"Hei, Nara kau jangan bangga hanya karena jabatan mu sebagai kepala bagian. Kau itu masih terbawah dari kami, kau menjadi kepala bagian di agen militer dan kami menjadi teratas di agen rahasia," kata Line. Seketika lawan mereka semuanya terkejut.
"Maksudmu, agen tersembunyi dan tercanggih sepanjang dunia."
Line dan Roland menjadi tersenyum kecil. Tapi pria lawan mereka yang disebut Line sebagai Nara itu tertawa besar membuat mereka berdua bingung.
"Hahahaha, kalian pikir aku percaya apa, terakhir kali kalian datang ke militeran hanya untuk mendaftar di sana bukan hahaha, tapi karena kalian telah membohongiku, aku ada kejutan buat kalian," kata Nara sambil memberi isyarat pada yang di belakang. Dan seketika muncul Imea terikat tubuhnya berjalan dituntun salah satu orang ke depan mereka.
"Imea..!!!" Roland terkejut dan akan mendekat tapi Line menahannya. "Jangan maju duluan," ia menatap tajam membuat Roland terdiam. Lalu ia memundurkan langkahnya dan Line yang maju melewati Imea, mendekat ke Nara. Mereka memandang dengan penuh hawa menantang.
"Jika ingin melawan jangan bawa-bawa perempuan."
"Hmp, memangnya apa yang akan kau lakukan, aku lebih kuat darimu," Nara menatap dengan memandang rendah fisik Line. Seketika Line tersenyum kecil. "Kau salah," ia memegang bahu Nara dengan tangan kanannya.
"Justru aku yang lebih kuat," ia meneruskannya dengan menggenggam erat bahu Nara membuat Nara kesakitan lalu Line membuatnya jatuh terduduk kaku. Ia menengadah menatap Line yang memasang mata mengerikannya. Lalu Line mendekat dan berbisik "Aku Line yang harus dihormati, raja dari segala hewan buas... Pemimpin yang selalu terdepan."
"..." Nara yang hanya menatap tatapannya saja sudah sangat ketakutan. "Apa, apa yang kalian lakukan jangan bengong???!!!!" ia meminta 3 orang tadi melawan Line.
Seketika mereka mengeluarkan 1 pisau masing-masing. Roland akan menyerang tapi Line berteriak menghentikannya.
"Jangan ikut campur, selamatkan saja yang lain!!"
Mendengar itu Roland langsung mematuhinya dan membawa Imea pergi.
3 orang tadi secara bersamaan menyerang Line. Tapi Line pertama-tama memegang tangan pisau salah satu dari mereka lalu mengendalikannya melawan yang lain. Pertarungannya dibilang cukup santai dan terbiasa. Nara yang melihat itu langsung menghubungi seseorang dengan alat pelacak secara diam-diam.
Sebelumnya, Uminoke terikat pada tiang listrik dan didepannya ada pria.
"Lepaskan aku kau brengsek," kata Uminoke.
"Hmp, tidak akan ada yang menyelamatkanmu dasar wanita kecil."
"Sebenarnya kalian itu siapa, kenapa mengejar Line dan Roland??"
"Wanita sepertimu tidak perlu tahu, Line si pengendali dan Roland si perancang senjata, mereka sangat terkenal saat Line keluar dari militer, karena dia Roland juga ikut keluar dari militer. Mereka berdua sekarang dianggap penghianat dan akan menerima hukuman saat ada di markas nanti," kata pria itu.
"(Sebenarnya, mereka berdua dari mana, kenapa ada kata militer dan hal yang tabu...?)" Uminoke berpikir sendiri.
4 pesawat itu berterbangan melewati pertarungan Line. Ia melihat sekilas bahwa pesawat itu menuju ke arah Roland dan Imea. Ia terkejut dan berlari menyusul dan meninggalkan Nara. Bukannya mengejar, Nara malah diam menatapnya pergi sambil tersenyum merencanakan sesuatu.
"Dirimu ini tidak boleh disia-siakan," Tentara yang menyandera Uminoke memegang pinggang Uminoke.
"Apa yang kau lakukan bejat!!" Uminoke menatap kesal. Lalu tangan pria itu semakin meraba ke atas dan akan menyentuh dada Uminoke tapi tiba-tiba Roland memukul pria itu dengan sangat keras membuat pria tersebut tak sadarkan diri. Lalu Imea melepas ikatan tali Uminoke dan merangkulnya.
"Mbak Uminoke apa kau baik-baik saja?"
