Semua sudah kembali hanya tersisa keluarga inti. Elis bergegas menaiki anak tangga tatapnya menatap sekeliling hanya ada dua kamar di lantai atas. Elis masih berbalut gaun pengantin
"Selamat datang Nona," ucap pelayan yang baru saja datang ia menundukkan kepalanya sembari membawa dua buah handuk dan selimut.
"Ini kartu kamar Anda."
Elis mengaruk tekuknya tak terbiasa mendengar nama panggilnya seolah ia menjadi ratu. "Bisakah memanggil nama saja sepertinya umur kita tidak jauh berbeda."
"Silahkan Nona." Pelayan wanita itu terkejut mendengar Nona Muda berbicara akrab padanya biasanya para wanita yang bersama Tuan Adinata akan bersikap acuh tak acuh ia menuntun sampai di depan kamar membukakan pintu
"Ini kamar Nona dan Tuan ini kartu Anda., Tuan pesan agar nona segera mengganti pakaian kamar mandi berada di dekat meja."
"Terimakasih," tutur Elis sembari membungkukkan badannya buru-buru pelayan itu membungkukkan badannya.
"Nona tidak perlu melakukannya ini sudah menjadi tugas saya jika, Nona, lapar silahkan memanggil lewat telpon."
Elis mengira tadinya kamar mereka akan dipisah ternyata berada di satu ruangan ia mengedarkan padangan kamar yang luas dan sangat lengkap tidak bisa di sebut kamar saja Elis bergegas masuk.
"Tunggu sebentar jika aku menganti pakaian aku, kan, belum membawa baju apapun astaga bodohnya."
Elis melangkah ke depan menaruh handuk di dekat meja melihat lemari saat membukanya semua sudah terisi mulai dari baju tidur bahkan pakaian dalam.
"Hey, apa-apaan ini." Elis mengambil satu baju dan juga pakaian dalam ukurannya pas
"Apa Tuan Adinata tahu ukuran bajuku, eh, tunggu sebentar apa dia segabut itu mencari tahu ukuran pakaian dalam ku tidak mungkinkan."
Elis bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyegarkan tubuhnya.
"Wah, canggih juga ternyata ruangan di sinii. Pasti ini mahal." Elis bergegas menyelesaikan mandinya gadis itu membuka pintu melihat tak ada orang masuk ia beranjak keluar melilit handuk.
Elis menjatuhkan tubuhnya di atas kasur ia menghela napas panjang jika memang dengan menikah dengan pria yang tak dikenalnya dapat mengembalikan ekonomi Elis lakukan demi Reza adiknya yang masih punya cita-cita. Ia tak mau Reza sama sepertinya kelak.
Elis masih memakai handuk ia memejamkan matanya perlahan di atas kasur membayangkan kejadian-kejadian buruk jika sampai ia tak menikah dengan Adinata entah kejutan apa yang akan menanti dalam hidupnya. Melalui duri Elis berharap semuanya hanya dongeng terlelap tidur cerita buruk yang hanya sebentar saja namun nyatanya semua itu sudah terjadi Elis sudah masuk ke dalam lembah neraka surat perjanjian dan janji semati.
"Bagus sekarang kau tidur."
Suara pria yang berat berdiri di ambang pintu menatap wanita yang hanya memakai handuk
Elis bergegas bangkit, "Maaf, maaf, maafkan saya, Tuan, saya tadi ketiduran." Malu bagaimana bisa ia hanya memakai handuk sangat malu sekali
Elis bergegas masuk kembali ke dalam kamar.
Adinata tertawa keras, "Dasar gadis bodoh." Adinata berjalan mengambil map di atas meja yang sempat tertinggal tadi.
Saat pria itu sudah selesai berbicara pada keluarganya ia bergegas naik karena mendapati pesan dari salah-satu pelayan bahwa Elis berada di dalam kamar. Adinata ingin melihat reaksi gadis itu. Wajahnya yang kaget dan rambut yang basah membuat Adinata tertawa
***
"Bodoh sekali kenapa aku tidak memakai baju tadi sih, menyebalkan." Elis mondar-mandir di dalam wc mengetuk-ngetuk jarinya ingin sekali keluar namun pria angkuh itu masih berada di kamar.
