webnovel

Keberadaan Kepingan Artefak

Wajah si pemimpin di balik seragamnya langsung memasang wajah datar. Dia mengangkat tangan dan mengepalkannya. "Tangkap wanita dan kedua anaknya itu, mereka dituduh atas bekerja sama dengan seorang Buronan Internasional, dan bahkan mencoba menyelamatkannya!" titahnya tegas.

Nadanya terdengar geram dan bengis, tak main-main akan kalimatnya. Bahkan para bawahan di ruangan itu merinding. Semua yang ada di luar bisa mendengar suaranya, karena dinding gubuk yang begitu tipis.

Qelia terbelalak dan ingin memberontak. "Tunggu! Apa orang yang aku selamatkan itu Buronan Internasional?" tanyanya dengan nada tak percaya mengandung amarah.

'Sialan. Andai aku tau kalau itu adalah buronan, pasti dia tak akan kubawa ke gubuk,' batin Qelia dengan sedikit menyesal, tapi kemudian dia berusaha menghilangkan penyesalan itu. Lagi pula sudah tak ada gunanya bukan?

Apa yang terjadi biarlah terjadi. Sekarang yang harus dipikirkan adalah bagaimana nasib dia dan kedua anak-anaknya setelah kejadian ini. Apa mereka akan dibawa ke kota dan diinterogasi layaknya tersangka.

'Untuk saat ini aku belum siap. Bagaimana jika ada yang mengenali identitas asli tubuh ini,' batin Qelia sambil menghela napas panjang.

Salah satu petugas wanita yang membekuk Qelia mengangkat alisnya. Dia dari tadi mengamati tingkah Qelia yang sama sekali tidak ada gentar sedikitpun. Jika orang normal berada di situasi ini, pasti orang itu langsung berteriak, bergetar atau setidaknya gugup.

Akan tetapi, berdasarkan pada gerak-gerik Qelia yang dia amati. Petugas wanita itu sama sekali tak menemukan kegugupan. Bahkan dia mulai curiga dan yakin kalau Qelia bekerja sama dengan pria Alpha yang terbaring tak berdaya itu.

"Buat mereka pingsan!" titah tegas langsung terdengar ke telinga mereka yang menahan Aksvar, Vesko dan Qelia. Tanpa banyak omong, para petugas perempuan yang membekuk mereka langsung menekan titik akupuntur ketiganya.

Mereka berdua pun tak sadarkan diri, kecuali Qelia yang hanya berpura-pura. "Bawa tubuh mereka ke mobil," titah si pemimpin berjalan lebih dulu, dan di belakangnya berbaris para bawahan yang dia pimpin.

Mereka yang membawa tubuh Qelia, Aksvar, Vesko dan pria Alpha langsung memasukkannya ke dalam mobil. Setelah itu, mobil langsung pergi meninggalkan hutan.

"Misi selesai, kami mendapatkan Target beserta bawahannya. Sekarang, kami sedang dalam perjalanan menuju markas cabang terdekat untuk selanjutnya menuju markas pusat dengan Helikopter," jelas si pemimpin pada walkie-talkie yang dia genggam saat ini. Walkie-talkie itu terhubung dengan markas pusat.

"Diterima," jawab singkat orang dari markas pusat.

Setelah itu, panggilan yang tercipta dari walkie-talkie itupun terputus. Si pemimpin itu meletakkan walkie-talkie-nya di salah satu saku seragam. Kemudian dia melihat kedua tangannya.

'Bukankah harusnya aku merasakan lega? Tapi kenapa aku merasa khawatir, seperti akan ada yang terjadi,' batin si pemimpin mengepalkan kedua tangannya sambil menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan.

Wakil pemimpin yang mengemudi mobil di sampingnya itu mencuri pandang. 'Ada apa dengan ketua, sepertinya mood dia sedang buruk hari ini,' batinnya ikut resah. Dia tau bagaimana kejamnya sang ketua bila mood-nya sedang resah. 'Kuharap ketua tak akan melakukan itu,' sambungnya berharap dengan sangat-sangat besar.

"Dayne. Setelah kita sampai, kau pasti mau untuk berduel bukan?" tanya si pemimpin menatap wakilnya yang bernama Dayne.

Degg! Layaknya tak memiliki tenaga. Tubuh wakil pemimpin yang dipanggil Dayne itu langsung lemas. 'Baru saja aku berharap,' batinnya menangis dengan keras, tapi bibirnya menyetujui ajakan sang pemimpin, "Baik Ketua."

