webnovel

Membekuk Bandar Narkoba

Perang terhadap narkoba dicanangkan di mana-mana. Semua orang diminta waspada terhadapnya. Penduduk tidak hanya disuruh waspada tetapi berperan aktif misalnya memantau lingkungannya termasuk keluarganya, jangan sampai terkena narkoba. Demikan pula yang terjadi di sebuah kompleks perumahan elit Villa Bukit Bentol. Di tempat itu Pak Ras, saudara sepupu Mayor Dud, bekerja sebagai pimpinan satuan pengaman atau satpam. Warga perumahan itu harus lebih waspada karena banyak anak-anak muda di kompleks yang menjadi korban narkoba. Bahkan ada beberapa yang telah mati karena overdosis. Kenyataan seperti itu sangat membuat prihatin keluarga dan warga kompleks. Untuk itu, lingkungan perumahan mewah itu telah dipagar tembok tinggi. Hanya ada satu pintu gerbang untuk keluar masuk dan itu diawasi satpam dengan ketat. Malah jumlah satpam ditingkatkan menjadi duapuluh orang. Mereka berupaya agar kompleks perumahan itu tidak kemasukan narkoba lagi. Kasihan para pengantar pesanan makanan semacam piza atau lainnya. Mereka harus bersedia digeledah untu memastikan kalau mereka bukan pemasok narkoba.

"Wah, mengantar ke istana presiden saja tidak seketat ini!" sungut salah satu sales makanan antar dengan merk Cilukba.

Satpam pun menghardik, "Memangnya presiden pernah pesan makanan yang belum terkenal ini?"

Meskipun begitu, ada beberapa anak muda yang sebelumnya menjalani perawatan untuk menghiloangkan ketergantungannya pada narkoba kambuh lagi. Mereka memakai narkoba lagi. Padahal, mereka mendapat pengawasan sangat ketat. Terus kapan dia bertemu orang dan mendapat barang haram itu lagi? Itu yang dikeluhkan Pak Ras di Pos Topi Merah adalah pemilik kompleks akan mengganti semua satpam bila kejadian-kejadan yang berkaiatan dengan narkoba masih juga terjadi. "Mereka akan mengganti kami, dan itu berarti kami akan menganggur! Karena kami dianggap kecolongan!"

"Lho, bukankah satpam sudah memantau orang yang hilir mudik keluar-masuk kompleks? Kenapa mereka masih bisa sakaw?" timpal Mayor Dud.

Snot dan Vista menyimak cerita mereka, dan tidak tahu arti sakaw. "Sakaw? Apa artinya itu, Om?" tanya Vista.

"Teler atau mabuk karena narkoba!" jawab Pak Ras. "Jangan-jangan mereka memiliki simpanan, sisa-sisa yang lalu!" Menurut cerita Pak Ras pula, bahwa warga Villa Indah Bentol sudah bersumpah dengan sungguh-sungguh untuk memerangi narkoba. Tapi, masih juga kecolongan. "Dengan cara apa pengedar memasok barang ke kompleks kami?'

Narkoba adalah kependekan dari narkotika, psikotropika, dan bahan/zat adiktif. Yang termasuk narkoba antara lain opium, heroin, ganja, dan masih banyak lagi. Ganja adalah tumbuhan perdu liar di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia, Nepal. Thailand, Laos, India, Colombia, dan Jamaica. Ganja tumbuh juga di daerah subtropis seperti Rusia bagian selatan, Korea, dan Iowa (AS). Hashish adalah getah ganja yang dikeringkan dan dipadatkan menjadi lempengan. Sementara kokain dihasilkan oleh coca, sejenis tumbuhan yang ada di lereng pegunungan Andes, Amerika Selatan. Sudah lama orang Indian dari suku Inca mengunyah daun coca untuk upacara ritual dan untuk menahan lapar dan letih. Narkoba sangat berbahaya.

Di kompleks perumahan itu juga dilakukan peraturan ketat, yang pernah memakai narkoba dikawal dan diawasi. Terutama ketika pergi keluar rumah atau areal perumahan. Keluarganya mengawal sekaligus mengawasinya. Takut mereka berhubungan lagi dengan pemasok narkoba. Tapi kenapa mereka masih bisa mendapatkan narkoba juga? Itu membuat warga belingsatan. Bukankah semua pintu gerbang perumahan dijaga ketat dan tidak sembarang orang bisa masuk.

