webnovel

Sosok idaman baru

Sekarang Reno berada di kamar kost Danu, hanya berdua saja di sana. Mereka berdua menikmati es krim yang tadi, sambil menonton sebuah film dari laptop. Film yang mereka tonton adalah film horror, karena genre itu adalah kesukaan mereka berdua selain film action.

Sebelumnya Danu sempat mengobrol santai bersama dengan Reno, mulai dari bertanya kabar hingga obrolan mereka sampai di film-film yang baru rilis di bioskop. Jadi Danu mengajak Reno pergi ke bioskop untuk menonton film tersebut, namun Reno langsung menolaknya.

Sebabnya sudah jelas, karena Reno tidak suka dan kurang nyaman kalau berada di dalam mall. Padahal film yang baru rilis itu adalah film yang ingin sekali Reno tonton, sebuah film horror terbaru yang sudah ditunggu-tunggu banyak sekali penggemarnya. Daripada menjadi serba salah seperti bersama Sigit waktu itu, Reno lebih baik menolaknya daripada ia yang merasa tidak enak kepada Danu nantinya.

Maka dari itu mereka berdua memutuskan untuk menonton bersama film horror serial sebelumnya dari yang terbaru itu, sekaligus juga untuk temu kangen karena mereka sudah tidak bertemu selama beberapa bulan.

"Kalo nonton ya diliat filmnya dong Ren. Kalo mata kamu ditutupin semua sama tangan, sama aja saya nonton sendiri Ren" ucap Danu sambil terkekeh.

Melihat Reno yang dari tadi terus menutup matanya karena takut, membuat Danu tak bisa berhenti tersenyum. Lucu, hanya itu yang ada di pikiran Danu saat melihat Reno sekarang ini. Padahal usianya sudah hampir 18 tahun, tapi nonton begini kok takut?

"Yaudah saya matiin aja, lanjut nanti aja ya." Danu memberhentikan film yang sedang diputar itu, lalu ia menutup laptopnya dan meletakkannya di meja yang berada di sebelahnya.

"Huftt..." Reno menghela napas lega, lantaran film horror itu benar-benar menyeramkan dan banyak sekali jumpscare-nya. "Serem banget..." ucap Reno pelan.

"Namanya film horror, ya serem. Gimana sih kamu." Danu menggelengkan kepalanya, lalu ia menatap dengan penuh senyum ke Reno yang sedang memakan es krim.

Yang menatap tersenyum lebar, sementara yang ditatap merasa salah tingkah. Reno berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan memalingkannya dari pandangan Danu.

Suasana kembali hening selama beberapa saat, mereka berdua belum ada yang memulai obrolan lagi. Bahan obrolan sepertinya sudah habis karena mereka daritadi sudah mengobrol, sampai-sampai Reno tak sadar kalau hari sudah gelap.

Tapi karena kamar Reno berada di sebelah, ia tidak terlalu mengambil pusing. Lagipula Danu adalah teman ayahnya yang kebetulan juga dekat dengan dirinya, Reno sudah menganggap Danu sebagai om atau pamannya sendiri.

Terdengar Danu menghela napas lalu menghembuskannya kembali. Matanya terpejam sambil tubuhnya tiduran di kasur dengan kedua tangan yang menjadi bantalan kepalanya. Terlihat seperti Danu memikirkan sesuatu.

"Kamu belum ngasih tau kenapa tadi kamu nangis lho Ren" ucap Danu memecahkan keheningan. Yang dipanggil namanya langsung menengok.

Reno berpikir sejenak, bagaimana cara ia menjelaskan kejadian tadi. Kalau ia jujur, pasti Danu akan melaporkan Reno ke ayahnya. Kalau ia berbohong, ia bingung harus beralasan apa.

"Biasalah Pak, ada sedikit masalah aja di sekolah. Masalah remaja" jawab Reno berbohong. Alasan itu adalah satu-satunya alasan yang bisa ia pikirkan.

"Remaja kan masalahnya banyak Ren, emangnya saya tau kamu lagi ada di masalah yang mana?" sahut Danu yang masih memejamkan matanya.

"Em... pokoknya ada masalah aja tadi, tapi udah selesai" jelas Reno dengan maksud mengakhiri pembicaraan itu.

Kembali mereka berdua terdiam, suasana hening kembali menemani.

Melihat Danu yang tiduran sambil memejamkan matanya, Reno mengira kalau Danu lelah dan ingin istirahat. Jadi ia membiarkan saja, sementara dirinya memakan es krim sambil bermain hp.

