webnovel

Jawaban Kedua

"Persis seperti yang tadi Kakek katakan. Saya takut untuk mencari dan menemui ayah biologis dari anak-anak saya. Bukan tanpa alasan saya melakukan ini. Ada sesuatu yang sangat membahayakan kehidupan mereka, bahkan saya jika hal itu dilakukan ..." Qelia menjeda kalimatnya.

"Saya adalah seorang wanita yang memiliki status seorang Omega. Di mana, status Omega ini menjadi incaran para Alpha untuk menjadi budak penghasil keturunan mereka. Keberadaan saya sebagai Omega pun bisa dibilang satu-satunya yang tersisa," sambung Qelia dengan nada pasrah terucap.

Keyvano hanya bisa terdiam dengan kerutan kening yang mengisyaratkan, kalau dia sedang berusaha memahami jawaban dari Qelia. Sel-sel neutron pada otaknya pun berusaha menerawang ketika Xevanus menjelaskan secara detail ; apa itu Omega, Alpha dan Beta secara lengkap. Namun, tidak ada satupun ingatan yang mengatakan kalau keberadaan Omega itu langka.

"Berapa banyak Alpha yang akan mengincarmu?" tanya Keyvano mengangkat suara, ketika rasa penasaran dalam benaknya tak lagi tertahankan.

Andai Qelia yang sekarang ini memiliki bentuk manusia, pasti bola matanya akan terlihat jelas saat sedang melirik Keyvano.

Qelia dalam bentuk roh mati itupun menghela napas yang bisa didengar oleh Keyvano.

"Semua Alpha yang ingin memiliki keturunan berupa seorang anak dengan ras Alpha juga," jawab Qelia to the point. Keyvano pun bungkam dan mulai memahami beberapa situasi semasa Qelia hidup.

Suasana menjadi hening. Pria tua itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling yang masih sangat gelap tanpa ada cahaya, kecuali Qelia dengan wujud roh mati yang cukup terang. "Ini di mana? Kemudian, apa tujuanmu datang kepadaku saat ini dan menjelaskan itu semua?" tanya Keyvano kembali melirik ke arah Qelia di hadapannya.

Warna biru yang mendominasi mulai terlihat samar. Secara perlahan digantikan dengan warna merah yang mulai nampak jelas. "Ada beberapa yang ingin saya sampaikan. Pertama, Kakek bebas menggunakan tubuhku sekarang. Kedua, ukiran teratai yang tadi terukir seperempat jadi sudah saya perbarui, dan perlengkap, juga modifikasi dengan kekuatan jiwa saya," jelas Qelia tak melanjutkan ucapannya, untuk menarik napas dalam-dalam.

Qelia kemudian melanjutkan kalimat yang terjeda ; "Ketiga, saya ingin Anda memastikan bahwa Aksvar dan Vesko benar-benar tumbuh dengan baik. Jika salah satu dari mereka nakal, jangan segan-segan untuk memberikan hukuman sesuai kesalahan mereka!"

Warna biru pun kembali mendominasi, menyisihkan warna merah dari wujud roh matinya saat ini. Sekali melihat, Keyvano juga tahu kalau Qelia sedang merasakan emosi sedih. 'Mereka yang sudah tiada menampilkan ekspresi melalui warna wujud mereka?' tanya Keyvano dalam hati.

Dia mengangkat kepala dan menatap Qelia dengan tekad dan kejujuran. "Jangan khawatir, aku akan berusaha semampuku untuk merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Tapi, jangan terlalu berharap padaku," tutur Keyvano yang masih tidak percaya diri.

Nada terakhir yang dia ucapkan pun terdengar sangat menyedihkan. Sehingga Qelia yang sebelumnya merasakan kesedihan, kini merasakan sedikit kasih sayang tulus dari pria tua di hadapannya. Itu bisa dilihat dari warna merah muda pada wujudnya.

"Kakek, saya percaya dengan Anda karena melihat bagaimana kehidupan masa hidup sebelumnya. Jujur saja, saya juga ingin Anda membuat kenangan baru tanpa penyesalan. Harapan besar telah dialihkan ke dalam genggaman Anda, Kakek, tutur Qelia bernada lembut.

Di samping nada lembutnya. Suara yang dia keluarkan juga terdengar yakin dan pasti, tanpa ada keraguan sedikitpun. Seolah sudah sangat percaya dan menaruh harapan yang besar pada Keyvano, untuk merawat keduanya. Keyvano yang mendengar itu pun tersentak.

Dia mengembuskan napas pelan sambil tersenyum. Rasa percaya diri seperti tersusun kembali dalam hati, setelah mendengar penjelasan Qelia. "Serahkan padaku!" balas Keyvano tegas dengan penuh keyakinan dan kepercayaan pada dirinya sendiri.

Warna merah muda pada roh Qelia sekarang semakin terpancar, itu mengisyaratkan bahwa dia tersenyum dengan penuh kasih sayang dan ketulusan. "Baiklah Kakek. Sekarang, aku sudah menjelaskan semua yang belum sempat kuberitahukan padamu. Ini adalah waktunya kita berpisah, selamat tinggal dan kembali ke dunia nyata!" seru Qelia begitu tiba-tiba, tanpa ada peringatan sedikitpun.

Kedua bola mata Keyvano terbelalak tak percaya untuk Qelia selama sesaat. Wujudnya yang berbentuk api membara itu mulai padam secara perlahan, cahayanya juga mulai redup. "Tenang Kakek, saya tidak benar-benar pergi sepenuhnya. Sebab, saya juga memantau dari ujung Surga tempat saya tinggal di sana," lirih Qelia sebelum menghilang sepenuhnya.