"Mengapa narkoba berbahaya, Om?" tanya Snot.

"Karena narkoba merusak saraf otak. Orang kena narkoba tidak bisa berpikir normal lagi, yang dipikirkan hanya bagiamana agar bisa mendapat narkoba lagi. Dengan menghalalkan segala cara. Menjual hartanya, bila itu sudah habis maka mencuri atau bertindak jahat lainnya untuk mendapatkan uang buat beli narkoba!" jawab Mayor Dud.

"Bayangkan kalau semua orang jadi korban narkoba. Jadi apa dunia ini, hancur lebur!" sambung Pak Ras.

"Mungkinkah orang dalam sendiri yang jadi pemasok?" gumam Mayor Dud. Pak Ras tidak menjawab, karena sedang pening.

"Tampaknya tidak mungkin!"

"Mengapa?"

"Karena kami sudah bersumpah untuk memerangi narkoba!" jawab Pak Ras.

Mayor Dud tertawa, "Siapa tahu sumpahnya hanya di bibir. Bukan di hati!"

"Jangan berprasangka seperti itu!" dalih Pak Ras.

"Lho, kalau tidak berprasangka kami tidak bisa menyelidiki kasus ini!" kata Mayor Dud. Oleh Mayor Dud, Snot ditugaskan mendampingi Pak Ras. Memantau kegiatan warga kompleks perumahan itu. "Sepulang sekolah kamu ke Pak Ras. Catat apa saja yang mencurigaikan!"

"Baik, boss!" kata Snot. "Jadi saya nongkrong di pos Pak Ras?"

"Ya, tapi bukan hanya duduk dan baca koran!" kata Mayor Dud.

"Kalau pingin snack beli sendiri!" sahut Vista.

"Soal itu jangan khawatir. Kamu bisa bebas keluar masuk kompleks tanpa dicurigai. Kalau perlu kamu makan siang di sana. Dapat jatah makan seperti satpam. Kalau perlu lauknya kami tambah yang jadi kesukaanmu. Kamu suka lauk apa?" tanya Pak Ras.

"Telur keong!" jawab Mayor Dud cepat. Tak urung tubuh nan subur itu diserbu Snot dengan gelitikan-gelitikan sampai bos mie ayam itu kelimpungan.

Sejak saat itu bila sepulang sekolah Snot membantu Pak Ras. Pada hari kedua Snot membantu Mak Ras, ada anak muda yang dibawa ke rumah sakit. Lagi-lagi kena narkoba. Sorenya, Pak Ras dipanggil oleh keluarg anak muda itu dan diomeli karena dianggap tidak sanggup bekerja sebagai satpam. "Apa saja kerjamu? Mengapa ada orang yang bisa memasok narkoba ke anak saya?" Tentu kata-kata itu sangat memukul hati Pak Ras. Dengan perasaan sedih dan malu, Pak Ras meninggalkan rumah itu.

Snot melihatnya dengan iba. Snot sendiri belum mendapat petunjuk apa pun. Hanya saja beberapa kali dia dikejutkan oleh kepak sayap merpati. Dilihatnya ada merpati yang terbang pergi meninggalkan kompleks perumahan dan ada juga merpati yang datang. Memelihara merpati bukanlah sesuatu yang aneh karena banyak orang yang melakukannya.

"Maaf, Pak. Apakah warga perumahan seelit ini ada yang memelihara merpati?" tanya Snot.

"Ada! Mereka memelihara merpati-merpati mahal. Mungkin merpati pos!" jawab Pak Ras dalam suasana duka. Pak Ras lalu mengumpulkan anak buahnya. Memberi pengarahan lagi, agar mereka lebih memperhatikan orang yang keluar masuk kompleks perumahan. "Sudah habis-habisan kita dimarahi, dianggap tidak bisa menjaga keamanan lingkungan!"

"Anak mereka kena narkoba tetapi kita yang kena getah!" gerutu salah satu satpam.

Satpam yang lain juga tidak habis pikir. "Mending berurusan dengan maling karena lebih mudah!" ungkap satpam yang lain. "Barang-barang haram seperti itu kan dengan mudah dipesan dengan telepon!"

"Tapi barang itu harus diantar! Tidak bisa keluar dari kabel telepon!" sergah satpam lainnya. Snot melihat kegundahan anak buah Pak Ras dengan sedih.

