webnovel

Mengaktifkan Segel Teratai

"Sekarang, wujud bintang yang mengamati dari cakrawala itu telah berakhir. Dan kini, saya memutuskan untuk menjadikan Anda sebagai Tuan yang akan saya layani. Mau itu di detik ini, bahkan sampai seterusnya," kalimat Xevanus sungguh membuat Qelia tak bisa berkata-kata.

"Sekarang, yang harus Anda lakukan adalah mengaktifkan segel atau ukiran teratai pada kening. Segel itu secara otomatis akan menyembunyikan keberadaan Anda sebagai Omega, dan melindungi Anda dari rangsangan feromon Alpha," saran Xevanus dengan nada memerintah.

Hanya itu satu-satunya cara untuk Qelia sekarang. Langkah kaki jenjang yang agak kusam itu langsung terhenti. Dia terdiam di tempat mendengar penjelasan Xevanus. "Bagaimana caranya aku mengaktifkan ini?" tanya Qelia dengan alis terangkat sebelah.

Xevanus tersenyum dari alam bawah sadar. "Syarat untuk mengaktifkannya adalah dengan menyalurkan tenaga dalam. Agar bisa mengendalikan tenaga dalam itu menuju kening, coba bernapas dengan perlahan. Kemudian, rasakan bagaimana napas Anda masuk dan keluar," jelas Xevanus serius.

Dia mengatakan langkah-langkahnya. Tanpa banyak omong, Qelia langsung menutup mata, lalu mencobanya seperti apa yang Xevanus perintahkan. Semakin lama, napasnya semakin lambat.

Dari alam bawah sadar. Xevanus bisa merasakannya. Kedua sudut bibir indah itu pun berkedut ke atas, membentuk senyuman indah.

"Jika Anda sudah bisa mendengar detak jantung sendiri. Maka langkah selanjutnya adalah dengan merasakan aliran tenaga dalam. Anda harus bisa mengingat rasanya." Xevanus kembali menjelaskan, dan Qelia pun mengikutinya.

Lambat laun, kening Qelia mengernyit. 'Perasaan asing yang waktu itu terasa ... entah kenapa terasa nyaman, seperti air yang sangat lembut menyentuh aliran darah,' batin Qelia dengan senyum yang merekah perlahan. Dia menikmati sensasi saat ini.

Penglihatan Xevanus tak luput dari senyum Qelia. "Perasaan nyaman sedang dirasakan bukan. Itulah tenaga dalam. Sekarang, bayangkan perasaan nyaman itu bagaikan air sungai yang sedang mengalir."

Xevanus memberi perintah seolah dia juga ikut merasakan apa yang Qelia rasa. Bukan karena apa Xevanus bisa menebaknya. Berdasarkan pengetahuannya yang sering menggunakan energi tenaga dalam.

Tenaga dalam itu berbentuk sesuatu yang nyaman. Bentuk dan ciri pendeskripsian rasa hangatnya berbeda. Tergantung lagi, apa yang nyaman bagi perasa tenaga dalam itu.

Seperti Qelia. Dia nyaman terhadap air, karena itu pasti berasal dari momen paling indah dalam hati. Sudah tentu, tenaga dalam yang dirasakan seperti air. Luar biasa nyamannya. Andai Qelia merasakan rasa hangat seperti angin sejuk, maka tenaga dalamnya seperti itu juga.

Persis sebagaimana apa yang Xevanus katakan sebelumnya. Qelia sedang membayangkan perasaan hangat, yang tak lain adalah tenaga dalam itu. Sebagai air yang mengalir tenang di sungai.

Dengan mata terpejam. Qelia berhasil membayangkannya. "Berjalanlah menuju air itu!" titah Xevanus yang langsung diangguki pelan oleh Qelia. Dia yang membayangkan dirinya di tepi sungai, langsung mendekat ke arah air itu.

"Sekarang, sentuh air sungai itu. Lalu bayangkan, bahwa air itu naik menuju kening!" sambung Xevanus yang menebak perasaan Qelia, melalui ekspresinya.

Kemudian, Qelia menyentuh air sungai yang dibayangkannya. Tanpa diduga, air sungai itu merambat naik ke tangannya. Seolah gravitasi sedang tak berguna. Naik, dan terus naik. Sampai ke leher, dan akhirnya ke kening.

Saat air itu sampai menuju kening. Benar-benar tak diduga selanjutnya. Di mana, air itu seperti meresap masuk ke dalam kening dengan membuat putaran layaknya angin topan.

Sakit layaknya ditembus jarum besar secara perlahan pun menerpa bagian kepala. Secara tidak sadar. Qelia menggigit bibir bawahnya, dengan kulit yang mulai pucat karena rasa sakit.

Kali ini, Xevanus tak membantu apapun. Dia hanya bisa melihat itu dari alam bawah sadar, walaupun dia sangat ingin membantu. "Ssshhh," ringis Qelia yang menggema di dinding goa, sampai Aksvar dan Vesko yang berada di luar goa terkejut.

