Setelah memakan soto, Riski dan Ardhi masih duudk di tempat makannya. Ardhi membuka handphone miliknya, handphone yang cukup bagus menurut Riski tapi biasa aja menurut Ardhi. 2 orang yang berbeda pandangan.
Ardhi mencari di handphonenya orang yang menjual handphone bekas lewat facebook.
"Ar, cariin gue handohone yang biasa aja. Jangan terlalu bagus, gue nggak butuh-butuh amat fungsi dari handphone yang lain. Yang penting bisa buat komunikasi aja deh." tukas Riski menunduk. Sebenarnya ia takut, jika ternyata handphone bekas itu harganya masih mahal. Riski sudah memperhitungkan semuanya, mulai dari harga handphone, membeli sayuran, mencetak logo, kartu nama dan juga membeli wrap buat kemasan sayurnya. Tentu dari hasil jualan pertama pasti akan rugi, tapi tak apa.
"Iyaa, gue tahu. Ini masih gue cariin." jawab Ardhi tenang.
Lalu Riski mendekat ke arah Ardhi, sekarang ia berada di sebelah Ardhi. Riski ingin melihat bagaimana Ardhi mencari handphone bekas, hitung-hitung di buat pengalaman kalo Riski kedepan akan mencari handphone bekas lagi. Karena jika meminta tolong ke Ardhi ia tak enak, ini saja sudah merepotkannya banyak.
Ardhi memperlihatkan handphonenya, "Ini gimana? Ini masih murah, dan dari keterangan penjualnya sih masih oke semua. Dari gambar juga masih bagus." ucap Ardhi dengan menyerahkan handphonenya ke Riski.
Riski mengamatinya dengan seksama, karena jika membaca spesifik handphone tentu ia tak akan paham akan hal itu, "Ar, kayaknya ini bagus banget deh. Harganya juga masih lumayan, dibawah ini masih ada?" tanya Riski, tentu ia keberatan dengan harganya yang masih di atas 1 juta. Buat apa handphone mahal? Toh, Riski juga belum bisa menggunakannya.
"Ini menurut gue udah murah sih. Soalnya harga barunya bisa mencapai 2 juta, Ris. Apalagi ini orangnya lagi butuh uang banget kayaknya, tuh di keterangan dia bilang kalo lagi butuh uang. Gimana lo mau?" paksa Ardhi menyakinkan Riski.
"Seriusan?" tanya Riski ragu-ragu. Riski benar-benar tak paham masalah handphone, mungkin ia bisa sedikit percaya dengan ucapan Ardhi. Tapi, budget Riski untuk membeli handphone adalah 800 ribu saja. Berarti kalo harganya masih diatas 1 juta, melebihi budget yang sudah Riski hitung. Bisa gawat kalo seperti ini, lama-kelamaan kalo usahanya sepi bisa bangkrut.
Lalu Ardhi mengecek nama handphone itu ke google, Ardhi memperhatikan spesifik-spesifiknya dengan teliti. Dan benar saja dugaan Ardhi kalo harga barunya masih mahal.
"Nih, kalo lo gak percaya sama gue. Ini masih bangus banget, dan murah juga. Liat aja, penjualnya turun harga sampai 50 persen, Ris. Ambil aja ini kalo saran gue." Ardhi memberitahukan kalo harga handphonenya di google masih mahal.
"Gimana ya, Ar. Soalnya gue udah hitung semuanya, takut kurang kalo beli handphone yang mahal." jawab Riski tertatih-tatih. Sebenarnya ia juga mau handphone tersebut, tapi kondisi lah yang memaksanya untuk lebih memilih yang murah.
Ardhi mengangguk. Seakan-akan paham dengan situasi Riski kali ini.
"Yaudah, gue cari yang lain aja ya. Apa lo gue pinjemin uang gue dulu? Gue bawa ini, gimana?" Ardhi masih menawarkan Riski untuk mengambil handphone itu, karena memang beneran bagus. Jikalau handphone Ardhi saat ini sudah rusak, maka ia akan mengambil ini.