"Bagaimana, boss? Apakah ada perkembangan?" tanya Mayor Dud ketika menjemput Snot.

"Kata mereka melawan narkoba itu seperti melawan setan. Tidak bisa dilacak!" jawab Snot.

"Bilang saja terus terang kalau kamu belum mendapat pertunjuk apa pun!" kata Vista.

"Jadi kamu belum mencurigai sesuatu?" tanya Mayor Dud.

Snot menjawab, "Belum! Yang harus kita pecahkan adalah bagaimana benda itu dikirim. Bukan bagaimana benda itu dipesan!"

"Mungkin ada sungai yang mengalir masuk ke komplek perumahan itu!" ujar Vista.

"Apa hubungannya sungai dengan narkoba?" tanya Snot. "Omonganmu kok tidak nyambung!"

Hi...hi...hi! Vista tertawa. "Justru kamu yang kurang cepat berpikir. Siapa tahu narkoba itu dikirim menggunakan kapal-kapalan kertas! Pemesan tinggal menunggu di tepi sungai!"

Boleh juga pemikiran Vista. Ketika bersama Pak Ras, Snot mencoba mencari selokan yang mengalir masuk ke perumahan. Tidak ada. Hanya selokan dangkal dengan air yang mampet dan tidak mengalir. Hanya saja Snot melihat beberapa orang di atap rumah yang berbeda sedang bermain merpati. "Mereka sudah lama memelihara merpati, Pak?" tanya Snot pada salah satu satpam yang dijumpainya.

"Sudah!" jawab satpam itu.

"Di mana mereka membeli merpati-merpati itu?"

"Ada teman satpam ang selalu disurh membeli merpati oleh mereka. Mungkin karena mereka gengsi!" jawab satpam itu.

"Sipa yang disuruh?"

"Pak Fol!"

"Di mana saya bisa bertemu Satpam Fol?"

"Minta Pak Ras saja, pasti dia akan datang!" jawab satpam itu. Snot mencari Pak Ras lalu mengutarakan maksudnya untuk bertemu Satpam Fol. Satpam itu dipanggil dan tidak lama kemudian sudah berada di pos utama. "Maaf, Pak. Katanya bapak sering disuruh membeli merpati oleh anak-anak muda di sini. Betulkah?'

"Betul, dari dulu mereka menyuruh saya. Harganya mahal-mahal!" jawab Satpam Fol.

Mendapat jawaban itu Snot lalu menghubungi Mayor Dud, mengutarakan keheranannya atas perilaku anak-anak muda di perumahan itu yang memelihara merpati. "Biasalah orang memelihara merpati! Memang asyik!" kata Mayor Dud mengomentari cerita Snot.

"Tapi saya curiga, mereka menjadikan merpati sebagai kurir untuk mendapat narkoba!" seru Snot. "Hayo, Om Dud sendiri yang pernah bercerita tentang merpati pos yang bisa untuk kirim surat!"

Mayor Dud diam lalu berkata. "Oke, kamu simpan dulu kecurigaianmu itu. Saya segera menemui Pak Ras!" Tidak lama kemudian Mayor Dud dan Vista datang ke pos utama satpam menemui Pak Ras dan mengajaknya berbicara di tempat lain. Agar tidak dicurigai. Setelah menyerahkan wewenang kepada Pak Blu, wakilnya, Pak Ras ikut mobil Mayor Dud. Tentu Snot tidak mau ketinggalan. Mayor Dud membelokkan mobil ke warung makan, kebetulan warung itu sepi. Mungkin gara-gara masakannya tidak enak. "Apakah mereka yang sakaw, juga yang meninggal dulu, memiliki merpati di rumahnya?"

Pak Ras mengingat-ingat. "Ya, mereka punya merpati. Tapi hanya kadang-kadang saja merpati itu dikeluarkan agar terbang bebas!"

"Oke, sekarang hubungi Satpam Fol. Hanya dia yang tahu ke mana mereka membeli merpati-merpati itu!" kata Mayor Dud. "Suruh dia menyusul kita. Nanti dia kita suruh menunjukkan tempat penjual merpati itu!"

Pak Ras menghubungi Satpam Fol. Tidak sampai satu jam Satpam Fol datang. "Saya membeli merpati di tempat yang ditunjuk oleh mereka. Di satu tempat, tampaknya mereka berlangganan merpati di kios itu!"

"Di pasar burung?" tanya Snot.

