webnovel

Jejak Sang Pelaku

Matahari semakin condong ke arah barat hal itu menunjukan bahwa hari hampir menjelang sore.

Setelah seharian penuh berkeliling disekitar pelabuhan, ahkhirnya semua yang dilakukan Benjamin membuahkan hasil. Hasil yang akan menentukan perjalanan kisah ini.

"Tentu saja, Meddie. Tapi memangnya apa yang bisa ku bantu?" tanya Karen.

"Maddie bilang bahwa kau mampu membaca sebuah petunjuk yang samar, aku ingin kau memecahkan angka dan huruf yang tadi kami temukan di dalam benda ini," Benjamin sambil memperlihatkan alat tersebut.

"Tunggu sebentar, apakah itu cryptex?" ucap Karen.

"Yap ... betul, Karen! Benjamin menemukan perangkat itu saat kami tengah menginvestigasi sebuah bar di dekat pelabuhan," ucap Madeline.

"Wow ... Sudah lama sekali aku tidak melihat alat tersebut, bolehkah aku melihatnya?," tanya Karen.

"Oh tentu, Karen. Ini dia alatnya," ucap Benjamin sambil memberikan alat tersebut.

Karen segera mengambil cryptex itu dari genggaman Ben, ia sangat terobsesi dan terus membolak-balik perangkat tersebut dengan teliti.

"Sandi-sandi pada brangkas ini merupakan karya dari pemikiran Leonardo Da vinci. Aku sangat menyukainya dan semua karya-karya buatannya," ucap Karen.

"Hmm ... Karen, waktu kami tidak banyak, aku mohon kau untuk fokus," ucap Madeline.

"Maafkan aku, Maddie. Aku hanya sangat terobsesi dengan benda ini. Hmm ... Di dalam sini hanya tertulis 31/08 LP 21 PM?" ucap Karen.

"Karena itulah kami menemuimu, Karen. Aku tahu kau bisa memecahkan code tersebut dan mendapat informasi dari sana," ucap Madeline.

"Hmm ... Lebih baik kita teliti maksud dari code ini diruangan ku," ucap Karen.

Mereka bertiga segera beranjak menuju ruang arsip. Namun sebelum meninggalkan perpustakaan, karen mengambil beberapa buku yang sepertinya akan dia bawa keruanganya. Setelah itu mereka segera pergi.

**

Setelah beberapa saat mereka tiba di ruang arsip.

"Selamat Datang di ruang arsip, disini kami menyimpan berbagai bukti dari jenis kasus yang pernah terjadi dikota, tidak banyak orang yang pernah masuk kesini," tegas Karen.

Terlihat ruangan dipenuhi dengan brankas di setiap sudutnya. Sebuah brangkas yang digunakan untuk menyimpan infomasi dan data-data penting.

"Silahkah duduk di sana, kawan-kawan," ucap Karen sambil menunjuk ke arah sofa.

"Terima kasih, Karen," ucap Madeline yang segera menghempaskan bokongnya ke sofa.

Karen menaruh cryptex itu di atas meja beserta buku-buku yang tadi ia bawa dari perpustakaan. ia mulai meneliti code yang berada di dalam brangkas tersebut.

"Hmm ... kira-kira informasi apa yang akan kita dapatkan, Ben?" tanya Madeline.

"Mungkin sebuah petunjuk baru yang mengarah ke pelaku?" bisik Benjamin.

"Semoga saja ini memang petunjuk baru kita, aku berharap kasus ini segera di selesaikan," bisik Madeline.

Sudah tiga puluh menit berlalu, namun Karen masih meneliti dan belum mendapatkan informasi apapun.

"Bagaimana Karen? Apa kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Madeline terlihat jenuh.

"Bersabarlah, Maddie. Aku hampir mendapatkannya," ucap Karen.

"Sudahlah, Maddie. Jangan kau ganggu dia, biarkan dia fokus pada pekerjaannya," bisik Benjamin.

"Tapi, Ben ... "

"Brakk ... Yeah, akhirnya berhasil juga," Karen terlihat senang.

Sontak Benjamin dan Madeline kaget ketika mendengar hal tersebut, mereka segera menghampiri Karen.

"Bagaimana, Karen? Apakah kau berhasil mendapatkan sesuatu?" tanya Madeline.

"Tentu saja, Maddie. Tapi harus ku akui, angka dan huruf ini memang sedikit membuatku bingung, bahkan tadi aku hampir menyerah. Jadi setiap angka dan huruf di dalam benda ini memiliki informasi tertentu," ucap Karen.

"Lalu apa informasi yang kau temukan dari balik angka dan huruf itu?" tanya Benjamin.

"Jadi yang di maksud pesan ini adalah sebuah pesan khusus yang sepertinya di alamatkan kepada korban, 31 dan 08 itu maskudnya adalah 31 agusutus sedangkan LP itu masuksudnya Le Panier dan 21 PM itu merujuk pada pukul 9 malam,"

"Bukankah saat ini tanggal pertama di bulan sepertember, berarti ..."

"Betul, Meddie. Sesuai perkiraanmu, pembunuhannya terjadi tadi malam," tegas Karen.

"Hmm ... Jadi maksudnya orang yang mengirimkan pesan itu meminta korban untuk menemuinya kemarin pukul 9 malam di Le Panier?" tanya Benjamin.

"Betul sekali, Ben. Kurasa di saat itulah korban di bunuh, pesan rahasia ini pasti ulah pelaku," ucap Karen.