"Baiklah, kuharap kau serius. Percepat laju mobil," tutur si pemimpin tersenyum di balik topeng seragamnya.

Tak bisa membantah dan tak ada alasan untuk melakukannya. Pria yang berpangkat wakil bernama Dayne itu menambah kecepatan mobil. Mobil-mobil lain yang berada di belakangnya pun mengikut.

Entah berapa lama perjalanan mereka. Akhirnya mereka sampai di sebuah lorong bawah tanah. Dayne menginjak rem mobil. Jarinya menekan salah satu tombol di mobil. Seketika, jalanan di depannya bergetar. Di mana, jalanan itu terbelah dan turun layaknya lift.

Chasss! Suara desisan dan gesekan pertanda kalau jalanan yang turun itu sudah mencapai dasarnya. Mobil mereka pun kembali melaju, meninggalkan jalanan yang kembali naik ke atas tersebut.

Ckiit! Mobil pun akhirnya benar-benar berhenti setelah melalui lorong bawah tanah yang tersembunyi. Ada sebuah gedung di bawah tanah. Gedung itu adalah markas cabang.

'Syukurlah aku tidak dipisahkan dengan Aksvar dan Vesko,' batin Qelia bersyukur sambil mencoba mengintip ke arah Aksvar dan Vesko yang berada di sisinya. Namun, saat dia melirik ke sisi yang lain. Kedua tangan Qelia mengepal diam-diam.

'Kenapa juga dia harus ada di sini,' geram Qelia dalam hati.

"Hey, kata Pemimpin kita harus membawa mereka ke ruang interogasi," ucap salah satu petugas perempuan membuka pintu. Sesaat, dia menatap Qelia dan kedua anaknya.

"Anak-anak itu harus dipindahkan di sel terpisah," sambungnya dengan tatapan tidak suka. Mereka telah diajarkan untuk tidak memberi rasa kemanusiaan pada para penjahat.

"Mungkin saja kedua anak yang terlihat polos itu adalah pembunuh sadis. Melihat Ibu mereka seperti itu. Ah, atau jangan-jangan. Mereka berdua adalah hasil hubungan haram dengan Buronan Internasional ini?" cacian, hinaan dan makian tak berhenti terlontar dari bibir si petugas wanita itu.

Selama petugas perempuan itu terus mengoceh tak henti-henti. Qelia berusaha memendam amarahnya. Dia tak bisa ketahuan untuk saat ini. Secepat mungkin dia akan meningkatkan kekuatannya, berjaga-jaga jika mereka masih dianggap musuh dan tak bisa diajak negosiasi.

Selama dia berpura-pura pingsan. Qelia bukan hanya diam saja. Dia berkomunikasi dengan Xevanus. 'Xevanus, apa kau yakin di dalam sini ada artefak?' tanya Qelia dalam hati.

"Ya Tuan! Saya yakin dan sangat yakin. Saya bisa merasakannya dari sini, walau tidak tahu spesifik artefak itu berada di tingkat berapa. Karena ada yang menghalangi," jelas Xevanus dengan suara yang terdengar seakan sedang menemukan harta karun.

Memang harta karun sih sebenarnya. Sebab, artefak itu sangat langka dan luar biasa. Xevanus sendiri tadi menjelaskan ada sepuluh artefak yang terpecah dan terbagi di setiap penjuru dunia ini. Artefak yang barusan Xevanus rasakan, hanyalah kepingannya.

"Baiklah, kita tidak usah berbasa-basi lagi. Cepat bantu aku memborgol tangan mereka," tutur si penjaga perempuan tadi. Ada empat pasang borgol yang dipasang untuk satu orang.

"Hey, bangun!" teriak si penjaga perempuan dengan nada melengking. Aksvar, Vesko dan tentu saja si Buronan Internasional itu terkejut. "Ah, aku baru ingat kalau dia terluka. Sebaiknya bawa dulu dia untuk dirawat, setelah itu dibawa menuju ruang interogasi," tutur si perempuan melihat ke arah si pria Alpha.

Sejenak, si petugas perempuan yang tugasnya nyinyir sambil kerja itu terdiam. Dia terpesona melihat tatapan tajam yang diarahkan si pria Alpha. Sementara itu, si pria Alpha merasa jijik.

"Menjauhlah!" teriaknya kesal.

Bab berikutnya