webnovel

31. Hadiah Untuk Pendekar Sutra Ungu Bagian III

Prabu Kamandanu, Pangeran Arya dan Putri Sekarwati masih berada di satu ruangan sambil melihat keindahan baju yang di pesan sang Prabu. Detail baju yang menawan menjadikan mereka betah berlama-lama memandang baju untuk Pendekar Sutra ungu itu.

Wow! indah sekali Romo," kata Pangeran Arya.

"Saya rasa baju ini sangat cocok untuk Romo wungu dan Bunda Wungu," kata Putri Sekarwati.

"Tapi takutnya mereka malah sungkan dinda, makanya aku selalu menutupi jati diriku kepada mereka," kata Pangeran Arya.

"Bilang saja Pangeran. Menjadi bagian dari istana adalah permintaan dari anak angkatmu. Masa kalian tidak mau bergabung denganku, berarti kalian menolakku menjadi anak angkat kalian? Ucapkan begitu saja Pangeran! Apabila mereka sungkan dan tidak mau menerima hadiah ini," ucap Prabu Kamandanu.

"Ha...ha...ha...! Betul Romo," kata Pangeran Arya.

"Ha...ha...ha...! Iya Romo benar. Berarti mereka harus di paksa menerima hadiah ini," kata Putri Sekarwati.

"Betul Dinda," kata Pangeran Arya.

Hadiah terakhir adalah Jabatan Panglima kerajaan dengan gaji tinggi. Hal itu disebutkan oleh Pangeran Arya.

"Romo! Hadiah terakhir untuk mereka adalah Jabatan sebagai Panglima kerajaan dengan gaji yang tinggi," kata Pangeran Arya.

"Ha...ha...ha...! Oh tentu saja Pangeran. Aku sudah memikirkan hal itu sebelum memberikan hadiah ini," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Romo bagus," sanggah Putri Sekarwati.

"Pangeran! Sepertinya kita juga harus sadar diri. Walaupun kedudukan kita sebagai Raja dan Pangeran di kerajaan ini. Kekuatan kita belum bisa mengungguli Pendekar sutra ungu itu. Ha...ha...ha...!" kata Prabu Kamandanu sambil tertawa.

"Ha...ha...ha...! Iya Romo. Saya sudah sadar diri sejak lama mengenal mereka di hutan ilusi," kata Pangeran Arya sambil tertawa.

"Ha...ha...ha...! Jangan macam-macam ya. Kalian bisa di bantai oleh mereka," kata Putri Sekarwati sambil tertawa.

"Ha...ha...ha...!" tawa mereka bertiga menambah keakraban bersama.

"Tapi mereka tetap sungkan terhadap kita, apalagi kita keturunan darah biru. Mereka tetap menghormati kasta kita Romo," kata Pangeran Arya.

"Benar walaupun lucu dan unik. Mereka adalah pendekar pemalu," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Romo. Benar!. Sekarang yang Romo harus lakukan adalah memanggil mereka ke istana ini," kata Pangeran Arya.

"Iya Romo. Lakukan penobatan panglima istana secepatnya. Hadiah sudah siap mereka terima," kata Putri Sekarwati.

"Iya pasti! Aku akan lakukan hal itu. Besok aku akan kusiapkan acara penobatan Pendekar Sutra Ungu itu. Dan kukirimkan surat undangan untuk mereka," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Romo," kata Pangeran Arya dan Putri Sekarwati.

Prabu Kamandanu rembukan dengan beberapa staf istana. Dia menyuruh untuk mempersiapkan acara penobatan Pendekar Sutra Ungu menjadi panglima kerajaan.

"Paman besok persiapkan acara penobatan panglima untuk Pendekar Sutra ungu," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Prabu," kata Staf istana.

"Jadi hari ini engkau harus mengirimkan surat undangan kepada Pendekar Sutra Ungu untuk datang ke istana ini," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Prabu, kami akan menyuruh prajurit untuk mengirimkan surat undangan itu," kata Staf istana.

"Iya Paman," kata Prabu Kamandanu.

Staf istana itu keluar lalu menyuruh staf istana yang lain membuat surat dan mengirimkan surat itu kepada Pendekar Sutra Ungu.

