webnovel

47. Badai yang besar

Mr. Tonny menatap jajaran foto yang ada di depannya. Tak pernah menyangka jika Eliot akan membawakan informasi yang luar biasa hebatnya, mengejutkan. Di sana ia melihat musuh yang tak pernah diduga akan kembali muncul ke permukaan. Tentunya bukan mencari Mr. Tonny. Selama ini dia bekerja dengan begitu rapi. Tanpa meninggalkan jejak apapun. Segala bentuk seni pembunuhan dan semua kegiatan ilegal selalu bersih pada akhirnya. Mr. Tonny bekerja dengan cara yang hati-hati.

"Dia menemui Darius?" Ia menganggukkan kepalanya di bagian akhir kalimat. Rahangnya mengeras seakan kemarahan berkumpul di dalam sana. Segala macam bentuk sumpah serapah mengantri, minta untuk dilepaskan.

Mr. Tonny hanya mendapat anggukan dari Eliot. Pria itu tak banyak tahu pasal bahasa Indonesia. Jadi, dia tak bisa menjelaskan banyak tentang apa saja yang dilihatnya dan didengar di lingkungan markas mereka. Salah, sebab dia mengirimkan Eliot alih-alih Hwang.

"Siapa saja yang datang?" tanyanya. Jari jemarinya bermain dengan separuh puntung rokok berusaha untuk mengalihkan emosinya.

"Dia dengan seorang pemuda. Wajahnya tidak asing, Sir. Sepertinya Anda pernah melihatnya." Aksen Inggris yang khas, Eliot menjawab seadanya.

"Genta ...." Dia melirih. Mulai menyela dengan menyesap rokok masuk ke dalam celah bibirnya. Diapit dengan kuat, tanpa merusaknya.

Ketukan pintu menyela pembicaraan singkat itu, seseorang masuk ke dalam sana. Pitter. Si kuasa hukum.

"Kau boleh pergi," ujarnya. Memberi aba-aba pada Eliot selepas menyerahkan semua yang dia dapat.

Sekarang berganti dengan Pitter yang berdiri di sisi Mr. Tonny. Melaporkan? Entahlah. Tugas terakhirnya hanya menyampaikan pasal informasi dan identitas baru milik Rumi Nathalia nantinya.

"Ada masalah?" tanya Mr. Tonny, pergi pada point inti pembicaraan. "Jika mencari Hwang, dia tidak ada di markas. Aku mengirimkan dirinya ke suatu tempat untuk mengawasi seseorang."

Pitter membungkukkan badannya. Kemudian kembali berdiri tegap selepas mendapat perhatian dari bosnya. Dia tahu, Pitter tak mungkin datang tanpa urusan yang jelas. Mereka adalah orang sibuk.

"Hwang mengirim pesan padaku, katanya aku disuruh melaporkan sebab dia tak bisa kembali dari TKP." Dia memulai. Kalimatnya membuat Mr. Tonny menoleh padanya. Menatap dengan heran. "Dia sedang mengawasi Genta bukan?"

Mr. Tonny mengangguk samar. Meletakkan rokok di atas asbak. "Duduklah. Kita berbicara dengan nyaman." Mr. Tonny mempersilakan. Pria berjas rapi itu duduk di atas sofa, sesuai dengan perintah. Menghadap ke arah bosnya.

"Rumi dan Genta menemui Darius, pemimpin Dobbin Knight. Itu berbahaya." Pitter memulai, mengambil kertas, hasil laporan dirinya dengan Hwang. "Mereka membicarakan pasal Luca Salvatore, pistol dengan lambang belati iblis yang pernah kau tinggalkan di rumah Rumi. Mereka mengintrogasi Rumi untuk mendapatkan informasi pasal pemiliknya."

Mr. Tonny diam. Mendengarkan dengan begitu saksama. Tak ada protes. Seakan menganggap bahwa semuanya masih akan baik-baik saja. Toh juga, tak asa kejahatan untuk menangkap dirinya di sini.

"Namun, ada hal yang mengejutkan," ucap Pitter kembali membuka suara. Mr. Tonny menoleh padanya lagi. "Dia menunjukkan foto Halwart pemilik J.B Company. Bukan menunjukkan fotomu, Mr. Tonny."

Sekarang Mr. Tonny mengerutkan keningnya. "Why? Pistol itu adalah milikku."

Pitter kembali menganggukkan kepalanya. Dugaan bosnya benar. Hanya dia yang punya Luca dengan kualitas paling baik, tetapi dia hampir lupa pasal Halwart. Pria itu kembali mengeluarkan beberapa kertas yang dikaitkan menjadi satu. Di sana sebuah informasi kasus dirunut dan dituliskan dengan begitu lengkap.

"Halwart pernah menggunakan Luca Salvatore untuk sebuah misi. Sebab sebuah kejadian, dia menghilang Luca Salvatore dan mereka menemukannya. Sejak saat itu, Darius dan timnya berpikir bahwa Luca Salvatore adalah milik Halwart. Namun, setelah kejadian tembak di timur tengah dan Halwart melarikan diri ke Indonesia, mereka kehilangan jejaknya. Hingga Genta menemukan Luca di rumah Rumi."

Tak ada jawaban. Alur yang menarik, Mr. Tonny mulai mantap lukisan besar yang ada di depannya. Jauh memandang, sembari berpikir apa kiranya yang harus ia lakukan sekarang.

"Aku punya saran, Mr. Tonny. Boleh aku ...."

"Katakan ... aku butuh saran darimu, kuasa hukum Black Wolf."

"Biarkan mereka menyelidiki ini. Kita berpihak padanya secara tidak langsung dan membiarkan Halwart ditangkap. Kita tidak punya jejak hubungan secara tertulis dengan J.B Company selama sepuluh tahun terakhir. Kontrak kita sudah selesai, Mr. Tonny. Hanya ada pertemuan biasa tanpa catatan dokumen yang menunjukkan keterlibatan Hawtorn atau Black Wolf. Jadi, itu tidak masalah dengan kita."

"Bagaimana dengan Genta?" Mr. Tonny menyela. Pertanyaannya membuat Pitter terdiam, tak biasanya Mr. Tonny mengkhawatirkan anak ingusan seperti itu.

"Genta hanyalah angin berlalu, Mr. Tonny. Mungkin sedikit ribut untuk sesaat, tetapi ketika Halwart ditangkap maka ...."

"Bunuh dia," ujarnya. Memotong. Kalimat yang singkat dan ringkas. Begitu tegas terdengar masuk ke dalam lubang pendengaran Pitter. "Aku ingin kau merencanakan pembunuhan itu juga. Kita harus menyingkirkan dua hama dalam satu perangkap sebelum pulang ke Las Vegas." Dia memerintah. Tatapannya penuh dengan keyakinan.

"Genta hanya anak kecil yang sedang tumbuh kembang, Mr. Tonny. Dia hanya remaja yang akan patah hati ketika Rumi meninggalkan dia pergi. Jadi itu tidak terlalu ...."

"Aku ingin bertemu dengan Dobbin Knight, pertemukan aku dengan bosnya. Darius."

Pitter mengerutkan keningnya. "Untuk apa Anda ...." Kalimat Pitter terhenti kala dia mulai tersadar akan satu hal. "Anda ingin melakukan barter?"

Mr. Tonny tersenyum miring. "Itu lah caraku berkerja. Aku tidak ingin merugi."

... Bersambung ...

Bab berikutnya