"Petunjuk kali ini benar-benar sangat membantu penyelidikan, aku sudah tidak sabar menangkap siapa pelakunya," ucap Madeline terlihat geram.

"Terima kasih banyak, Karen. Kau sudah membantu penyelidikan kami," ucap Benjamin.

"Sama-sama, Ben. Aku sangat senang bisa membantu penyidikan kalian," ucap Karen.

"Kalau begitu kami permisi, Karen. Ada penjahat yang sudah menunggu untuk diadili, oh iya kau boleh menyimpan alat itu sebagai barang bukti," ucap Madeline.

Benjamin dan Madeline segera meninggalkan ruang arsip bersama Karen di dalamnya.

"Hari yang benar-benar melelahkan, iyakan, Meddie?" tanya Benjamin.

"Betul, Ben. Dengan adanya pembunuhan keji ini, aku belum sempat mengajakmu berkeliling kota, aku juga belum menjelaskan secara rinci maksud dari regu ini dibentuk. Sayangnya hal itu harus di tunda sampai pembunuhan ini terungkap," ucap Madeline.

"Tidak masalah, Meddie. Kau bisa menjelaskan hal itu lain waktu, jadi kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu,"

"Tapi, Ben. Ini menarik sekali, kalau tidak salah tempat bernama Le Panier itu adalah tempat kita menemukan mayat korban,"

"Jika memang seperti itu, pasti pelaku yang melakukan ini memang memiliki sebuah masalah besar dengan korban, kita harus mencari tahu apa masalahnya itu,"

"Hmm ... Aku benar-benar kagum denganmu, Ben. Melihatmu tidak pernah lelah sedikitpun, kau juga berhasil mengidentifikasi kedua tersangka dalam kasus Albert Dalton," ucap Madeline.

"Terima kasih, Meddie. Itu semua tidak akan bisa kulakukan tanpa bantuanmu, tapi ada satu hal yang masih mengganjal dipikiranku"

"Memangnya apa yang mengganjal dipikiranmu itu, Ben?" tanya Meddie.

"Sebenarnya aku masih menaruh curiga pada pastor itu, dia mengaku bahwa dia hanya ingin menemui para imigran yang baru tiba atau mungkin dia sebetulnya hendak memastikan bahwa racun yang diminum korban berhasil menewaskannya. Hmm ... Entahlah, itu hanya sekedar spekulasiku semata,"

"Gadis bernama Diana itu terlihat lebih mencurigakan. Aku tidak habis pikir kenapa kopernya bisa ada di tangan korban, mungkinkah sikapnya yang polos itu hanyalah sandiwara belaka karena ia seorang pendatang baru, hmm ... Apa yang kau pikirkan, Meddie. Kau berfikir terlalu jauh," Madeline sedikit menepuk kepalanya.

"Tapi sayang sekali, Meddie. Kita harus menghentikan investigasi ini sementara dan melanjutkannya esok hari, sebentar lagi hari semakin menjelang malam," ucap Benjamin.

"Kau benar, Ben. Lagi pula aku harus segera kembali ke apartement, sebelum hari mulai bertambah gelap," ucap Madeline.

"Baiklah, Maddie. Ku rasa kau memang harus segera kembali ke apartementmu, malam hari memang tidak baik untuk seorang wanita,"

"Tapi bagaimana dengan mu, Ben? Dimana kau aka beristirahat?" tanya Madeline.

"Itu bukan hal yang sulit bagi seorang pria sepertiku, Meddie. Aku bisa tidur dimana saja, lagi pula aku sudah cukup beristirahat di kapal,"

"Baiklah, Ben. Kalau begitu aku permisi, aku harus segera kembali ke apartementku,"

"Silahkan, Meddie,"

Madeline segera meninggalkan Benjamin, perlahan ia mulai keluar dari area kantor kepolisian. Benjamin terduduk seketika, ia mengeluarkan sebatang rokok dari balik mantel kulitnya itu.

"Benar-benar mengejutkan, hari pertama di kota ini aku sudah dihadapkan dengan sebuah kasus mengerikan," ucap Benjamin sambil menyalakan rokoknya tersebut.

Tak lama seseorang menghampiri Benjamin yang tengah menikmati rokoknya tersebut, orang itu segera menepuk pundak Benjamin.

"BOOMM"

"Astaga ... Ya ampun aku kira siapa, Anda membuatku kaget, Opsir Devon,"

"Tidak perlu kaku seperti itu, Ben. Panggil saja aku Dev. Oh iya kenapa kau masihdisini? Dan dimana Maddie? Bukankah tadi ia bersamamu?" tanya Devon

"Dia bilang tidak ingin pulang terlalu larut, makanya ia segera pergi,"

"Lantas kenapa kau masih disini?" tanya Devon.

"Aku baru tiba disini tadi pagi dan langsung dihadapkan sebuah kasus mengerikan, aku bahkan belum sempat mencari tempat tinggal,"

"Apa kau punya waktu?" tanya Devon.

"Untuk saat ini, aku rasa aku punya waktu, memangnya ada apa?" tanya Benjamin.

"Baguslah, Ben. Kalau begitu ikutlah denganku, akan aku tunjukan sebuah sesuatu," ucap Devon.

Hai, My-Riders... author butuh bantuannya dong, tolong masukan Buku ini ke rak kalian dan jangan lupa untuk memberikan ulasan

Mauls09creators' thoughts
Bab berikutnya