"Ma?" Aksvar terus memanggil gelarnya yang sekarang sebagai seorang ibu, pikirannya berputar keras bagaimana menjelaskan semua ini kepada bocah yang sekiranya masih belum bisa paham tentang hal-hal erotis.
"Ah itu ... tadi Mama sedang memikirkan cara berburu dan menyimpan makanan, agar lebih lama lagi untuk kita!" secara otomatis, bibir Qelia mengeksekusi sebuah ide yang terlintas begitu saja dalam benaknya, tanpa berpikir apakah itu bagus atau tidak. Namun, pemikirannya terdengar begitu jujur dan alami langsung.
Aksvar terdiam tak tahu harus mengatakan apa. Kepalanya menunduk, diam-diam tangannya mengepal marah karena dirinya tak berdaya dan hanya bisa menjadi beban untuk sang mama.
'Aku ingin cepat dewasa untuk melindungi Mama, dan menggantikannya berburu!' pinta Aksvar dalam hati dengan tekad kuat yang seperti tak akan bisa digoyahkan, walau badai menerjang.
Suasana menjadi canggung. "Tuan, saya menawarkan dua pilihan untuk Anda berlatih ilmu yang saya ajarkan nanti. Pertama, Anda bisa melatih diri di sekitar gubuk. Kedua, Anda bisa melakukan pelatihan di alam bawah sadar!" tawar Xevanus memecah keheningan.
Qelia terdiam tak tahu harus berkata apa untuk saat ini. Netra merah muda miliknya mengarah pada Aksvar yang berstatus sebagai anak kandungnya saat ini. Dia memejamkan kedua matanya sambil mendongkak ke arah langit-langit gubuk.
'Aku akan berlatih di dunia dua tempat. Bisakah kamu atur ketika aku tidur, kamu memasukkanku ke alam bawah sadar, dan untuk di dunia nyata, aku ingin berlatih sambil berburu agar tidak diketahui anak-anak!' jawab Qelia dalam hati.
Keahlian bela diri dan pemikiran itu penting, tapi, dalam bela diri. Melatih fisik itu juga tak kalah pentingnya. Ada saat di mana dominan harus menggunakan pikiran, dan ada saat di mana dominan untuk menggunakan fisik.
"Latihan ini akan sangat berat dari semua latihan yang Anda jalani Tuan, karena tubuh Anda saat ini bukanlah tubuh manusia biasa. Di dunia yang Anda tempati ini terdiri dari tiga jenis manusia!" peringat Xevanus menjeda ucapannya. Qelia mulai terdiam dan menyimak, dengan kening mengerut penuh tanda tanya.
Xevanus pun mulai melanjutkan penjelasannya, di saat itu, Qelia mulai menyimpulkan. Tiga jenis manusia terdiri dari Alpha, Omega, dan Beta.
Diawali dari pemegang gelar Alpha yang sudah terkenal dengan stempel sebagai bibit unggul di antara kasta jenis manusia ini. Sebab, seseorang yang memiliki gelar Alpha akan menghasilkan atau memiliki kemampuan juga kepintaran di atas manusia normal (Beta) pada umumnya.
Kedua ada Beta, jenis manusia ini sangat banyak dalam setiap kehidupan di bumi hingga saat ini, bahkan terus-menerus berpopulas bertambah. Sementara spesies atau jenis Alpha dan Omega semakin berkurang.
Ketiga ada Omega, jenis manusia yang dianggap sebagai paling lemah di antara tiga spesies ini. Ada sebuah rahasia tersembunyi. Di mana, Alpha hanya bisa dihasilkan dengan spesies Omega.
Tak bisa dengan seorang Beta, kalau ada seorang Alpha yang bersama dengan jenis Beta. Mereka hanya akan menghasilkan spesies 'Beta' atau 'Omega', sampai kapanpun tak akan bisa menghasilkan 'Alpha', lalu seorang bergelar Omega bisa dipegang oleh lelaki maupun perempuan tanpa terkecuali sedikit pun.
'Jadi ... semua ini bisa berpasangan satu sama lain, tapi jika ingin menghasilkan seorang Alpha, mereka hanya bisa menghasilkannya dengan berpasangan bersama Omega. Omega ini tak terbatas pada perempuan saja. Namun juga laki-laki, kan?' batin Qelia menyimpulkan dengan ekspresi serius.
"Benar!" jawab Xevanus singkat. "Tuan, jangan lupa kalau Anda harus berburu untuk mengisi bahan makanan, di sini tidak ada teknologi, karena gubuk terletak jauh di dalam hutan!" sambung Xevanus mengingatkan.
