Hari selanjutnya, Roland membantu Tuan Rudi mengubur mayat istrinya di balkon atap pusat perbelanjaan. Setelah selesai, Tuan Rudi terdiam berdiri melihat kuburan istrinya. Lalu Roland menoleh ke pintu, di mana terlihat Anna menggendong bayi kecil.
"Namanya?" kata Roland, Tuan Rudi yang mendengar itu lalu menatapnya.
"Nama, nama apa yang harus diberikan untuknya? . . . (Aku tak bisa memikirkan nama,)" Tuan Rudi terdiam dan menggeleng.
--
"(Rambut Line. . .)" Uminoke memandang Line yang berjalan di sampingnya. Mereka sudah berjalan pergi dari apartemen itu. Uminoke terus memandang hingga Line menoleh padanya. "Ada apa?"
"E... Tak ada apa-apa, aku hanya aneh dengan..."
". . .Dengan apa?" Line berhenti berjalan dan menatapnya.
"Rambutmu, apa benar kau memiliki rambut perak asli?"
"Dari mana kau mengetahui itu?"
"Aku hanya. . . Em... Entahlah," Uminoke membuang muka malu. Line yang menatapnya menjadi bingung.
"Apa yang terjadi? Kau butuh sesuatu?" Line menatap dekat.
"Ah, tidak jadi, aku bilang tidak jadi ya tidak jadi," Uminoke berjalan pergi menghindarinya, membuat Line kembali terdiam.
Kemudian mereka sampai di sebuah kompleks perumahan yang tak terlalu seram karena di sana tidak ada bercak darah sedikit pun. Lalu Line melihat ada bekas ban mobil yang ada di depannya. "Bekas ban sebuah bus... Jenis ban yang kuat dipakai oleh militer," kata Line sambil mengamati bekas itu.
"Apa bekas itu tidak lama?" Uminoke menatap.
"Mungkin sekitar satu hari... 7 jam yang lalu."
"Itu belum lama. Kita bisa menyusul mobil itu bukan?"
"Entahlah ini agak sulit... Ini adalah hari ke-12 di mana virus ini terjadi. Aku sudah memegang 2 serum dan satu bola meteor, kita harus mengumpulkan mereka lagi termasuk 8 serum tersisa."
"Serum?.... Jika tidak salah... Sepertinya Mas Labis punya satu," tatap Uminoke.
"Itu akan mustahil jika aku ke sana..."
"Itu memang benar, tapi sebenarnya untuk apa mobil yang bekas ban ini?"
"Dalam waktu 30 hari ke depan, militer yang tersisa ditugaskan untuk menyelamatkan semua orang, termasuk mobil militer yang seperti ini...."
"Lalu jika sudah 30 hari.... Apa mereka aman?"
"Mungkin," kata Line yang berjalan masuk ke sebuah rumah diikuti Uminoke dari belakang.
"(Di sini tak ada apa-apa,)" Line melihat sekitar ruangan itu. Sementara Uminoke mendengar sesuatu dari luar. Ia mencoba keluar dari rumah itu dan berjalan menjauh untuk menemukan suara itu hingga ia tak sadar berjalan jauh dari rumah tersebut.
"Di sini banyak makanan dan persediaan, mungkin kita istirahat dulu," kata Line yang menoleh ke belakang, namun ia terdiam saat mendapati Uminoke tidak ada. Ia mencoba keluar dan terkejut karena banyak sekali zombie berjalan dari barat akan melewati kompleks itu.
"(Gawat...) Uminoke di mana kau?" Line berteriak mencari Uminoke di rumah itu. Di sisi lain, Uminoke bersembunyi di gang kecil antara 2 kompleks. Ia mengintip dari sana karena telah merasa menemukan suara tersebut. Dan rupanya suara itu berasal dari banyaknya zombie yang sedang menyantap orang-orang di tengah jalan. Ia terkejut dan terkaku mundur perlahan, namun ia mendengar ada zombie di belakangnya. Zombie itu telah melihatnya dan menyerangnya.
"Ah..." Uminoke terkejut dan berlari tak tahu arah, membuat semua zombie yang sedang bersantap itu melihatnya. Alhasil, mereka juga mengejar Uminoke.
Uminoke terlihat sudah lelah berlari hingga ia memanjat sebuah pagar kawat besi, namun satu zombie berhasil menyusul dan mencoba menahan kakinya.
