Malam itu Emily memutuskan tidak langsung pulang ke rumah sakit. Dia duduk sendiri berlama-lama di pinggir pantai, memandangi laut yang gelap. Hanya kecipak air dan debur ombak yang terdengar, menenangkan panca inderanya yang lelah. Matahari sudah lama terbenam. Setidaknya saat ini sudah pukul sepuluh malam.
Emily membiarkan air matanya mengalir, dan membiarkan angin dingin yang mengeringkan pipinya yang basah. Pikirannya berkelana pada masa-masa yang sudah dilewatinya. Sebagian terasa manis, sebagian lagi terlalu pahit untuk dikenang. Emily merasa gamang menyadari bahwa sekarang dia bisa dibilang sebatang kara, tanpa tempat untuk bersandar. Kedua orangtuanya masih ada, namun dia tak obahnya seperti yatim piatu. Karena papanya yang tak bisa diandalkan, sehingga dia terpaksa memikul beban hidupnya sendirian.
Emily belum menginjak tujuh belas tahun, tapi dia merasa sudah sangat tua.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com