Qelia tersentak dari lamunannya dan langsung teringat, begitu akan bangkit. Dia sadar kalau Aksvar terus memperhatikannya, lalu Vesko tertidur lelap di atas pangkuannya.
'Bagaimana caraku menjaga mereka secara bersamaan?' tanya Qelia membatin.
Xevanus yang duduk di atas teratai raksasa mengukir senyum smirk, walau Qelia tak melihatnya, tapi perasaan yang ia rasakan sangatlah tak mengenakkan. "Jangan khawatir Tuan, Mawar Kelopak Warna berada dalam gelang Vesko akan menjaga mereka dari gangguan!" jawab Xevanus.
Qelia melirik ke gelang yang dimaksudkan. Bibirnya berbentuk ke huruf O, lalu ia melihat ke arah Aksvar yang masih terdiam. Ekspresi kakak dari Vesko itu terlihat sangat serius, entah apa isi pikiran bocah tampan itu.
"Var!" panggil Qelia tersenyum smirk, mengulurkan tangan menepuk bahu si bocah. Ekspresinya langsung dirubah menjadi terkejut, sangat imut seperti anak anjing yang ingin menangis.
"Mamaa," panggilnya manja, seakan tak suka dikejutkan. Kekehan kecil terdengar merdu dari bibir Qelia, kala ia merasa berhasil menjahili sang anak. Aksvar semakin berkaca-kaca.
Melihat itu, Qelia langsung berhenti terkekeh dan memeluk putra sulung si pemilik tubuh yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. "Jangan menangis ... Mama mau berburu dulu, jangan ke mana-mana, jaga Vesko di sini ya!" pintanya lembut.
Aksvar mengepalkan tangan. 'Aku masih lemah, padahal Mama baru saja bangun dari sakit tukang tidurnya kemarin, tapi sekarang Mama berburu lagi, aku memang lemah!' umpatnya pada diri sendiri.
Andai Qelia tahu isi hati dari sang putra, pasti dia akan langsung marah dan tak suka, menjelaskan panjang lebar seperti menceritakan sebuah dongeng. "Siap Maa!" jawab Aksvar mengeraskan kepalan tangannya.
Dia sangat tak ingin membiarkan itu terjadi, tapi apa daya? Aksvar sadar, kalau dia ikut hanya akan menjadi beban tambahan untuk sang mama—Qelia.
Melepaskan pelukan dengan sangat hati-hati, tak ingin Aksvar tersinggung, karena setahunya. Anak-anak itu sangat sensitif dan mudah sekali terluka, terlebih pada anak polos seperti mereka berdua.
"Baiklah, jaga Vesko seperti apa yang Mama katakan, jangan keluar gubuk!" Qelia bangkit dari posisinya ketika kalimat peringatan dan nasihat sudah ia ucapkan. Menarik pintu gubuk rapuh, dia mulai melangkah keluar hingga akhirnya menghilang.
Aksvar mengintip dari celah pintu, setelah tak melihat sosok sang mama, dia bergerak menutup pintu secara perlahan, begitu pintu ditutup, punggungnya bersender pada kayu rapuh sebagai akses keluar masuk gubuk tersebut.
Mendongkak ke atap gubuk yang banyak celahnya. Aksvar mengepalkan tangan. "Aku harus bisa kuat dengan cepat untuk bisa membantu mama banyak-banyak," gumamnya penuh tekad, melirik ke arah sang adik—Vesko.
***
Memastikan bahwa dirinya sudah menjauh dari area gubuk, Qelia melirik ke arah sekitar, tak ada siapa-siapa. Hanya ada pohon rimbun dan keheningan yang menyertainya.
"Tuan, Anda tidak membawa apa-apa, apa Anda yakin bisa berburu?" tanya Xevanus dari alam bawah sadar, suaranya muncul secara tiba-tiba dan kembali mengejutkan Qelia.
Bibirnya berdecak. "Tidak bisakah kau memberikan peringatan sebelum berbicara? Aku selalu terkejut begitu kau membuka suara secara tiba-tiba," ungkapnya to the point, dan kembali melangkah menyusuri pepohonan.
Xevanus kembali terkekeh dan memasang wajah seperti anak polos yang tidak mengetahui apa-apa. "Maaf Tuan, tapi saya tidak tahu bagaimana cara untuk memperingatkan Anda sebelum saya muncul. Satu-satunya cara agar Anda tidak terkejut adalah membiasakan diri!" balas Xevanus polos.