genangan darah yang mengalir di bawah kakiku masih terasa hangat dengan banyaknya ptongan tubuh bergelimpanagn di dalam bus. Bau anyir seakan menusuk hidung, membuatku ingin memuntahkan segala isi perutku yang sebenarnya juga belum kuisi sejak pagi.
Aku tak bisa berdiri lebih lama lagi, tetapi juga tak mau sampai semua anggota tubuhku bisa menyentuh genangan cairan merah pekat yang terus saja mengalir dan entah kenapa volumenya bertambah deras serta tinggi.
"Enggak, ini pasti cuma halusinasi aja, ini cuma mimpi, ini gak kenyataan, ini gangguan setan!" Aku menutup mata, berharap apa yang terjadi hanya pengelihatan yang diciptakan makhluk-makhluk astral, sosok-sosok tersebut bahkan tak bisa menyentuhku.
Aku mulai mendengar tawa lagi, nyaring menusuk kuping dan membuat mataku berbayang. Segalanya menjadi buram, bahkan susah sekali aku unutk berfokus pada satu titik cahaya yang mulai datang dari sisi kanan, aku mengerang, tapi suara tak keluar sama sekali, ini sangat menjengkelkan, kenapa aku yang sudah sejauh ini masih saja mengalami gangguan yang bertubi-tubi.
Apa bedanya aku pergi dan aku di rumah itu. Apa bedanya aku dengan Mas Fadil atau tidak, toh mereka tetap bisa meeracuni pikiranku dan menerorku dengan rasa takut yang teramat kuat.
Beberapa kali aku meyakinkan diri kalau ini hanyalah khayalanku yang sudah menjadi-jadi.
Akan tetapi genangan darah itu malah semakin menjadi juga, pergerakan cairan kental yang tak bisa kujelaskan apa yang kursa ketika melihatnya, sangatlah mengganggu.
Kini cairan itu sudah menyentuh betisku dan serperti ada ombak yang membuatnya bergerak-gerak.
Aku berteriak memanggil nama Mamah hingga Mas Fadil, hingga aku merasakan punggungu ditepuk beberapa kali, dan aku mmebuka mata.
"Mba, mimpi?" tanya seseorang pria yang kuketahuoi adalah kernet bis yang aku tumpangi.
Aku bangkit dan melihat keadaan bis yang masih melaju, aku sampai hampir jatuh dan untunglah dipegang oleh kernet tersebut.
"Kalau baru bangun tidur, jangan langssung jalan, Mba, tenang saja sebentar lagi kita akan sampai ke tujuan, hanya beberapa kilo meter saja, silakan kembali duduk saya akan ambilkan minum di depan, janagn bergerk dulu, ya?" katanya, matanya terus saja menatpku dan dia melihatku dengan sorot yang sulit.
Sebelum dia benar-benar pergi dan meninggalkanku, aku lebih dulu bertanya, "Mas, di sini gak ada apa-apa kan? dari tadi saya cuma mimpi, kan, Mas?" tanyaku, mungkin dia mendengar ini sebagai kekonyolaku saja, terlihat dari wajahnya yang semakin tak bisa menahan kebingungannya kepadaku yang masih sempat di tengah-tengah jalan menanyakan hal radom kepadanya.
'Iya, Mba, dari tadi kita gak ada apa-apa, kok, aman-aman aja, Mbak gak usah khawatir, makanya duduk yang manis di sini, biar saya ambilkan air mineral dari depan, ya."
Pria itu melepas tanganku perlahan-lahan, walaupun rasanya aku tak bisa menjauh begitu saja karena aku masih trauma dan merasakan bau anyir bellum benar-benar hilang, seakan-akan menempel di hidungku.
Aku mengambil duduk lebih ke pinggir agar bisa mengawasi pergerakkan kernet. Dari sini bisa melihat dia mengambil air mineral di sebuah kardus dekat sopir.
Akan tetapi, dia sepertinya belum juga beranjak. Sepertinya sedang berbincang dengan sopir dan dia mengangkat tangannya kepadaku yang terus saja berharap agar pria tersebut datang segera.
Aku menghela napas, bukannya ke sini, dia malah semakin serius berbicara hingga tak memperhatikanku lagi.