"Belum masuk ke pasarnya. Kios itu ada di pinggir jalan menuju Pasar Burung Pramuka!" kata Satpam Fol.

"Mereka selalu membeli burung di situ?" tanya mayor Dud.

"Ya di tempat itu. Tapi tidak hanya membeli, malah sering saya di suruh tukar tambah merpati-merpati itu!" jawab Satpam Fol.

"Tukar tambah merpati?" tanya Mayor Dud.

Satpam Fol mengangguk. "Kadang merpati yang saya bawa dihargai tinggi. Tapi yang sering, sih, tombok! Mahal juga!"

"Ratusan ribu?" tanya Mayor Dud.

"Ya!"

Mayor Dud sekilas menatap Snot dan Vista sambil tersenyum. Snot melihat gelagat enak. Mayor Dud tampaknya sudah mendapat titik terang, meskipun belum seterang lampu neon. Mayor Dud membayar makanan dan minuman, lalu mengajak mereka untuk mendatangi kios merpati itu. Satpam Fol memberi ciri-ciri kios langgannnya. Ketika sudah dekat Mayor Dud menghentikan mobil cukup jauh. "Saya dan Vista ke sana, yang lain tunggu di sini!" ujar Mayor Dud.

Lalu mereka berdua keluar dari mobil dan berjalan lumayan jauh dan menghilang ke dalam kios penjual merpati. Sekembalinya mereka membawa kantung kertas semen. "Kami membeli sepasang merpati!" kata Vista.

"Bukan menyelidik?" tanya Snot.

Mayor Dud tertawa terkekeh. "Ternyata ada merpati-merpati yang tidak boleh kami beli. Katanya merpati-merpati itu hanya untuk pelanggan!"

"Jadi, berdagang merpati sebagai penyamaran saja?" tanya Pak Ras.

"Harus dibuktikan, tidak boleh tergesa-gesa menuduh! Kami harus menyelidiki lebih jauh. Tolong ini dirahasiakan dulu. Jangan sampai bocor ke telinga orang lain!" kata Mayor Dud. Untuk menghindari kecurigaian anak-anak muda kompleks, Mayor Dud minta Pak Ras dan Satpam Fol kembali dengan naik angkutan umum. "Snot besok ke sana lagi!"

Begitu sampai di Pos Topi merah mereka bertiga membahas merpati-merpati itu. "Bagaimana dengan Satpam Fol?" tanay Snot. "Apa dia terlibat?"

"Tampaknya tidak. Dia tidak tahu jika merpati-merpati yang dibawanya itu dijadikan alat untuk mengrim narkoba!" kata Mayor Dud.

"Caranya bagaimana?" tanya Vista.

"Dia bilang sering diminta tukar tambah. Jadi terjadi pertukaran merpati. Merpati si pedagang dibawa Satpam Fol dan diberikan kepada penyuruhnya. Sementara, merpati si penyuruh ada di tangan pedagang!"jelas Mayor Dud.

"Mengapa harus ditukar?" desak Snot.

Mayor Dud menarik napas panjang, dia harus menerangkan sifat merpati kepada Snot dan Vista. "Merpati hanya bisa pulang ke kandangnya sendiri. Bukan ke kandang merpati lain!"

"Ya, sekarang saya tahu mengapa harus ditukar!" kata Snot. "Biar merpati itu nanti pulang ke kandang masing-masingnya. Begitu, kan?"

"Tepat! Merpati yang dari pedagang sampai di tangan si penyuruh akan dipakai mengirim duit pembayaran narkoba. Caranya, dengan mengikat uang di kaki merpati. Atau mengalungkannya di leher. Setelah itu dilepas dan kembali ke kandang di rumah si bandarnya!" terang Mayor Dud. "Setelah uang datang, maka merpati milik penyuruh gantian dilepas. Tapi di kakinya sudah diikat narkoba pesanan! Sudah paham?" kata Mayor Dud. "Bila sudah paham besok saya akan mengadakan ulangan buat kalian!"

"Hah, ulangan?" tanya Snot terkejut. "Sejak kapan Om Dud jadi guru kami?" Vista tertawa melihat tampang Snot yang lucu. "Jika begitu, kenapa mesti pakai uang tukar tambah?" tanya Snot lagi.

Mayor Dud tidak segera menjawab tetapi menoleh ke Vista. "Biar tidak dicurigai!" jawab Vista.

