webnovel

Benny Selingkuh Lagi

"Woyyy...! Pagi-pagi udah menggosip kalian!," teriak Adella mengagetkan Riana dan Enji yang sedang asyik mengobrol berdua. Riana yang duduk di bangku Adella kontan bergeser supaya sahabatnya itu bisa meletakkan tasnya di meja.

"Menggosip apa lagi pacaran?," tanya Adella lagi sambil memandang Riana dan Enji dengan sorot mata penuh selidik.

"Ish, siapa juga yang pacaran?," komen Riana sambil menoyor kepala Adella. "Ngomong tak pake mikir! Kita berempat kan bersahabat. Temanan. Nggak etis kalau pacaran!"

"Masa iya?," tanya Enji sambil mengerutkan kening.

"Iya ih, ngadi-ngadi alias mengada-ada!," tambah Adella. "Malah dari teman jadi pacar tu oke banget menurut gue. Karena kita sudah saling kenal satu sama lain sampai ke sifat yang jelek-jeleknya. Jadi ngga ada lagi jaim-jaiman. Nggak perlu takut tertipu. Dan yang pasti, dukungan orangtua sudah ditangan, karena orang tua kita kan sudah saling mengenal."

"Hmmm," Enji mendehem. Dalam hati dia senang banget bahwa Adella mendukung teman jadi pacar. Jadi Enji merasa seperti dapat lampu hijau.

Namun lanjutan ucapan Adella malah bikin angannya yang tadi melambung kembali terhempas.

"Karena itu kalian mesti bantuin gue supaya Ray mau bergabung dengan geng kita. Mau kumpul-kumpul di cafe bareng kita. Mau diajak bikin pe er sama-sama. Duh, pasti asyik banget!," kata Adella bersemangat dengan muka cerah bercahaya. Sementara Enji menyumpah dalam hati dengan cahaya muka yang meredup suram.

Adella dan Enji saling pandang. Baru saja tadi mereka sedang membicarakan kecurigaan mereka pada Papa Emily yang merupakan warga baru di Kota Alpan.

Semua berawal ketika Riana dan Enji barengan pergi ke sekolah. Sebenarnya nggak janjian bareng sih, cuma pas banget saat Riana menuruni tikungan tajam di ujung timur perkebunan Zillian, Enji muncul. Posisi tikungan yang patah membuat kendaraan dari bawah harus membunyikan klakson saat naik, untuk menghindari kendaraan dari atas yang terkadang kehilangan kendali saat turun. Seharusnya di sisi kanan jalan yang berbatasan dengan jurang yang sangat dalam itu diberi pembatas. Namun karena kondisi tanah yang rawan longsor membuat hal itu sulit untuk dibuat.

Kalau penduduk asli Kota Alpan biasanya sudah sangat paham dengan medan jalan. Sehingga bisa dikatakan sangat jarang terjadi kasus kendaraan yang tergelincir ke dalam jurang. Namun buat pendatang, keadaan jalan itu sungguh berbahaya. Tidak banyak pendatang yang berani baik ke atas tanpa dipandu.

Karena mobil yang naik maupun turun di tikungan biasanya merayap dengan pelan, maka Enji dan Riana yang berjalan kaki beriringan di tepi jalan itu bisa melihat dengan jelas mobil-mobil itu. Satu hal yang membuat mereka terkejut adalah berpapasan dengan mobil Pak Benny, Papa Emily.

Bukan terkejut karena melihat mobilnya. Tapi terkejut karena melihat orang yang berada di dalam mobil dan apa yang dilakukan oleh orang-orang itu.

Mobil Benny adalah mobil SUV tiga baris berwarna putih, tipe yang cukup mahal di kelasnya. Mobil itu dilengkapi dengan sunroof di atapnya. Seorang perempuan cantik berambut ikal panjang berdiri di dalam mobil hingga bagian atas tubuhnya terlihat dari luar. Sepertinya perempuan itu adalah pendatang yang sedang mengagumi keindahan alam Kota Alpan yang memang sangat memanjakan mata.

