webnovel

Chapter 02. Skill Berpedang (2)

Pagi hari telah datang, aku yang masih tertidur pulas terbangun ketika secercah cahaya matahari mengenai mataku. Aku bangun dari tempat tidurku dan membuka lemari melakukan hal-hal seperti biasanya.

Namun itu di kehidupan sebelumnya, sekarang tidak ada namanya sekolah ataupun universitas yang ada hanyalah akademi dimana tempat pelatihan sihir, pertarungan dan pelatihan pedang.

"Richard cepat bangun! Makanan sudah siap" Teriak ibuku di ruang makan. Aku berjalan keluar kamar dengan rambut yang masih belum kurapikan. Diruang makan terlihat sudah ada ayahku yang duduk siap menyantap hidangan pagi.

"Kemari anakku" Ucap ayahku menyuruhku duduk di sampingnya. Aku langsung duduk di samping ayahku, lalu ibuku datang membawa sarapan pagi. Sarapan pagi ini hanyalah daging biasa, karena keluargaku bukanlah orang kaya jadi untuk membeli daging kualitas tinggi kami tidak mampu.

'Daging ini sangat susah dikunyah, dan lagi nasi yg di masak juga hampir basi'

Aku sedikit merasakan arti bersyukur saat itu juga, di kehidupan sebelumnya aku terlalu berfoya-foya karena hidup di keluarga yang kaya. Dalam batinku aku mengatakan akan mengubah kehidupan orang tuaku. Tidak ada daging kualitas rendah lagi, tidak ada nasi basi lagi, itu janjiku.

.....

Sarapan pagi selesai, makanan telah habis dimakan oleh ku dan orang tuaku. Aku beristirahat sejenak membiarkan makanan-makanan itu di proses oleh perutku. Setelah itu, ya tentu saja aku akan latihan pedang dengan ayahku.

10 menit berlalu, perutku yg awalnya menggembung seperti balon kini mulai kembali seperti semula. "Richard kemarilah, sudah waktunya bagimu mempelajari skill berpedang" Panggil ayahku di halaman belakang rumah.

"Ba-baik ayah" Dengan segera aku berdiri dan berlari ketempat ayahku berada. Disaat berada di halaman belakang aku sedikit terkejut melihat berbagai macam pedang kayu dan juga boneka kayu.

"Woah!! Aku tak menyangka ayah punya tempat latihan seperti ini" ucapku terkesan. "Hahaha jika dibandingkan dengan milik akademi ini hanyalah alat-alat sampah" balasnya.

Diriku yang saat itu masih terkesan dengan tempat latihan ayah, tiba-tiba ayahku melempar kan sebuah pedang kayu kecil padaku. "Ambillah dan ayunkan pedang itu 100 kali, seperti ini" Jelas ayahku sambil memperagakan gerakan mengayun pedang keatas dan kebawah.

"Apa! 100 kali! Apakah ayah tidak bercanda!?" Ucapku yang cukup kaget. "Tidak ada penolakan, ingat latihan berpedang itu bukanlah hal yg mudah, mengerti!!"

"Me-mengerti ayah" Aku yang tak bisa membantah langsung melakukan gerakan ayunan pedang seperti yang ayah perintahkan. "Lima.... Enam.... Tujuh...."

".... Dua puluh tiga.... Dua puluh tujuh..."

" E-enam puluh sembilan.... Tujuh pu-puluh... Hah a-aku kehabisan tenaga ayah"

"Jangan berhenti, terus lanjutkan!" Teriak ayahku yang sedikit menakutiku, aura yang dipancarkan oleh ayahku sedikit membuatku tertekan. "Ba-baik, tujuh puluh satu.... Delapan puluh tujuh.... Sembilan puluh delapan.... Sembilan puluh sembilan.... Se-ra-tus! Fuahh!! Ha ha ha ha" tubuhku tergeletak ke tanah dengan pernapasan yang tidak stabil.

"Bagus, pelatihan sebelumnya hanyalah untuk meningkatkan staminamu. Lakukan hal itu setiap hari dan terus tingkatkan stamina, kelak kamu akan kuat jika melakukan pelatihan yang ayahmu ini ajarkan"

"Baik ayah...." Balas ku tersenyum bahagia, ".... Tapi kapan ayah akan mengajariku skill berpedang?"