"Betul!" sambung Mayor Dud. "Atau bisa jadi, uang tukar tambah yang ratusan ribu itu sebetulnya uang pembayaran narkoba. Bukan harga merpati? Masuk akal, kan?"

"Ya, masuk kantong!" balas Snot. "Besok saya ke Pak Ras lagi?"

"Tidak! Kamu mengintip kegiatan pedagang merpati itu. Kamu amati baik-baik, siapa yang datang ke kiosnya dan mengambil merpati-merpati itu. Perhatikan juga, apakah di atas kiosnya itu ada kandang merpati dan orang yang menerbangkannya!" kata Mayor Dud.

"Bila tidak ada?" tanya Vista.

"Berarti pengiriman narkoba bukan dari kios itu, tapi di tempat lain!" jawab Mayor Dud. "Jangan sampai kamu dicurigai!"

"Kamu menyamar jadi topeng monyet saja!" tukas Vista. Snot melotot. "Itu sudah pas buat kamu. Tidak usah pakai topeng!?"

Snot tidak menanggapai kata-kata Vista. Keesokan harinya, sepulang sekolah Snot mengamati kios merpati itu. Cukup memantau dari jauh dengan sepeda mininya. Di atas kios itu tidak ada kandang merpati. Jadi, dia harus menunggu seseorang datang atau pergi membawa merpati ke tempat lain.

Sebetulnya Snot sudah tidak tahan jadi mata-mata, takut matanya belekan. Tapi, ada seseorang dengan sepeda membawa keranjang merpati, layaknya pelatih merpati. Di keranjangnya isi beberapa merpati lalu dibawa masuk ke kios. Tidak beberapa lama orang itu keluar dengan membawa merpati yang lain, karena warnanya berubah. Ketika orang itu mengayuh sepedanya, Snot memacu sepedanya agar bisa menguntit orang itu. Ternyata orang itu ke arah Salemba Bluntas. Snot menyusulnya tapi dengan menjaga jarak. Sampai di suatu rumah orang itu berhenti dan masuk besar. Snot melewati rumah itu sambil melihat nomornya. Setelah lewat agak jauh Snot berbelok lagi dan pura-pura atraksi dengan sepedanya.

Snot berputar-putar di daerah itu sebentar. Dilihatnya rumah besar bertingkat tiga itu beratap beton. Di atas atap beberapa orang sibuk dengan merpati, dan ada kandang merpati cukup banyak. Setelah yakin itu tempatnya, Snot meninggalkan daerah itu. lalu melaju ke arah Gereja Matraman. Di jalan kecil Snot berhenti dan mengambil hp di balik bajunya dan menghubungi Mayor Dud. "Saya sudah menemukan tempatnya. Bukan di kios itu, tapi di belakang RS Carolus!"

"Baik, sekarang kamu kembali ke Pak Ras!" kata Mayor Dud. "Awasi lagi, siapa lagi yang sakaw. Lantas, cek apa dia juga melihara merpati!"

"Dengan sepeda, kan, jauh?" tanya Snot.

Mayor Dud tertawa. "Ah, sambil olah raga!"

Snot tidak membantah. Dikayuhnya santai sepeda mininya. Dia memilih gang dan jalan-jalan sepi agar tidak bertemu mobil angkutan umum yang suka ngebut. Snot melihat mobil ambulan tergesa-gesa meninggalkan kompleks. Sampai di pos utama satpam tidak ditemuinya Pak Ras. "Di mana Pak Ras?" tanya Snot.

"Sedang dipanggil Pak Yu yang anaknya baru saja diangkat ambulan. Biasa, narkoba lagi. Mudah-mudahan saja jiwanya tertolong!" kata Satpam Ben.

"Apakah anak Pak Yu memelihara merpati?" tanya Snot.

"Ya!" jawab Satpam Fol yang tiba-tiba muncul sambil menatap Snot tajam. Snot tahu, Satpam Fol hendak mengatakan sesuatu padanya. Snot keluar dari pos utama dan pura-pura ke kamar kecil pos. Satpam Fol mengejarnya dan berbisik, "Sekarang saatnya bertindak. Jangan sampai jatuh korban lagi!"

"Kapan Pak Fol disuruh anak Pak Yu menukar merpati?" tanya Snot.

"Kemarin, sekitar jam tiga sore!"