"Ah... Tolong aku," Uminoke panik dan ketakutan tak bisa apa-apa. Tiba-tiba zombie itu tertembak dari belakang, Uminoke menoleh dan melihat hanyalah seorang pria berkulit hitam yang memegang pistol. Lalu Uminoke turun dan mendekat. "Te-terima kasih banyak," ia menundukkan badan.
"Kau sendirian?"
"Ti... Tidak, aku tidak sendirian."
"Lalu kenapa kau terlihat sendirian?" pria itu menatap dengan wajah dingin dan terlihat tegas.
"Ma... Maafkan aku, aku hanya memiliki rasa penasaran yang tinggi."
"Itu artinya kau tak pernah memahami orang yang ada di dekatmu, bukan? Kau mungkin hanya memikirkan dirimu sendiri... Bagaimana dengan orang yang kau maksud tadi tidak sendirian?" pria itu menatap, seketika Uminoke terpikir Line.
Line yang saat ini berlari mencarinya diikuti banyak zombie yang mengejar. "(Cih... Ini sialan namanya,)" ia terus berlari dan melihat sebuah mobil di tengah jalan. Ada orang di sana yang melempar seseorang dari mobil itu.
"Hoi... Tunggu," Line mendekat dan berhenti pada seorang wanita yang masuk ke bangku supir.
"Apa kau terluka? Jika tidak, naiklah, kita sama-sama butuh bantuan," kata wanita itu. Lalu Line duduk di sampingnya.
Dengan cepat wanita tadi menginjak gas dan mereka bisa selamat.
"(Uminoke kau sebenarnya ada di mana?)" Line menjadi terdiam serius.
"Aku Nikol, siapa kau?" kata wanita tadi.
Di tengah Line akan berbicara, ada sebuah mobil putih yang berjalan mengikuti mobil mereka. Mobil itu menghantam bumper belakang membuat mereka berdua terkejut.
"Ada apa itu???" Line menoleh ke belakang.
"Dia mengganggu, pakai sabuk pengamanmu!!" Nikol berteriak. Lalu Line segera memakai sabuknya. Namun mobil putih itu terus mempercepat lajunya hingga berada di samping mereka, beberapa kali menabrakkan tubuhnya hingga membuat Nikol harus menginjak gas dengan kencang.
"Pakaikan sabukku," Nikol memberikan sabuk pengaman untuk dipasangkan Line, namun di tengah-tengah itu tak disangka di depan ada rumah. Nikol terkejut dan tak bisa banting stir hingga akhirnya mobil tertabrakan di sana.
Mereka mengalami kecelakaan parah.
Tak lama kemudian, Line membuka mata melihat ke Nikol. ".... Hei, kau baik-baik saja?" Line terbangun dan mencoba membangunkan Nikol yang terluka di kepala akibat benturan tadi.
Namun ada sesuatu yang aneh, di mana mobil putih tadi berhenti dan keluar 2 orang di sana. Mereka menghampiri mobil Line dan mendekat dengan panik. "Cepat keluar. Mereka mengejar kita," kata mereka yang memberi peringatan lalu melarikan diri.
"Sial..." Line melepas sabuknya dan keluar lalu membuka pintu supir dan menggendong Nikol. Ia juga berlari menyusul 2 orang tadi karena sudah ada beberapa zombie mengejarnya. Hingga ada sebuah restoran rumah makan di tengah tanah luas.
"Cepat masuk," kata salah satu orang itu. Line berlari kencang dan akhirnya bisa masuk selamat. Orang yang ada di depan pintu dengan segera menutup pintu dari para zombie yang mencoba membuka pintu dari luar. Line melihat ada sebuah kursi panjang dan kemudian meletakkan Nikol di sana.
Sementara itu terlihat Roland membanting sebuah tang perbaikan di lantai bawah tanah parkiran. Ia bernapas terengah-engah setelah itu menjatuhkan dirinya. Di sampingnya ada bus kecil yang rupanya baru saja ia perbaiki. Lalu terlihat Imea datang mendekat, menundukkan badan melihat Roland dari wajahnya. "Kau baik-baik saja?"
". . . Yah, aku baik-baik saja... Apa semuanya sudah berkemas?" Roland menatap sambil bangun duduk.