"Ayah akan mengajarimu saat kamu sudah siap. Skill berpedang tidak hanya sulit dikuasai namun juga harus disertai niat yang kuat. Jika kamu tidak bisa melewati pelatihan ini saja, maka jangan harap bisa menguasai skill berpedang" jelas ayahku yang semakin membuatku tertarik dengan skill berpedang.

"Aku berjanji ayah, aku pasti akan bersungguh-sungguh mempelajari skill berpedang ini!!" Ucapku yakin sambil mengepalkan tangan. "Bagus hahaha seperti inilah anakku, hahaha"

Aku kembali melanjutkan pelatihan stamina lainnya seperti, push up, sit up dan lainnya. Hari pertama latihan ini bagaikan neraka bagiku, hampir seluruh badanku terasa sakit. Seluruh tulangku menjerit kesakitan dan memaksaku untuk berhenti. Namun karena tekadku, aku berhasil bertahan dari pelatihan ini.

Hari semakin sore, matahari mulai menyembunyikan wujudnya. Pelatihan ku akhirnya selesai dengan tubuh seperti bermandikan keringat. "Cukup sampai disini, kita lanjutkan esok hari" Ucap ayahku menutup pelatihan hari ini.

"Richard! Cepat mandi dan siap-siap makan malam" ucap ibuku dari dalam rumah. "Baik ibu! Ayah terima kasih atas pelatihannya hari ini"

"Baiklah cepat mandi sebelum ibumu marah" "hmm baik ayah"

Aku berlari ke dalam rumah menuju ke kamar mandi. Tubuhku penuh dengan kotoran tanah, seluruh kulitku mengeluarkan bau tak enak. "Fuh kapan terakhir kali aku melakukan latihan sekeras ini" Gumamku

.....

Aku selesai membersihkan tubuhku, kini bau tak enak sudah menghilang digantikan bau sabun wangi. Setelah itu aku makan malam seperti biasanya bersama kedua orang tuaku. Dalam batinku, aku tak ingin momen-momen ini berakhir. Kehangatan keluarga begitu membekas di hatiku.

"Jadi bagaimana? Apakah kamu bisa mengikuti latihan dari ayahmu itu?" Tanya ibuku di sela-sela makan. "Tentu saja ibu, anakmu ini kuat mana mungkin aku menyerah begitu saja" balasku yang sedikit sombong, walaupun aku tau itu hal yang tidak baik.

"Hahahaha anakku ini memang pandai bercanda, percaya diri itu penting tapi jangan sampai membuatmu mendapatkan masalah" tegur ayahku lembut.

"Baiklah baiklah, cepat habiskan makananmu dan istirahat lah. Besok kita akan melakukan latihan seperti hari ini"

"Baik"

Makan malam ini sungguh menyenangkan dan penuh kehangatan. Obrolan dan candaan terus tercipta di sela-sela makan malam. Sampai tak terasa perutku mulai kekenyangan dan tak sanggup menelan lagi.

"Ugh ayah ibu, aku sudah kenyang aku akan pergi ke kamar dan istirahat"

"Baiklah selamat malam anakku" Ucap ibu dan ayah bersamaan mengucapkan selamat malam. "Selamat malam ayah, ibu"

Aku berjalan perlahan-lahan karena perutku yang sangat kenyang. Saat tubuhku sampai di samping kasur, aku langsung menjatuhkan diri.

'buk!'

"Huh sungguh melelahkan, namun sesuai dengan apa yang aku hasilkan" Benar apa yang aku lakukan hari ini sungguh menguntungkan. Aku secara tak sengaja mendapatkan sebuah skill baru, [pantang menyerah]

Dikatakan skill ini bisa memberikan semangat juang yang tinggi dan juga bisa menepis tekanan lawan yang lebih lemah dariku. Tapi tetap saja aku belum bisa menahan tekanan ayahku, padahal ayahku hanya level 30an lalu bagaimana dengan orang berlevel 50an atau lebih?

Aku terus penasaran apa yang terjadi jika aku menjadi kuat? Apa tujuanku sebenarnya? Melindungi orang tuaku? Tentu saja itu kewajibanku, lalu apakah aku bisa? Entahlah aku juga tidak mengetahuinya.

Tak sadar di tengah-tengah pemikiran itu mataku terpejam dan langsung tertidur pulas karena kelelahan yang diterima tubuhku. Malam kedua ini aki menjalani kehidupanku masih dengan kedamaian tanpa ada pertarungan. Semoga saja kedamaian ini dapat bertahan selamanya.

Bab berikutnya