Kedua bocah itu saling bertatapan dengan mata yang membulat. "Itu suaranya kayak Kakak pas kepeleset di dalam goa bukan?" tanya Vesko pada Aksvar. Aksvar mengangguk.

"Kayaknya, Mama lagi jatuh dalam goa?" sambung Vesko dengan polosnya. Dia pun segera bangkit dan melangkah mendekat ke bibir goa. "Kak, aku mau masuk liat keadaan Mama," sambung Vesko memasang raut wajah khawatir.

Aksvar terdiam. Sesaat kemudian, dia langsung bergerak cepat untuk menarik pergelangan tangan sang adik. Vesko yang tangannya ditarik, sontak melihat ke arah Aksvar dengan mata polos, seakan berkata; "Kenapa?"

Aksvar paham akan mata polos itu. "Kamu ingat pesan Mama bukan? Kata Mama, kita jangan masuk sebelum dipanggil. Kalau Mama memang mau panggil, harusnya Mama tadi bukan meringis 'ssshh', tapi manggil nama kita berdua," jelas Aksvar dengan pemikiran logisnya.

Dia mencoba menirukan suara ringisan Qelia yang terdengar dari dalam goa. Vesko seketika bungkam. Dia tak berkata-kata lagi, dan menghela napas. "Kita tunggu aja di situ," sambung Aksvar menunjuk ke arah pohon yang cukup teduh, tak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini.

Vesko menatap ke wajah Aksvar yang sedang yakin akan ucapannya. Mau tak mau, dan karena tak bisa membantah. Vesko lantas mengangguk lesu, lalu berjalan menuju ke bawah pohon teduh yang ditunjuk itu.

Aksvar tersenyum dari belakang. Beberapa saat, dia mencuri pandang ke arah goa. Seakan sedang menerawang jauh ke dalam goa. "Semoga Mama baik-baik aja," gumamnya dengan sorot mata yang jelas sedang khawatir.

"Kak, ke sini!" suara Vesko yang memanggilnya langsung membuyarkan semua lamunan Aksvar. Dia lantas mengubah sorot mata yang khawatir jadi seperti tak ada masalah.

"Iya!" jawabnya sembari menyusul ke bawah pohon teduh itu.

Sementara kita kembali ke Qelia. Kini, segel atau ukiran teratai yang ada di keningnya sedang bercahaya, membuat Xevanus yang memperhatikan di alam bawah sadar tersenyum.

Rasa sakitnya masih terasa, tapi perlahan Qelia merasa. Bagian keningnya seperti terisi, dan mulai penuh dari waktu ke waktu.

"Ketika Anda merasa kalau kening terasa penuh. Maka bayangkan, bahwa Anda sedang mengangkat tangan hingga tak menyentuh air sungai lagi," jelas Xevanus, "kemudian, bayangkan lagi, kalau air yang mengalir di tangan menuju kening itu, berhenti secara sendirinya."

Mengikuti langkah-langkah yang dijelaskan oleh Xevanus. Qelia membayangkan dirinya seperti itu. Secara menakjubkannya, air yang tadi merambat ke atas perlahan berhenti. Sementara sisa air yang sebelumnya, habis terserap ke dalam segel teratai.

"Sekarang buka kedua mata Anda. Selamat, Tuan sudah berhasil untuk mengendalikan tenaga dalam, sekaligus menggunakan tenaga dalam untuk mengaktifkan segel pada kening!" seru Xevanus dengan nada riang yang jelas terdengar dalam kepala Qelia.

Qelia membuka kedua matanya. Dia tersenyum bahagia, ketika mendengar penjelasan Xevanus kalau dia sendiri sudah berhasil mengendalikan tenaga dalam, dan menggunakannya untuk mengaktifkan segel pada kening.

"Sekarang, Anda tak akan ketahuan lagi sebagai Omega. Dan rangsangan feromonnya tak akan berfungsi pada Anda, tapi tetap bisa dirasakan ya. Hanya efeknya saja yang menghilang," jelas Xevanus.

"Ya, aku paham," jawab Qelia, "terima kasih, Xevanus."

Kalimat dari ucapannya itu membuat sudut mata Xevanus basah. Hatinya tersentuh dengan kata-kata yang sangat sederhana, tapi penuh makna.

'Sama-sama, Tuan,' balas Xevanus dalam hati.

"Sekarang, lebih baik Anda segera menyelamatkan Alpha yang berada di dalam goa sana. Saya sedang merasakan, kalau feromonnya melemah. Kemungkinan, dia sedang sekarat di sana!" Xevanus mengalihkan perhatian Qelia, membuat wanita dua anak itu tersadar.

"Ah! Aku lupa kalau tugasku apa!" Qelia terbelalak, dan kembali melangkah lebih jauh ke dalam goa.

Bab berikutnya