webnovel

Sebuah harga fantastik

"Wah, Tuan, anda kalah dalam pelelangan tahunan mohon bersabar nikmati waktu santai anda saja ya, selamat malam, dah!" Gavin mengambil tempat pria tua usianya mungkin sekitran enam puluh tahun wajahnya kusut.

Dewanda mengusap telapak tangannya beralih menatap Gavin. "Semangat sekali apa istimewanya wanita dress putih mungkin saja dia sudah kebobolan."

"Mulutmu itu ingin kusumbat, sudahlah ikut saja. Harusnya mendukung bukan menjelekkan."

"Iya dah iya, eh Adinata ke mana dia?" Dewanda berbalik ke belakang tak menemukan Adinata

Gavin mengedikkan bahubya acuh fokus hanya ke depan acara.

"Mungkin dia mencari kesenangan nanti juga balik. Doakan aku yang menang." Gavin menepuk bahu Dewanda pandangannya penuh semangat api membara setelah pelelangan pertama masih berlanjut

Adinata keluar dari lantai tiga ia hanya menatap datar para wanita yang dibawa paksa masuk ke dalam ruangan.

Siapa gadis itu sebenarnya mengapa bola mata dan tanda itu seperti tak asing? Berbagai pertanyaan menyemat dalam pikirannya

"Tuan," ucap seorang penjaga ia membungkukan badannya menyadari siapa lelaki yang kini di depannya

"Apa yang anda perlukan, Tuan?" tanya penjaga itu sopan

"Apa para wanita yang ikut dipaksa?" tanya Adinata tak menjawab pertanyaan penjaga. pertama kalinya ia penasaran Adinata akan acuh saja pada orang disekitar selama tak mengusik

Pria itu menggeleng pelan. "Mereka sendiri yang mau, kami hanya menyediakan tempat saja. Club kami membebaskan siapapun yang ikut."

"Lalu ..." Mata Adinata beralih pada ruangan yang terkunci. "Mengapa dia memberontak apa kalian melakukan sistem jual paksa?"

"Mereka pekerja yang melanggar aturan."

Adinata mengangguki, "Siapa wanita yang berdress putih itu yang sekarang berads di pelelangan?" lanjutnya bertanya

"Maaf, Tuan, saya tidak tahu, itu bukan bagian tugas saya."

"Di mana aku bisa menemukan pendaftaran itu?"

"Mari saya antarkan Tuan."

***

Sesampainya di dalam banyak sekali penjaga yang mengawal para wanita yang sudah bersiap untuk.masuk setelah pendaftaran. Dua wanita yang bertugas mengambil biodata mereka satu persatu saat buku itu ia tutup Adinata mengambilnya

"Tuan kembalikan anda bisa mendaftarakan siapapun kalau mau."

"Aku ke sini tak mau merusak acaramu, beri tahu aku siapa nama gadis dress putih yang kini berada dalam kurungan besi itu?"

"Maaf Tuan kami tak bisa memberitahu. Anda tahukan dalam penjagaan tempat ini sangat ketat jika, Tuan, tertarik mengikutnya silahkan ambil tempat."

"Kau tak tahu siapa aku?" Adinata kesal tak menerima jawaban apapun

"Tentu, anda Tuan Adinata Ghardian, tapi maaf untuk ini anda tak bisa melakukan apapun sesuai aturan tempat kami."

Adinata mengumpat dalam hatinya, ia menendang keras tempat sampah di sampingnya, tak mendapat jawaban apapun

Adinata mengedarkan pandangannya di tengah keramaian mencari Gavin dan Dewanda. Ia berdecak para lelaki yang harusnya duduk diam di rumah menikmati masa tuanya malah asik seperti masih abg. Harusnya hal ini lumrah di kota besar apalagi di tempat seperti ini. Tetapi, mengapa ia sampai memiliki rasa perhatian lebih pada wanita bertopeng ungu itu? Apa karena Gavin yang sampai mau merogoh dompetnya ia juga ikut-ikutan atau hanya ingin bersaing saja atau ada hal lain

Bukan tanpa alasan hal senikmati ini terlewat begitu saja ia tentu menginginkannya juga. Akhirnya menemukan keberadaan dua manusia curut. Adinata mengambil duduk di samping Dewanda.

"He dari mana?"