Aku menyandarkan kepala di punggung kursi penumpang, entah mengapa ada perasaan aneh, aku merasa ada yang sedang memperhatikan dari arah kanan.
Mumpung keadaan di sini normal menurut pengelihatanku yang tadi terlihat sangat mengerikan. Aku memberanikan diri menatap ke arah yang mencurigakan lalu benar apa yang kurasakan karena ada seorang wanita yang perawakannya mirip sekali dengan Mamahku, dia sedang menatapku dari kursinya.
Posisi wanita itu di pinggir sama sepertiku, dia memakai gamis berwarna salem dan warna kerudungnya juga senada.
Aku hanya tersenyum sebagai tanda sapaan sekkaligus sopan santun dengannya.
Ibu itu sepertinya salah mengartikan, karena dia tiba-tiba berdiri dan malah mendekat kepadaku.
"Neng, hatii-hati."
Aku memejamkan mata sebentar dan mulai punya firasat buruk lagi. Dalam hati sudah berpikiran jelek kalau Ibu ini adalah salah satu makhluk tak kasatmata yang mau menggangguku lagi.
Aku tertawa miris, merasa kalau apa yang sedang terjadi tak pernah ada ujungnya. Kupikir sudah selesai, tetapi masih saja ada yang mengganggu.
"Neng," panggilnya lagi, kali ini disertai dengan colekannya di pipiku.
Aku mulai kehilangan kesabaran dan hendak memarahinya, tetapi dia malah berbalik badan dan kembali ke kursi penumpang, Tatapannya kembali kepadaku dan dia tersenyum, lalu berkata lagi.
"Mereka tak akan berhenti."
Kernet menarikku pada kesadaran yang sejak tadi hendak menghilang dari diriku sendiri. Akibat perkataan Ibu itu.
Aku menerima air yang diberikan dan segera menenggaknya dengan rakus sampai menyisakan sedikit saja di ujung botol.
Karena masih ragu dengan keaslian Ibu itu manusia atau makhluk ghaib, aku sengaja bertanya kepada kernet.
Ibu itu duduk berdua dengan seorang wanita yang sepertinya sibuk dengan ponsel, dan menelepon seseorang sambil marah-marah, aku sampai tak habis pikir, kenapa semua orang tak ada yang memarahi orang itu, atau mungkin segan karena Ibu itu. Entahlah.
"Mas ibu yang duduk di samping cewek itu, kenapa masih ngeliatin kita?" tanyaku.
Kernet bis itu menghaddap ke arah Ibu yang tadi, dan dia mengerenyit.
"Ah, Mba salah liat, kali. Jelas-jelas Ibu itu duduk sendiri."
Aku kehilangan kata-kata karena orang yang kupikir sekaligus kutuduh sebagai makhuk halus itu, hanya karena cara dia berkata dan menyapaku, ternyata benar-benar manusia. Sementara orang yang duduk di sampingnya ternyata tak terlihat selain diriku.
Aku tak mau ikut campur dan mengalihkan pandang, kernet meninggalkanku dan bilang kalau ada apa-apa bisa memanggilnya.
Aku menurut dan entah kenapa aku malah mendengar Ibu itu memanggilku kali ini dengan naama lengkapku dan dia juga bilang kalau Mas Fadil masih mencarimu.
Aku kembali menengok dan Ibu itu melambaikan tangan, dia juga menyenggol wanita yang ternyata hantu tu agar melambaikan tangannya kepadaku.
Rasanya aku mau pingsan, tapi entah kenapa malah terasa berat untuk mengalaminya, aku tak bisa sekadar mengalihkan pandangan sampai efek kaku seperti itu selesai, dan wanita yang sejak tadi di sana, sudah menghilang.
Aku tak mau sama sekali berbicara dengan Ibu itu. Aku rasa dia dirasuki oleh banyak hantu yang memang tak rela aku meninggalkan mereka, Makanya semua orang termasuk dirinya memang dirasuki sejak tadi aku hampir tak mengerti dengan dia.
Kemudian, tak lama aku merasakan bis mulai berbelok dan kernet memintaku duduk dengan benar, aku melakukannya.
Bis berhenti dan aku akhirnya bisa turun dengan selamat sampai tujuan.
Aku berjalan keluar dan hendak mencari kendaraan agar bisa cepat pulang di rumah.