webnovel

MENGUNGKAPKAN PERASAAN

Dia melihat Arman berdiri di belakang meja. tubuh Amel terasa bergetar mulutnya kaku. Arman berputar dari meja dan menghampiri Amel. Semakin mendekat dan mendekat.

"A--aku, aku mau ambil hpku." suara terbata-bata Amel membuat Arman berhenti dan menyerahkan ponselnya begitu saja.

"Terima kasih," ucap Amel setelah mendapatkan ponselnya.

Amel berjalan pergi dengan langkah cepat namun sesuatu menahannya, tangan Arman memegang tangan Amel dan saat Amel menoleh Arman menariknya sehingga Amel kembali ke tempat semula.

"Apa lo tadi sedang cemburu?" tanya Arman.

"A--aku? Cemburu?" ulang Amel.

"Enggaklah, ngapain cemburu." Amel menghempaskan tangannya dengan keras agar tangan Arman lepas.

"Ngaku saja, kamu cemburu karena ada gadis tadi bersama Angga. Lo cemburu karena Angga sama gadis tadi?" cecar Arman.

Mendengar itu Amel merasa kesal bahwa Arman tidak peka. Amel merasa cemburu karena satu mobil dengan Bunga.

"Terserah mau bilang apa," ucap Amel dengan kesal di segera meninggalkan Arman. Perasaan Amel campur aduk antara kesal dan salah tingkah karena bisa sedekat itu dengan Arman. Tapi dia kecewa karena Arman mengira dirinya suka dengan Angga dan cemburu kepada bunga karena Angga.

***

Siang itu Arman mulai melayani pelanggannya. Angga dan Danang datang bersama bunga setalah mengantarkan tukang becak tadi. Bunga nampak mencari perhatian kepada Arman dengan aktingnya yang kesakitan agar menarik perhatian Arman. tapi sudah sekeras apapun Bunga berakting Arman tidak menghiraukannya ia tetap meracik kebab dan memanggangnya. Sampai pada akhirnya Bunga memilih pergi dan berjalan dengan kaki yang pincang.

"Pulang juga akhirnya orang itu," ucap Angga yang berdiri di samping Arman.

"Bagaimana tadi?" tanya Arman mengenai pemilik becak tadi.

"Sudah sampai dengan selamat, ternyata Lo sama Bunga sempat beli sembako ya buat bapak tadi!"

"Iya, setidaknya bisa membantu ekonominya untuk beberapa hari ke depan." Arman dengan hati malaikatnya selalu memikirkan orang lain untuk beberapa hari ke depan termasuk kakek Darman kemarin.

***

Di dalam perjalanan Bunga melihat Amel yang sedang berhenti di sisi jalan menggunakan motornya, Bunga menghentikan mobilnya di sisi yang sama dan turun dari mobil untuk menghampiri Amel.

"Lo Amel?" tanya Bunga dengan nada kesal.

"I--iya," jawab Amel yang terbata-bata sembari mengingat wajah bunga.

"Loh, ini kakaknya tadi?" tanya Amel dan setelah ingat akan Bunga.

"Iya, dan pasti Lo juga tahu gue siapa!" jawab Bunga.

"Iya! Tapi ada apa ya kak?" tanya Amel yang masih sopan.

"Lo bisa tidak jauh dari Arman? Ha? Bisa tidak?" teriak Bunga yang menarik perhatian orang sekitar.

"Kak, tenang dulu jangan teriak-teriak malu di lihatin orang." Amel mencoba menenangkan Bunga namun tangannya di tepis begitulah saja.

"Dasar jalang!" umpat Bunga sebelum meninggalkan Amel.

Amel menunduk dan menitihkan air matanya. dia ingin sekali membalas Bunga tapi dia sadar bahwa sekarang berada di wilayah ayahnya semua orang mengenalinya. Jika dia terlibat adu mulut maka orang-orang akan melaporkan kepada ayahnya.

Bunga memutar balik motornya dan menuju ruko Arman. Dia kembali dengan mata berkaca-kaca.

sesampainya di ruko dia melihat Arman dan kedua sahabatnya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Amel tidak peduli dengan orang di sekitar. Dia masuk di area dapur dan menarik keluar Arman dengan kasar.

"Eh! Kenapa nih!" Arman dan kedua sahabatnya kebingungan dengan sikap Amel siang itu. Dia nampak marah dan kesal. Matanya menyimpan sejuta amarah.

Saat Angga dan Danang hendak membantu Arman, Arman memberikan kode dengan tangannya untuk tetap di sana.

Amel melepaskan tangannya saat berada di samping ruko yang agak sepi.