"Aa, dia melihat sebagian tubuhku. Bagaimana ini." Elis menggelekan kepalanya ia menarik napas perlahan lalu memgembuskan menghilangkan perasaan gugup.
Elis melangkah dengan berjinjit pelan-pelan melihat Adinata yang sudah pakaian tertidur di atas kasur.
"Syukurlah dia sudah tidur." Elis merebahkan tubuhnya di atas sofa membuat tempat untuk tidur.
"Siapa yang menyuruhmu tidur." Adinata menatap Elis bisa-bisanya sudah berniat untuk tidur sementara ia saja belum mengantuk
Elis bergegas berdiri. "Maaf Tuan."
"Kemari." Adinata menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.
Elis berjalan pelan, perasaannya campur aduk pikirannya kemana-kemana membayangkan tokoh dalam novel.
"Cepat naik," perintah Adinata terdengar ketus.
Elis duduk ke tepian ranjang harusnya ia tak gugup berdekatan dengan pria tapi rasanya berbeda kali ini
"Apa yang kau lakukan cepat ambil laptopku."
Elis mengambil berada di atas meja nakas
"Ini Tuan." Menyerahkan
"Aku cuman bilang ambilkan kenapa menyodoriku perbaiki caramu!"
Elis mengusap laptop itu ingin sekali ia remukkan tetapi laptop ini mungkn harganya jauh lebih mahal.
"Tuan ini laptop anda, saya minta maaf karena tidak berlaku sopan."
Adinata merebut, wajahnya masih tetap masam. "Tidak becus begitu saja loadiing."
Elis tercengang padahal tadi Adinata meminta laptop tetapi malah mengangguri justru melihat layar ponsel.
"Mau pria ini sebenarnya apa, sih." Elis mengusap dadanya agar jauh bersabar Tuan adinata memiliki kepribadian yang gampang berubah-ubah sulit sekali ditebak maunya.
Adinata mengecek beberapa pesan tak memedulikan wanita di sampingnya..
"Apa ada yang Tuan butuhkan lagi?"
"Pijat kepalaku," jawabnya
Elis menepis jarak di antara mereka lalu kemudian ia mulai memijat perlahan pelipis kepala sang Suami.
"Kau ini bisa memijat tidak?" tanyanya dengan suara meninggi
"Kau ingin menusuk mataku, he!" Suaranya semakin meninggi
"Maafkan saya Tuan, saya akan melakukannya dengan baik maaf, saya belum memotong kuku "
"Sudahlah kau jadi pelayan tidak berguna padahal aku membelimu sangat mahal." Adinata bergegas beranjak dari atas kasur meninggalkan Elis.
Elis meremas sprai hatinya teriris mendengarkan penuturan pria itu ia memang sudah dibeli dan orang tuanya sendirilah yang menjual.
Elis beruasaha tegar ia tak menangis mungkin semuanya awal dari pembelajaran.
***
Nayla berdiri sorot matanya terlihat panik melihat Tuan Muda keluar dari kamar.
"Tuan apa anda baik-baik saja?" tanya melihat wajah Adinata yang tersenyum
"Tuan, apa yang dilakukan Nona?" Nayla berkata meminta penjelasan
"Hahah, wajah gadis bodoh, sangat jelek sekali." Adinata tertawa terbahak-bahak
"Kau tahu Nayla?" tanya Adinata di sela masih tertawa.
Sekretaris Nayla bingung menggelengkan kepala.
"Aish ternyata kau tidak secerdas yang kukira. Wajah gadis jelek itu semakin jelek ia bahkan meminta maaf berulang kali padahal aku hanya mengeretak sekali."
Nayla memgembuskan napas leganya mengira Tuan Adinata sudah gila atau kerasukan sejenisnya.
"Kau pulanglah ini sudah malam jangan-jangan mau menguping ya," tuduh Adinata melontarkan kata-katanya
"Tidak Tuan sebelum anda tertidur lelap saya tidak akan pulang. Tapi terimakasih."
"Ya, ya, kau sudah bekerja keras hari ini."
Adinata berjalan wajahnya masih ceriah saat tadi ia meminta laptop sebenarnya hanya ingin mengetes sejauh apa stok sabar wanita di sampingnya. Ia kembali ke dalam ruang kerja menyelesaikan sisa laporan.
"Semoga saja Tuan selalu bahagia."