Keyvano yang ingin mengatakan sesuatu pun sudah tak bisa, dia sadar kalau sudah terlambat saat Qelia mulai menghilang dari pandangannya. Tak lama setelah itu, tempat yang gelap tanpa ada cahaya sedikitpun mulai memudar dan berganti warna putih.

"Apa yang terjadi?" tanya Keyvano dengan nada lirih sekali. Tak lama berselang saat Qelia menghilang, pandangannya dipenuhi warna putih hingga tak lagi mampu melihat apa-apa selain warna putih.

Di dunia nyata, pada gubuk yang usang ....

Jiwa Keyvano kini kembali mengisi tubuh Qelia, walau dia masih belum mendapatkan kesadarannya. Namun, di saat yang bersamaan kala itu. Tubuh Qelia tiba-tiba dipenuhi oleh energi tenaga dalam yang sangat melimpah, bahkan semuanya mengalir secara teratur.

Ukiran teratai yang tadi terhenti pun kembali berlanjut. Akan tetapi, ukiran itu tak sama seperti sebelumnya. Ini terlihat lebih indah, megah dan berkharisma. Seakan menambah ke-elokan pada setiap jengkal tubuhnya.

Aksvar yang melihat itu menghentikan tangisnya dan melihat ke arah kening Qelia dengan penuh tanda tanya. "Ma?" panggil Aksvar penasaran. Nada yang terucap begitu lirih, penuh ketakutan dan trauma mendalam yang sebelumnya dirasakan ; saat dia hampir kehilangan sang mama.

Vesko pun ikut menghentikan tangisnya ; mengikuti tingkah sang kakak. Kemudian dia ikut melihat ke arah kening sang mama yang berpendar.

Netra hitam legam keduanya mengamati dengan sangat teliti. Bagaimana cahaya yang menyelimuti kening sang mama, sedang mengukir bentuk aneh, tapi indah dan membuat mereka kagum tanpa disadari.

Reaksi mereka berdua itu jauh berbeda dengan Xevanus yang baru menyadari. Dari alam bawah sadar, dia mengukir ekspresi terkejut dan tak percaya. Apalagi semasa dia merasakan aliran energi tenaga dalam yang sangat melimpah dan teratur.

"Ini adalah keajaiban!" serunya pelan sambil bangkit dari posisi duduk, lalu mendekat ke arah layar yang dia ciptakan menggunakan kekuatannya sendiri. Tak lama berselang, cahaya itu mulai hilang dengan ukiran yang perlahan selesai terukir.

"Sudah selesai?" tanya Xevanus pada dirinya sendiri.

Kalimatnya masih menunjukkan kalau dia tak percaya. Tentu saja dia tak percaya. Bagaimana bisa ukiran teratai itu tersambung, juga alirannya sangat teratur. Padahal dia sama sekali tidak membantunya, sedikitpun!

Xevanus terdiam saat dia teringat waktu tenaga dalamnya tak cukup untuk membantu sang majikan. "Kekuatanku masih kurang semenjak dipanggil turun ke dunia ini." Xevanus menjeda kalimatnya dan menatap kedua telapak tangan dengan cermat.

Puas menatap kedua telapak tangan, dia pun mengepalkannya sambil memejamkan mata, lalu menatap ke arah layar yang menampilkan Qelia, Aksvar juga Vesko di dalamnya. "Aku harus meningkatkan kekuatanku kembali agar bisa melindungi Tuan. Sebelum dia keluar dari hutan ini," sambung Xevanus pelan. Dia menatap layar dengan tekad yang terpancar jelas.

Tak perlu waktu lama setelah dia mengucapkan kalimat itu. Keyvano yang masuk ke dalam tubuh Qelia sendiri mulai bereaksi, karena mendapatkan kesadaran dan kendali atas tubuh itu secara penuh.

Kedua kelopak matanya bergetar, lalu mengerjab secara perlahan untuk menyesaikan cahaya yang masuk menembus retina mata. "Di mana ini?" tanyanya pelan dengan nada bergumam. Sangat khas seperti orang yang baru bangun tidur.

Kedua mata Aksvar dan Vesko pun mulai basah dipenuhi air mata, ketika melihat sang mama terbangun dari tidurnya. Tak mau menunggu lama dengan rasa rindu membuncah di hati. Keduanya langsung memeluk tubuh Qelia secara serentak sambil berteriak ; "Mama!"

Qelia pun terdiam sesaat ketika mendapatkan pelukan penuh kasih sayang, rasa khawatir dan rindu yang mendalam dari dua bocah kembar di atas tubuhnya saat ini. Kemudian, Qelia yang aslinya kakek-kakek itu sadar, kalau dia sudah kembali ke dunia nyata.

Kedua sudut bibirnya pun tertarik, tapi tangisan Aksvar dan Vesko mulai terdengar. Mereka berdua takut kalau akan kehilangan sang mama dalam waktu dekat.

Qelia langsung tersadar dan seketika menggerakkan tangannya yang terasa kaku, untuk mengusap punggung keduanya agar bisa tenang. Namun, bukannya tenang. Mereka malah semakin menjadi-jadi karena kembali merasakan usapan kasih sayang seorang mama.

"Jangan menangis Sayang-sayangnya Mama yang tampan. Mama di sini!" tutur Qelia dengan sangat lembut, seraya mengecup ubun-ubun kepala keduanya secaar bergantian.

"Tuann!" teriak Xevanus dengan rindu, dari alam bawah sadar. Qelia yang mendengar nada Xevanus yang berteriak itu langsung merespon dengan tubuh tersentak perlahan. Namun dia tak marah, tetapi tersenyum.

'Jangan berteriak seperti tidak bertemu berhari-hari Xevanus,' balas Qelia dalam hati.

Bab berikutnya