"Yang lain aja deh, Ar. Gue gak bisa pinjem uang, gue gak mau. Takut kalo jadi beban di gue sendiri, apalagi kalo sampai musuhan gara-gara uang. Iya, kan?" jelas Riski. Memang benar, terkadang hanya masalah uang persahabatan seseorang bisa hancur. Persahabatan yang telah di susun bertahun-tahun akan sirna begitu saja ketika bermasalah dengan uang satu sama lain.
"Iya sih, gue ngerti. Memang banyak orang yang jadi musuh gara-gara uang. Tapi kan ini gue yang bilang sendiri, Ris." kata Ardhi yang terus menerus menyakinkan Riski.
Riski tetap teguh pada pendiriannya, "Nggak ah, Ar. Cari yang lain aja ya. Nggak usah yang bagus nggak papa, yang penting bisa buat komunikasi aja kok."
"Gue cariin lo yang bagus agar bisa bertahan lama juga, Ris. Terus lo juga bisa buat akun facebook, bisa iklan di sana juga biar usaha lo makin ramai sebenarnya. Tapi, kalo emang lo nggak mau, ya gue nggak akan maksa lo kok. Tenang aja." Ardhi sangat pengertian terhadap Riski.
Riski mengkerutkan keningnya, "Emang handphone bisa gampang rusak ya?" tanyanya.
"Bisa lah, apalagi ini kan barang bekas. Jadi, harus pintar-pintar memilih aja. Kalo dapat yang masih bagus, ya kita beruntung. Tapi kalo sebaliknya, kita yang buntung." jelas Ardhi. Ardhi paham betul dengan handphone karena setiap harinya ia suka melihat di youtube review handphone terbaru.
Riski mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia paham dengan kalimat Ardhi, "Ternyata di dunia ini semua tergantung faktor hoki ya." ucap Riski tiba-tiba.
Ardhi melirik ke arah Riski, "Maksud lo?"
"Iya, misalnya kalo kita lagi nggak teliti ngecek handphone dan ternyata itu memang bagus, ya berarti kita lagi hoki. Terus ada satu contoh lagi." Riski menunjuk ke arah bayi yang baru saja turun dari mobil, "Liat, bayinya hoki."
Ardhi semakin tak paham akan pola pikir Riski kali ini, "Maksudnya?"
"Dia masih bayi aja udah naik mobil yang bagus banget. Gue yang udah berumur belasan aja belum pernah tuh naik mobil kayak gitu, dia hoki di lahirkan dari keluarga yang kaya raya." jelas Riski. Entah kenapa saat melihat sesuatu yang Riski belum pernah miliki atau menaikinya, pasti akan membuatnya iri.
"Iya juga ya. Gue juga belum pernah kalo naik mobil bagus kayak gitu." balas Ardhi, dan kemudian ia fokus kembali ke handphonenya.
"Bahagia banget ya keluarga mereka, Ar." tukas Riski sangat lirih, tapi kan Ardhi di sebelahnya jadi tentu mendengarkan ucapan Riski.
"Kasihan banget jadi lo, Ris. Pasti berat banget ya ngejalanin hidup. Pasti suatu saat lo juga bakal ngerasain itu kok, sama keluarga lo, sama istri lo dan anak-anak lo. Gue cuman bisa doain yang terbaik aja, Ris. Gue juga bisa bicara lewat batin aja, karena kalo gue ngomong langsung pasti gue akan sedih. Ini aja udah sedih sih." batin Ardhi dengan di ikuti matanya yang sudah berkaca-kaca.
Riski yang melihat itu kaget, "Lo kenapa nangis, Ar? Kenapa lo?" tanya Riski khawatir.
"Gue kelilipan doang kok." bohong Ardhi.
"Oalah, gimana udah ketemu belum? Budget gue 800 ribu ya, kalo bisa ya di bawahnya aja. Hehe." ucap Riski diakhiri dengan nyengirnya.
"Siapp, gue cariin yang masih bagus dan juga murah. Semoga aja ada yang menjualnya." Ardhi terus mencari di facebook dengan teliti.
"Makasih, Ar." tak lupa ketika di bantu dengan orang, Riski selalu mengatakan makasih.
"Santai aja, bro. Nggak usah makasih terus, cuman ini yang gue bisa bantuin." balas Ardhi.
Cuman ini? Bantuan sebanyak ini, cuman ini?