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda dari staf istana berjalan mengikuti perintah tuannya. Staf istana keluar istana untuk mengirimkan surat undangan kepada Pendekar Sutra Ungu. Setelah beberapa jam akhirnya utusan istana itu sampai di tempat tujuan.

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda dari staf istana berhenti di depan Padepokan Kiai Benggolo. Waktu yang sangat tepat karena staf istana itu langsung bertemu dengan Pendekar Sutra Ungu di teras taman Padepokan Kiai Benggolo.

"Sugeng enjing," kata staf istana Pringsewu.

"Iya paman Sugeng enjing," jawab Kiai Wungu dan Nyai Wungu.

"Apa ini benar saya bertemu dengan Kiai Wungu dan Nyai Wungu? Si pendekar Sutra Ungu itu?" kata staf istana Pringsewu.

"Iya paman benar sekali. Ada gerangan apa paman?," kata Nyai Wungu.

"Saya di suruh Prabu Kamandanu untuk mengantarkan surat undangan ini," kata staf istana Pringsewu sambil menyerahkan surat undangan.

"Oh iya paman terima kasih," kata Nyai Wungu.

"Iya Nyai. Kalau begitu hamba mohon pamit dulu," kata staf istana Pringsewu.

"Oh iya paman hati-hati di jalan," kata Nyai Wungu.

"Iya Nyai," kata staf istana Pringsewu sambil pergi meninggalkan Padepokan Kiai Benggolo.

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda dari staf istana berjalan mengikuti perintah tuannya untuk meninggalkan Padepokan Kiai Benggolo.

Surat langsung di baca oleh Pendekar Sutra Ungu itu. Mereka bertanya-tanya ada acara apa Prabu Kamandanu mengundang mereka untuk datang ke istana. Di surat itu Prabu Kamandanu tidak menuliskan acara apa yang akan di adakan. Sang Prabu hanya meminta Pendekar Sutra Ungu untuk datang pada waktu pagi. Hal ini dilakukan Prabu Kamandanu untuk membuat kejutan hadiah kepada sepasang pendekar sutra ungu itu.

"Kanda? Buka suratnya," kata Nyai Wungu.

Cekrek!

"Iya Dinda. Ini sedang kubaca," jawab Kiai Wungu.

"Apa isinya Kanda," tanya Nyai Wungu.

"Ini benar-benar aneh Dinda! Prabu Kamandanu mengundang kita ke istana. Tapi beliau tidak menyebutkan ada acara apa kita di undang ke istana," kata Kiai Wungu.

"Masak iya begitu kanda?. Paling juga acara Pernikahan Genduk Sekarwati dan Raden Arya. Datang saja kanda. Biar bagaimanapun mereka adalah anak angkat kita kan?" jawab Nyai Wungu.

"Iya Dinda. Ya sudah besok kita datang saja ya. Ini waktunya harus pagi-pagi benar," kata Kiai Wungu.

"Ya sudah. Besok kita usahakan bangun lebih petang," kata Nyai Wungu.

"Iya dinda," kata Kiai Wungu.

Hari esok sudah tiba. Suara ayam jantan berkokok menjadi alarm pembangun bagi mereka yang sedang menjalankan rutinitas pagi. Beberapa ayam jantan saling berkokok dan saling menjawab satu sama lain. Ditambah sinar mentari sedikit demi sedikit mengeluarkan sinarnya.

Cukurukuk!

Cukurukuk!

Cukurukuk!

Suara ayam jantan berkokok sambil menyapa satu sama lain. Pertanda pagi hari telah tiba.

"Kanda! Ayo bangun! Hari ini kita harus ke istana. Ayo mandi lalu kita sarapan," kata Nyai Wungu.

"Iya dinda," kata Kiai Wungu yang masih malas beranjak dari tempat tidur.

Ketokrek!

Ngeek!

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda dari Pendekar Sutra Ungu mengikuti perintah tuannya untuk berjalan.

"Saya makin penasaran Kanda. Sebenarnya ini ada acara apa ya?. Kalau acara pernikahan sepertinya tidak mungkin. Pasti sudah ada pengumuman sebelumnya. Aku juga tidak mendengarnya dari kerajaan Pringsewu ataupun Pengumuman lain. Kiai Benggolo pasti juga di undangnya. Kalau ini cuma kita saja yang di undang ke istana," kata Nyai Wungu.

