu terjadi?" tanya Roland.

"...Aku tidak yakin tapi itu sudah bertahun-tahun lamanya. Aku mendengar cerita dari warisan kucing itu adalah dari dia sendiri. Sebelum dia masuk ke laboratorium, akulah yang masuk duluan. Kami saling mengenal satu sama lain hanya dengan telepati belaka, hingga dia mengamuk dan akan pergi. Tak hanya itu, dia juga yang mengajakku kabur bersamanya," balas Line. Yang mereka bicarakan adalah Kone, kucing hitam milik Line yang selalu datang di saat yang aneh membawa sesuatu seperti memberitahu bahwa dirinya adalah alat pelacak menemukan sesuatu penting di berbagai tempat.

--

Setelah mendengar pendapat Rafid yang tidak ikut mereka, mereka akhirnya pulang dan hanya bertiga saja menaiki bis itu karena Rafid tidak jadi ikut. "Aku benar-benar heran, kenapa dia ingin mencari buronan itu tapi tak tahu wajahnya," kata Line dengan bingung masih mengingat Rafid.

"Hahaha, benar-benar orang bodoh, aku juga tak mengerti soal itu," Roland tertawa.

Sementara Kachi terus penasaran. "Sebenarnya apa itu Saber-Tooth?" tanyanya membuat Line dan Roland terdiam.

"Kenapa diam?"

"...Itu hanyalah hewan buronan yang bahaya," balas Roland dengan singkat.

Dan Line hanya terdiam dan melihat ke arah lain. "(Hubungan hewan purba dan manusia terhormat adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh orang lain karena mereka menganggap itu adalah sesuatu yang paling bahaya,)" pikir Line dengan serius.

Di saat itu juga, Roland teringat sesuatu. "...Oh, apa kucingmu dapat kabar terbaru sekarang?" tatapnya.

"Tidak sama sekali... Apakah ada sesuatu yang belum aku ketahui?" Line juga menatap.

"Aku hanya dengar dari lelaki itu (Rafid) dia diberitahu orang yang meminta-nya untuk mencari-mu itu, dia diberitahu bahwa Jepang tidak sepenuhnya terkena virus ini dan virus ini dinyatakan hanya berasal dari Jepang, jadi otomatis negara-negara lain tidak kena."

"Hah? Bagaimana bisa?! Bukankah itu memang seluruh dunia ini terkena?"

"Ya, tapi jumlah tentara dan kekuatan negara lain itu sangatlah kuat. Mereka sudah tahu akan virus ini jadi mereka waspada dan sudah melakukan karantina. Kau masih ingat saat berita terbaru dan mendadak menyerang Jepang? Berita itu disiarkan langsung dan seluruh dunia tahu, dan seketika itu juga, pemerintah negara lain memperkuat keamanan, dan sekarang mereka mengumpulkan banyak dokter dan ilmuwan untuk sama-sama merancang obat dari virus ini," kata Roland.

"Apakah hanya Jepang yang terkandung virus ini?" Line menatap.

"Ya, kau mungkin mendengar bahwa seluruh dunia sudah kena tapi bukan seluruh orang tergigit. Seluruh orang yang tidak tergigit bekerja sama menyingkirkan makhluk itu dari wilayahnya dan mengkarantina mereka. Alhasil, pemikiran mereka jauh sangat lebih aman, jadi kita bisa pergi ke negara lain termasuk Indonesia, tapi masalahnya adalah... Negara itu sudah dikarantina," tambah Roland.

"...Itu gawat, ini sama saja kita tidak mendapatkan keamanan perlindungan dan hanya akan menunggu diterkam makhluk itu. Belum lagi kita harus butuh makanan untuk tetap produktif."

"Kau harus meminta kucingmu menggali informasi soal ini lagi. Aku takut ini akan menjadi informasi salah jika kau mendengarnya dariku karena mungkin Rafid belum tentu benar karena aku mendengar darinya."

"Yah, aku akan memintanya," balas Line.

Kachi yang dari tadi mendengar itu mencoba memahami apa yang mereka bicarakan tapi tetap saja dia tidak mengerti. "(Apa yang sedang mereka bicarakan sebenarnya? Aku benar-benar tidak mengerti sama sekali,)" ia menatap pusing.

Tapi Roland yang melihat sesuatu menjadi menghentikan mobilnya membuat Line menatap bingung.

"Ada apa?"

"...Aku seperti melihat sesuatu di tengah hutan gelap itu," kata Roland.

Lalu Line berdiri. "Periksa saja," tambahnya.

Lalu Line dan Roland keluar dari mobil membuat Kachi terdiam. "Eh... Bagaimana denganku?!" ia menatap dari jendela tapi Roland memberi isyarat tetap di sana saja.

"Haiz.... Terserah," Kachi menjadi terduduk kesal.

Bab berikutnya