"Lo kenapa sih?" tanya Arman.

"Mas, saya sudah kesak dengan semua ini," keluh Amel dengan nada bergetar menahan tangisnya agar tidak pecah.

"Lo kenapa? Kenapa begini?" tanya Arman yang terdengar panik dan bingung.

Amel terdiam dia terisak, ingin sekali dia melampiaskan semua kepada Arman, tapi mulutnya kaku. dalam hatinya bahkan seperti ada bongkahan besar bersarang di hatinya. air mata yang tadi dia tahan akhirnya pecah.

"Lo masuk dulu deh, jelasin di dalam." Arman menarik tangan Amel, namun Amel menahannya.

"Kita cari tempat lain saja," ucap Amel.

"Oke, sebentar Lo tunggu dulu. Gue pamit dulu."

Arman melepas celemek dan memberikan kepada Angga.

"Lo mau kemana?" tanya Angga.

"Keluar sebentar. Titip dulu ya!" Arman pergi begitu saja. Angga melihat Arman pergi menggunakan motor Amel dan berboncengan.

"Kemana tuh anak?" tanya Danang.

"Entahlah," jawab Angga.

Angga merasa kesal dengan apa yang dia lihat, tapi dia segera sadar bahwa Amel dari awal bertemu dengan Arman memiliki pandangan berbeda. tatapannya selalu berbeda saat menghadapi Arman.

***

Amel dan Arman berhenti di sebuah cafe, Arman memilih kursi yang jauh dari pelanggan lain, setelah mereka datang di susul oleh pelayan, Arman memesan dua minuman.

"Lo kenapa?" tanya Arman setelah pelayan cafe pergi.

"Maaf, Mas. harusnya tadi aku tidak seperti ini." Amel menunduk dan tersadar bahwa dia di kuasai rasa kecewa dan amarah sedari pagi.

"Sudah lupakan, sekarang Lo cerita." Arman menenangkan Amel. namun bukannya tenang air mata Amel semakin deras.

"Mas, saya tahu kalau mas Arman mempunyai masa lalu dengan mbak Bunga, dan saya tidak tahu menahu antara kalian mempunyai masalah apa...-" belum selesai Arman menyelah perkataan Amel.

"Sebentar, Lo kok bahas Bunga? Lo ketemu sama dia?" tanya Arman. dan Amel mengangguk.

"Dimana? Kapan?" cecar Arman.

"Sebelum aku kembali ke ruko Mas," jawab Amel.

"Sial, cari penyakit dia!" umpat Arman dan mengepalkan tangannya.

"Mas tapi mbak Bunga benar, harusnya saya tahu diri. saya bisa menahan diri untuk tidak bertemu dengan mas Arman. harusnya saya nggak menemui mas Arman dengan alasan membeli kebab ataupun ikut ayah ke ruko." saking emosionalnya Amel mengatakan semuanya begitu saja membuat Arman menerka-nerka maksud dari ucapan Amel.

"Maksud Lo apa?" tanya Arman.

"Lupakan, saya hanya ngelantur tadi." Amel menjadi kikuk dan menyambut minuman yang baru saja di letakan di atas mejanya.

"Lo suka sama gue?" tanya Arman.

"Eng-enggak!" Amel menunduk tak bisa mengatakan dengan melihat wajah Arman.

"Lo jawab sambil lihat gue, gue juga ingin pastiin kalau perasaan gue tidak bertepuk sebelah tangan," ucap Arman.

"Maksudnya?" tanya Amel.

"Entah sejak kapan gue suka sama Lo, entah sejak kapan rasa itu muncul, entah sejak kapan gue kesal kalau lihat Lo bicara sama cowok lain termasuk teman gue sendiri, entah sejak kapan gue ngerasa senang kalau ketemu Lo." Arman mengungkapkan semuanya.

"Mas Arman suka sama saya?" tanya Amel, dia merasakan seperti ada taman bunga di hatinya.

"Iya," jawab Arman dengan tegas.

"Apapun yang mas Arman rasakan itu sama apa yang saya rasakan. bahkan saat mas Arman masih membenciku selalu berkata ketus pada saya," jelas Amel.

"Maaf, tapi sebenarnya saya bingung harus bersikap bagaimana saat bertemu dengan mu," ungkap Arman.

"Sekrang kita kamu tahu perasaan ku, kamu bagaimana?"

"Perasaan mas Arman tidak bertepuk sebelah tangan kok."

"Mulai hari ini kita lewati semua bareng-bareng," ucap Arman dan membuat Amel senyum sumringah bongkahan besar di hatinya menjadi ladang bunga.

Bab berikutnya