"Saya juga merasa penasaran dinda. Kenapa Prabu Kamandanu tidak menuliskan lengkap acara di istananya," kata Kiai Wungu.

"Sudahlah Kanda, kita datang saja. Ayo cepatkan kuda kita agar lebih sampai ke istana Pringsewu," kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda," kata Kiai Wungu.

Setelah beberapa jam Pendekar Sutra Ungu sampai di gerbang istana

Pringsewu.

Ketokrek!

Ngeek!

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda dari Pendekar Sutra Ungu mengikuti perintah tuannya untuk berhenti.

"Kita sudah sampai Dinda," kata Kiai Wungu.

"Ayo masuk," kata Nyai Wungu.

Pendekar Sutra Ungu sudah sampai di gerbang istana Pringsewu. Pertama mereka memasuki Pintu gerbang istana, melewati taman dan teras istana yang luas lalu menuju ruangan istana yang luas. Dari tempat itu banyak bunga-bunga berceceran di jalan seperti merayakan sesuatu. Di tambah dengan Prajurit, staf istana dan pembantu istana berjejer dengan rapi di pinggir jalan yang di taburi bunga itu. Ketika Pendekar Sutra Ungu itu lewat, seakan mereka mengucapkan hormat kepada Pendekar Sutra Ungu. Para prajurit menundukkan badan ketika Pendekar Sutra ungu itu lewat. Para pembantu istana menundukkan kepala ketika Pendekar Sutra ungu lewat, menandakan mereka memberikan hormat kepada Nyai Wungu dan Kiai wungu. Sementara para staf istana memberikan hormat di tangannya sambil mempersilahkan masuk menuju ruangan istana, hal itu adalah sikap hormat yang di berikan kepada mereka. Pendekar Sutra Ungu benar-benar di buat penasaran. Sebenarnya ini acara apa dan tujuannya apa. Mereka juga heran semua penduduk istana memberikan rasa segan dan hormat kepadanya. Padahal mereka bukan siapa-siapa di kerajaan ini.

"Kanda? Ini sebenarnya acara apa? Kenapa anggota istana ini memberikan hormat kepada kita. Kita bukan siapa-siapa di sini," kata Nyai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Saya juga bingung dinda," jawab Kiai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Jangan-jangan Prabu Kamandanu memberikan kita hukuman. Karena kita telah lancang menganggap Pangeran Arya dan Putri Sekarwati sebagai anak kita. Kita tahu kasta kita berbeda," kata Nyai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Saya juga berpikir begitu dinda. Tapi kita kan tidak sengaja dan kita juga tidak tahu kalau Pangeran Arya adalah keturunan darah biru. Pangeran saja juga menyembunyikan identitasnya terhadap kita," kata Kiai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Iya Kanda. Berarti kita jawab seperti itu saja ya ketika kita di hukum," kata Nyai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Iya Dinda. Jawab itu saja. Sekarang apa pun yang terjadi kita harus masuk istana ini. Kita tidak bersalah," kata Kiai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Iya Kanda. Kita harus menghadapinya. Yang penting kita di jalan yang benar," kata Nyai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Iya benar, coba kita tanya saja pada mereka. Prabu Kamandanu sedang mengadakan acara apa?" kata Kiai Wungu sambil berbisik-bisik.

"Iya Kanda," kata Nyai Wungu sambil berbisik-bisik.

Akhirnya Pendekar Sutra Ungu itu bertanya pada penduduk istana. Acara apa yang di gelar Prabu Kamandanu? Tapi penduduk istana itu seakan seperti merahasiakannya juga.

"Maaf paman istana. Apakah Prabu sedang menggelar acara pernikahan Putri Sekarwati dan Pangeran Arya?" kata Kiai Wungu.

"He...he...he! Tidak Kiai. Silah kan masuk saja ya," kata Staf istana sambil tersenyum, memberikan hormat dan mempersilahkan masuk kepada Pendekar Sutra Ungu.

"Hah! Lalu ini acara apa paman?" tanya Nyai Wungu.

"He...he...he! Silah kan masuk saja Nyai," kata Staf istana sambil tersenyum, memberikan hormat dan mempersilahkan masuk kepada Pendekar Sutra Ungu.

Bersambung.

Bab berikutnya