"Baik, saya hubungi Mayor Dud!" kata Snot. Lalu diteleponnya Mayor Dud. "Sudah jatuh korban lagi, dia memelihara merpati! Baru kemarin dia menyuruh Pak Fol menukar merpatinya!"

"Baik. Saya hubungi kantor polisi. Kamu tetap di situ, kami akan mengadakan penggerebekan. Apakah Satpam Fol ada di situ?" tanya Mayor Dud.

"Ya, ada di depan saya!" Mayor Dud lalu menutup teleponnya. Snot melihat Satpam Fol gundah. "Polisi akan melakukan penggerebekan!" Tapi berita itu membuat wajah satpam itu memerah, tegang.

Tiga jam kemudian Mayor Dud menghubungi Snot. "Kamu pulang, sudah selesai. Polisi sudah menangkap orang-orang di kios dan rumah besar itu. Bersama merpati dan narkoba sebagai barang bukti! Ada bandar kelas kakap yang tertangkap bersama mereka!"

"Jadi perkiraan kita kalau merpati sebagai kurir benar?" tanya Snot penasaran.

"Benar! Diamankan pula merpati-merpati yang siap dilepas dengan kaki yang diikat kantong kecil berisi heroin!"

"Bagaiamna dengan Satpam Fol? Dia sangat ketakutan!" tanya Snot.

"Paling nanti jadi saksi saja Justru dari dia bandar dan pengedar narkoba tertangkap. Kalau Satpam Fol tidak menunjukkan kios merpati itu maka misteri pengiriman narkoba dengan merpati tidak terkuak!"

Snot melihat Satpam Fol dan berkata, "Sudah dilakukan penggerebekan. Mereka ditangkap!"

"Bagaimana dengan saya?" tanya Satpam Fol khawatir. Snot mengontak Mayor Dud lagi, lalu menyerahkan hp kepada Satpam Fol. "Bagaimana dengan saya?"

"Tidak usah cemas. Paling hanya diminta sebagai saksi di pengadilan!" jawab Mayor Dud.

Sejak saat itu, warga perumahan elit itu melarang penghuninya memelihara merpati. "Memelihara merpati sebetulnya tidak masalah, tinggal niatnya saja! Untuk diternak atau dijadikan kurir narkoba" cetus Pak Ras ketika bertandang di Pos Topi Merah. Bercerita kalau dirinya dan satpam lainnya kini telah lega, karena mereka tetap bekerja di tempat itu. Dan penghuni Villa Indah Bentol sudah minta maaf kepada mereka. Tapi mereka harus tetap waspada terhadap narkoba, karena para pengedar selalu mencari cara-cara baru untuk menjual barangnya.

"Oo.....!" seru Vista.

Mayor Dud berkata, "Hayo kalian tebak. Mengapa Nabi Nuh dulu menyuruh burung merpati untuk mengetahui banjir sudah surut atau belum?" Snot dan Vista tidak bisa menjawab. "Karena Nabi Nuh tahu sifat burung merpati. Burung merpati bila masanya bertelur maka mencari ranting pohon kering untuk dibuat sarang. Ketika merpati itu kembali ke perahu dengan membawa ranting kering maka tahulah bahwa banjir besar sudah surut!"

"Bagaimana kalau merpati itu tidak kembali ke perahu tetapi malah membuat sarang ke tempat lain? Misalnya di pohon!" kata Vista.

"Wah itu bukan sifat burung merpati. Burung merpati akan membuat sarang di tempat mereka tinggal. Bukankah selama banjir merpati tinggal diperahu bersama binatang-binatang lainnya?" kata Mayor Dud.

Giliran Snot mengajukan pertanyaan, "Sebesar apakah perahu Nabi Nuh sehingga bisa mengangkat banyak binatang?"

"Besar sekali tentunya!" kata Mayor Dud.

"Apakah dinosaurus juga diangkat perahu itu?" tanya Vista.

"Wow, masa itu dinosaurus sudah jadi fosil!"

Snot berkata, "Saya tahu binatang apa yang tidak dinaikkan ke perahu oleh Nabi Nuh!"

"Apa?" tanya Mayor Dud dan Vista bersamaan.

"Ikan!" jawab Snot singkat. "Tentu saja ikan. Mana ada ikan mati terkena banjir. Malah mereka berpesta pora kerena dunianya semakin luas!" (*)

Creation is hard, cheer me up!

setiawansasongkocreators' thoughts
Bab berikutnya