"Ya, mereka sudah siap-siap... Ngomong-ngomong aku mengambil ini untukmu," Imea memberikan botol minuman pada Roland yang menerimanya.
"Terima kasih," dia membukanya dan meminumnya dengan lega karena lelah baru saja memperbaiki mobil.
"Mas Roland kenapa kita harus pergi dari tempat ini, bukannya di sini aman?" tanya Imea.
". . . Kau tidak mengerti. Tempat ini begitu luas kita harus mencari tempat nyaman untuk berlindung juga, lagi pula aku dan Tuan Rudi menemukan banyak zombie yang terjebak di beberapa konter," Roland membalas. Lalu datang Anna membawa bayi dan Tuan Rudi yang menggandeng Nian.
"Apa semua sudah diperbaiki?" Tuan Rudi menatap. Lalu Roland mengangguk.
Lalu Anna datang membawa bayi Tuan Rudi. Bayi Tuan Rudi rupanya seorang lelaki. Imea langsung mendekat dan mengulur kedua tangan. "Mbak Anna, izinkan aku menggendongnya," ia menatap ramah lalu Anna mengangguk dan memberikan bayi itu padanya.
Roland yang melihat itu menjadi tersenyum kecil sendiri.
--
Terlihat sebuah bus kecil melaju kencang menembus pagar parkiran pusat perbelanjaan. Bus itu membelokan arah menuju jalanan dan yang mengendarainya adalah Roland.
"Kau buruk nak," kata Tuan Rudi yang duduk di belakangnya.
"Aku hanya kelelahan kau mengerti itu" Roland membalas sambil terus menginjak gas dan membuat Nian mabuk.
"Hah Nian..." Imea terkejut diikuti Anna.
Untungnya di jalanan tak ada kawanan zombie, hanya beberapa yang menghalangi jalan dan masih bisa dilewati bus tersebut.
--
"Aku menemukan obat," kata salah satu orang tadi yang rupanya perempuan.
"Obati dia," Line menunjuk Nikol lalu perempuan itu mengangguk. Orang satunya yang bernama Manny datang selepas mengunci pintu. Line berjalan mendekat cepat dan tanpa basa-basi memukul Manny.
"Hei..." perempuan tadi terkejut dan mencoba mendekat.
"Kau pikir menyenangkan membuat kita semua celaka!!" kata Line yang menahan tubuh Manny yang di bawahnya.
"Tunggu, tenanglah dulu... Kita bisa bicara ini... Yang mengendarai mobil kami adalah seseorang yang sudah tergigit. Dia menggila dan mengemudikan setir bahkan hampir menyerang kami yang ada di dalam," perempuan itu mencoba menenangkan Line, lalu Line menyingkirkan kakinya namun juga masih merasa kesal.
"Sebelumnya memang salah kami membuat kalian celaka tapi jika pintu ini tidak dibuka apa kau akan mati di luar dimakan makhluk itu," kata Manny yang mulai memancing amarah Line.
"Manny... Hentikan itu," perempuan tadi yang bernama Barbara berteriak padanya dan menghentikannya agar tak memicu perdebatan.
Hingga akhirnya mereka duduk di satu meja. "Dengar, aku punya rencana agar kita bisa keluar, korbankan wanita yang terluka itu untuk memancing semua zombie itu agar kita bisa melarikan diri dari sini karena ada banyak zombie menunggu kita keluar di luar sana," kata Manny. Line hanya diam menatap dingin.
"Kau pikir aku akan setuju dengan ide konyolmu... Sudah jelas Nikol juga membantuku."
"Aku mengerti itu kawan... Tapi aku akan bertanya apakah kau bisa melawan semua makhluk itu sendiri, huh... Kau pilih selamat atau harus melayani wanita yang hampir sekarat itu."
"Sebaiknya kau jaga mulutmu, ini semua bisa terselesaikan tanpa pengorbanan," kata Line. Namun Manny mengamuk dan malah mendobrak meja. "Kau pikir kau siapa, seharusnya kau berterima kasih padaku karena telah memasukkanmu ke sini... Kau juga seharusnya meminta maaf padaku atas semuanya. Orang yang terlihat diam dan lemah sepertimu mana ada bisa melawan dan bertarung, yang ada hanya banyak bicara," Manny berteriak marah pada Line yang juga hampir kesal.