"Yah, aku baik-baik saja, dimana Line?" Uminoke menatap. Lalu dari arah selatan Line berlari ke mereka sambil berteriak. "Kalian semua, pergi dari sana!!!"
"Apa yang kau bicarakan?" Roland berteriak bingung.
"Pesawat-pesawat itu akan mengeluarkan boom!!" Line menambah. Seketika mereka terkejut tapi tak disangka. Boom-boom itu sudah dilepaskan.
Mereka segera berpencar bermaksud menyelamatkan diri dan seketika itu juga boom-boom tersebut jatuh dan meledak sangat keras.
Boom-boom besar itu mengakibatkan banyak sekali gedung runtuh, semua zombie yang berkeliaran di sana bahkan terlihat mati terkena reruntuhan gedung yang sangat besar. Tak hanya itu, boom-boom itu juga membuat asap yang sangat tebal dan tak terbatas jumlahnya.
2 jam kemudian terlihat Roland terbangun dari reruntuhan-reruntuhan gedung.
"Ah... Apa yang terjadi, ahk.... Sialan!!!" ia mencoba bangun tapi tangan kirinya tertimpa batu besar. Ia bingung harus apa "Auh... Apa yang harus kulakukan?!" ia melihat sekitar dan rupanya ada zombie-zombie berkeliaran dari balik kabut tebal itu. Roland terkejut tak berkutik karena zombie-zombie itu berjalan ke arahnya. Ia segera menarik tangannya kuat-kuat hingga akhirnya lepas meskipun agak lecet.
Tiba-tiba satu zombie akan menyerang tapi ia menghindar dan memegang kepala belakang zombie tersebut lalu memukulnya ke bawah membuat kepala zombie itu pecah. Setelah itu ia segera berlari menyelamatkan diri. Sebelumnya ia harus melewati puing-puing reruntuhan dan kabut yang tebal.
"(Kemana mereka semua... Sebaiknya aku pergi dulu,)" ia tidak mencari rekannya karena ia tahu mereka tidak ada di reruntuhan itu karena saat ledakan itu mereka semuanya berpencar.
Tak beberapa lama kemudian, Roland berhenti berjalan karena lelah, ia melihat ada sebuah mobil jeep putih tanpa basa-basi ia naik dengan senyuman puas lalu menyambungkan kabel penghidup sehingga membuat mobil tersebut hidup tanpa kunci. "Hm... Apa yang harus aku lakukan. Aku harus kemana, tunggu Line selalu menyelamatkan diri dari boom dengan menuju ke tempat rindang sembunyi seperti hutan bukan. Dia pasti ada di hutan sekarang," kata Roland, lalu ia menjalankan mobilnya menuju hutan.
Setelah lama berjalan di hutan, tak disangka-sangka ia menemukan sebuah gubuk kecil dengan lampu penerangan kecil di sana. "(Tempat apa ini... Aneh sekali.... Mungkin aku harus beristirahat di sini jika pemiliknya datang tinggal minta izin,)" ia turun dan masuk ke gubuk yang rupanya kosong itu.
Di sisi lain, seorang gadis kecil dengan pakaian lusuhnya mengintip dari pohon besar melihat mobil jeep putih itu di dekat gubuk kecil. Ia mencoba mendekat ke jeep itu berharap ada makanan tersisa. Tapi tiba-tiba Roland keluar membuatnya ketahuan. Roland pun juga terkejut melihatnya. Gadis kecil itu ketakutan dan berlari menjauh.
"Tunggu, tidak apa-apa ke sinilah gadis kecil," kata Roland, gadis itu menatapnya masih dengan tatapan takut.
"Ah, kau pasti lapar," Roland menunjukan roti yang ada di tangannya.
"Hah, ya aku lapar," Gadis itu menatap. Lalu Roland memberi isyarat tangan untuk mendekat.
"Ini untuk ku? Terima kasih kakak," kata gadis itu yang menerima rotinya.
Roland menatap pakaian gadis itu yang agak lusuh lalu ia mengambil sesuatu dari mobil jeep. Rupanya baju kecil. "Pakailah ini kamu pasti kedinginan."
"Unn..." Gadis itu mengangguk senang lalu mereka berdua berada di dalam gubuk.
"Gadis kecil siapa namamu?" Roland bertanya.
"Aku Nian."
"Kenapa kau bisa sendirian di sini, apa gubuk ini milikmu?"