"Cari angin," jawab Adinata

"Kalian berdua jangan berisik cepat lihat ke depan," seru Gavin

Dewanda menarik napasnya kasar di sini hanya sebagai tim netral jika Gavin membutuhkan dukungan ia mengikut

Adinata menepis sebisa mungkin pikirannya tentang wanita itu

"Waktu hanya satu menit bagi siapapun yang memberikan harga tertinggi ia lah pemenangnya." Suara pembawa acara

"100 juta." Papan diangkat bertuliskan angkah yang fantasi

Gavin mangut-mangut menunggu para pria lain sejauh mana isi dompetnya akan terkuras

Pria bertumbuh sintai tersebut mengangkat tangan sedikit tergesah

"500 juta."

Madam yang berdiri dari balik monitor itu pun tersenyum sumringan ia akan mendapatkan keuntungan lebih banyak lagi

Lagi-lagi Elis mengutuki dirinya bola mata coklat itu tak mau jika sampai menjadi wanita pria yang sudah tua

Lagi-lagi pelelangan terus berlangsung beberapa.pria mulai menurunkan tangannya

"Masih ada lagi di angkah 1 Milyar?"

Gavin tertawa puas melihat lawannya tak ada yang berkutip dengan bangga ia merapatkan jasnya

"Aku yang akan menang kali ini."

"Kau harus dirujuk, Vin, otakmu sepertinya ada yang koslet."

Dewanda menarik napasnnya kasar mengapa dokter sejenius Gavin mau ikut pelelangan seperti ini. Harusnya ia yang menjadi pasien rumah sakit jiwa

"Dia sangat manis, imutnya bibir itu," bisik Gavin pelan

Dewanda mengangguk membiarkan si bodoh ini melakukannya, wajah wanita itu saja tak di lihat sudah bilang manis benar-benar gila

Hitungan mundur si pembaca acara lakukan namun ketika ia ingin mengangkat papan tersebut

"5 Milyar!" sontak saja Gavin dan Dewanda berbalik

Gavin mengumpat penuh kekesalan pria berumur sekitaran 60 tahun ikut mengangkat papan

"Lihat bahkan pria itu sudah melampaui penawaranmu, Vin, masih ingin bersuara." Dewanda tersenyum mengejek akhirnya ada pria berumur mengalahkan Gavin bukannya tak mau mendukung tetapi untuk kali ini Dewanda tak ingin setuju dengan bisikan Gavin

"Diam kau!" Kekesalan Gavin berada di ubun-ubun

"Yakin masih lanjut dia saja sudah melempaui loh mana black cardmu itu."

Dewanda tertawa puas mana berani Gavin menggunakan kartunya bisa diamuk Maminya yang terkenal galak apalagi mempergunakan untuk hal-hal yang tak bermanfaat

Gavin mengomat-ngamit menyumpah serap pria bangka, rambutnya yang penuh uban masih saja mau berada di tempat ini bukannya menikmati sisa waktu bersama anak dan cucu malah masih asik bermain-main.

Adinata yang sedari tadi hanya memainkan ponselnya tak peduli apa yang dilakukan dua temannya dan bodo amat siapa wanita itu.

"Dian ...," panggil Gavin, mencolek-colek lengan Adinata mengerjapkan matanya dengan senyuman manis

Dewanda tak hentinya tertawa menahan rasa geli di perut, wajah yang dibuat semelas mungkin.

Percuma saja Gavin merayu Adinata agar mau menjadi tempat hutang membantu kali ini sahabatnya yang kesulitan. Adinata tak peduli, ia lalu mendonggakkan kepalanya.

Tatapan Adinata tak beralih sedikitpun wanita yang bergaun putih. tangannya gemetar memegang jeruji besi meski wajahnya tertutup. Adinata dapat melihat bola wanita itu yang penuh getir ketakutan

"Dia menangis tapi mengapa mau ikut," gumamnya pelan.

"Sudah tidak ada yang ingin menawar?" tanya pembawa acara, semuanya kembali hening

"Tiga ..."

"Dua ..."

"Sat—"

"10 Milyar."

Gavin dan Dewanda sontak menoleh mulutnya terbuka lebar tak percaya suara berat itu menawar dengan harga yang fantastik

Elis mengangkat wajahnya melihat siapa yang menawar dengan harga begitu sontak saja saja ia terkaget melihat pria yang kini disoroti lampu

"Tuan ...."

Bab berikutnya