Ini aja sebenarnya sudah cukup aneh, karena Papa Emily sudah berjanji untuk tidak lagi main perempuan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa menantu Nyonya Trisna Zillian itu pernah menimbulkan kehebohan dengan perselingkuhannya yang nyaris merenggut nyawa Tania, Mama Emily. Saat kembali beberapa bulan yang lalu, Benny bersumpah untuk memperbaiki diri dan berbuat baik pada anak dan istrinya. Namun sepertinya itu hanya lip service belaka. Karena Nyonya Trisna mendadak terkena strook, Tania masih mengalami gangguan mental dan Emily masih di bawah umur, tidak ada seorang pun yang bisa membantu keluarga itu mengurus perkebunan. Maka Benny kembali dengan berbagai modus untuk menguasai perkebunan itu.

Puncaknya saat Nyonya Trisna meninggal dunia, Benny memindahkan Tania ke ibukota provinsi untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik. Begitupun dokter pribadinya, dokter Rio, mengikuti Tania ke klinik rehabilitasi mental tempat Tania dirawat. Meninggalkan Emily tinggal berdua hanya bersama Papanya. Untungnya saat itu Emily sudah punya sahabat-sahabat yang setia membantu dan menghiburnya : Riana, Enji dan Adella.

Kembali ke peristiwa dimana Enji dan Riana berpapasan dengan mobil Benny Dirgantara. Keberadaan perempuan yang seolah-olah memamerkan keberadaan dirinya dengan berdiri di sunroof mobil itu saja sudah merupakan suatu kejutan. Namun yang terjadi kemudian justru membuat mereka berdua lebih sport jantung. Perempuan itu kemudian tiba-tiba menarik kepalanya mencium Benny yang sedang menyetir di tikungan tajam. Dan itu terlihat jelas oleh Enji dan Riana, karena kaca film mobil itu tidak terlalu gelap dibagian depannya.

Untunglah Emily tidak berangkat sekolah bersama mereka pagi itu!

"Astaga!," kata Enji sambil mengusap dadanya. "Baru sekali ini gue melihat orang yang nekad ciuman di jalan, sambil nyetir pula ditikungan! Nggak takut mati apa?!"

"Begitulah tabiat orang sombong. Dia mengira bahwa dia sangat jago menyetir, jadi sambil memejamkan mata dan berciuman pun tidak akan terjadi apa-apa," komentar Riana dengan ketus. Rasa gusar dan amarah tergambar jelas di wajahnya.

"Memang kurang ajar tu Pak Benny. Udah dimaafkan malah berulah lagi," kata Enji memaki pria hidung belang yang merupakan ayah dari sahabatnya itu. "Modus banget datang kesini saat Nyonya Trisna sedang sekarat. Mestinya orang kayak gitu dibuang ke laut, tak usah dipungut kembali!"

"Betul," timpal Riana geram. "Kasihan Emily dan ibunya."

Kedua sahabat itu kemudian melangkah murung menuju sekolah. Bimbang menggelayuti pikiran mereka, tentang apakah perlu memberitahu Emily atau tidak tentang kejadian tadi.

Itulah yang sedang mereka diskusikan dengan serius tadi ketika Adella datang.

"Kalian kenapa sih?," tanya Adella sambil menatap Enji dan Riana berganti-ganti. Wajah kedua sahabatnya itu terlihat murung sekaligus gusar, tidak seperti biasanya.

"Kenapa emang?," tanya Enji sambil menatap Adella.

"Kalian seperti menyembunyikan sesuatu," kata Adella. "Jangan-jangan kalian memang sedang pacaran."

"Sembarangan!," Riana setengah berteriak. Namun tak urung wajahnya bersemu merah, dan Adella berani bersumpah bahwa dia melihat Riana tersenyum tersipu.

'Hmmm...terserah kalau nggak mau ngaku,' batin Adella sambil mengangkat bahu.

"Eh itu Emily datang," seru Enji sambil menunjuk keluar jendela. "Loh...kok tumben dibonceng naik motor?"

Adella dan Riana serentak menoleh ke arah yang ditunjuk Enji. Memang benar, Emily memasuki halaman sekolah dibonceng seseorang dengan menggunakan sepeda motor. Cowok yang membonceng Emily juga berseragam putih abu-abu seperti mereka. Ketiga orang itu menatap lekat-lekat ke arah Emily dan cowok itu.

Adella yang tiba-tiba sadar, dan seketika berteriak kecewa.

"Anjir!!! Emily!!! Kok tega sih menikung sahabat sendiri?"

Bab berikutnya