"Em... Sebenarnya aku berjalan dari bagian ujung hutan ini. Aku sebelumnya melarikan diri dari kejaran orang-orang itu bersama ibuku. Tapi ibuku tergigit dan memintaku meninggalkannya jadi aku meninggalkannya, aku berlari dan berjalan hingga menemukan gubuk ini. Kakak terima kasih karena telah menyelamatkanku," kata gadis yang bernama Nian itu sambil menangis sedih.
"(Gadis ini kasihan juga, melarikan diri tanpa orang dewasa.)..... Jangan khawatir Nian, kamu akan aku lindungi dari orang-orang itu."
"Apa kakak bisa... Aku benar-benar masih takut, bagaimana jika kakak juga meninggalkanku dengan hal yang sama di alami ibuku," Nian menatap cemas dan khawatir.
Lalu Roland menjadi berpikir melihat sekitar dan menemukan ide, ia mengambil sesuatu dari saku celananya memberikannya pada Nian yang bingung. Saat tangan Roland terbuka, terlihat liontin yang sama seperti dipakai Line tapi tulisannya berpangkat A/5.
"Ini?" Nian masih bingung.
"Ini milikku, kau lihat ini dari militer, apa yang kau pikirkan tentang militer Nian?" tatap Roland.
"Um... Mungkin mereka kuat dan tidak bisa mati."
"Ya... Aku juga akan seperti itu, jadi jangan khawatir jika kau takut terpisah denganku Nian... Tugasku juga dulu pernah mengawal seorang anak kecil seumurmu," kata Roland.
"Terima kasih kakak," Nian tersenyum senang.
Esoknya Roland keluar dari gubuk, ia terkejut karena hutan yang sebelumnya cerah kini menjadi berkabut, ia bahkan mulai melihat zombie-zombie berkeliaran menuju ke gubuk.
"(Gawat aku tidak memiliki senjata.)... Nian ayo pergi dari sini sekarang," Roland membangunkan Nian yang masih setengah tidur. Karena masih mengumpulkan nyawa Nian jadi lambat bangun terpaksa Roland menggendong tubuh kecilnya masuk mobil. Tak disangka mobilnya kehabisan bensin.
"Cih... Sialan," Roland kesal dan keluar berlari menerobos para zombie yang berkeliaran itu. Sesekali ia juga melawan mereka yang menghalangi jalan dan akhirnya sampai di jalan kota.
"Kakak ada apa?" Nian mulai terbangun sadar.
"Kita harus mencari tempat aman dari kota ini. Mereka sudah menyerang gubuk."
"Tapi kakak, aku benar-benar takut. Kota ini menjadi berkabut, seharusnya sebelumnya tidak kan?"
"(Itu mungkin karena boom kimia kemarin. Mereka benar-benar licik membuat pandangan kami menjadi kabur,)" Roland masih teringat Nara dengan rasa kesalnya.
"Nian kita harus mulai berjalan untuk menemukan tempat berlindung."
"Ya" Nian mengangguk. Lalu mereka berjalan dan berjalan hingga lelah. Nian tidak kuat berjalan jadi ia digendong oleh Roland di punggung.
Tak lama kemudian perjalanan mereka berhenti ketika Roland melihat sebuah rumah yang berpagar dan luas juga. Ia merasa ada seseorang yang tinggal di sana lalu ia membuka pagar dan mengetuk pintu.
Seseorang membuka pintu dengan sangat pelan. "Siapa..."
"Mohon maaf jika mengganggu, apa kami boleh mengungsi di sini" Kata Roland. Lalu mata orang yang ada di dalam itu menatap ke Nian yang masih kecil. Lalu ia membuka pintu rupanya seorang pria, sebut saja Tuan Rudi. "Silahkan masuk, aku pemilik rumah ini Rudi, di dalam ada istriku jadi kalian bisa terawat di sini," kata pria yang bernama Rudi. Roland tersenyum senang dan masuk setelah Nian.
Umurnya juga terlihat seperti pengantin muda.
"Halo adik kecil, aku bisa membuatkanmu teh," Istri Tuan Rudi menyambut Nian, rupanya dia sedang hamil besar. Tapi sepertinya Nian ketakutan bersembunyi di kaki Roland.
"Ada apa Nian?" tatap Roland dengan bingung.
"(Sepertinya Nian terlalu takut pada orang asing...) Tidak apa Nian," kata Roland. Lalu Nian perlahan mau ikut bersama istri Tuan Rudi sehingga membuat Roland bisa mengobrol dengan Tuan Rudi.