Tadi Reno ingin menelpon Sigit untuk berbicara baik-baik, namun harus terhenti karena kehadiran Danu. Sekarang semua niat untuk bicara baik-baik sepertinya sudah lenyap, Reno hanya ingin ikhlas menerima bagaimana kenyataannya ini, kenyataan kalau Sigit hanya menganggap dirinya sebagai pemuas nafsu.

Dengan lihai, jari-jari Reno mengetik di layar hp miliknya. Meski semua itu ia lakukan dengan perasaan yang tidak menentu.

'Aku minta maaf kalau aku ada salah sama Pak Sigit, aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Selain itu aku juga mau bilang kalau aku butuh waktu sendiri, dan aku rasa Pak Sigit juga begitu. Alangkah baiknya kalau Pak Sigit kembali ke kehidupan Pak Sigit yang normal tanpa adanya aku, dan aku juga kembali ke kehidupan aku yang biasa. Jadi aku sangat meminta agar Pak Sigit nggak ganggu aku baik secara langsung atau secara tidak langsung, aku harap Pak Sigit ngerti. Terima kasih'.

Setelah mengetik itu, Reno memencet tombol kirim. Tak lupa juga ia mengganti wallpaper di hp miliknya dengan sebuah gambar hati yang patah. Selepas itu, Reno mengusap air matanya yang tiba-tiba saja terjatuh, namun ia bisa bernapas lega setelahnya.

"Tuh kan nangis lagi, ada apa Ren?" tanya Danu yang mengagetkan Reno.

Reno kebingungan, bagaimana Danu bisa tau padahal ia sedang tiduran dengan mata terpejam dan tidak ada tanda-tanda mengintip. Reno juga sudah berusaha untuk tidak bersuara sama sekali, namun kenapa Danu bisa sampai mengetahuinya?

"Diam bukan berarti nggak memperhatikan kan?" ucap Danu dengan mata yang masih terpejam. "Bapak kamu nitipin kamu sama saya lho Ren, nanti kalo kamu kenapa-napa malah saya yang kena sama bapak kamu. Tapi kalau kamu nggak mau cerita ya nggak masalah, saya juga nggak maksa" lanjutnya.

Mendengar Danu yang seperti ketakutan kepada ayahnya, membuat Reno tersenyum kecil. Entah mengapa baginya terasa lucu.

Ayah Reno pernah bercerita kalau Danu ini merupakan temannya dan mereka sangat akrab. Kata ayahnya, Danu juga sering bermain ke rumah sewaktu Reno masih SD kalau tidak salah. Meski ayahnya sering bilang begitu, tapi Reno tidak bisa mengingat momen dimana Danu datang ke rumahnya sewaktu ia masih kecil. Sejujurnya, Reno seperti tidak mengenali Danu.

Tapi tentu saja, Reno tidak mau ambil pusing. Danu juga sangat baik dengannya, makanya ia bisa nyaman-nyaman saja meski umur mereka terpaut belasan tahun. Mereka berdua juga sering video call dengan ayah dan ibu Reno di saat yang bersamaan, sehingga Reno percaya kalau Danu memang teman akrab ayahnya.

Beberapa menit tidak mendengar suara dari Reno, membuat Danu membuka matanya lalu duduk kembali di samping Reno. Setelah itu, Danu tersenyum simpul kepada Reno.

"Daripada kamu nangis terus, mending temenin saya makan di luar yuk? Saya lagi pengen makan mie ayam yang di perempatan jalan" usul Danu.

"Be-beneran Pak?" tanya Reno senang.

Dengan tangan kekarnya, Danu memegang kepala Reno mengusapnya lembut. "Ngapain saya nawarin kalo bohongan?" Danu tertawa kecil. "Udah sana siap-siap, nanti saya tunggu di kursi depan."

Reno mengangguk mengiyakan. Lalu ia berlari kecil menuju ke kamarnya, meletakkan es krim di kulkas lalu mandi secepat kilat. Selesai berpakaian rapih dengan kaos polos berwarna abu-abu tua dan celana panjang hitam, Reno bergegas keluar dari kamarnya.

Di luar, Danu sudah duduk di kursi yang memang ada di depan kamar kost mereka, yang biasa mereka gunakan untuk mengobrol-ngobrol santai. Sama seperti Reno, Danu juga berpakaian kasual layaknya Reno. Ia hanya memakai kaos hitam polos dengan celana coklat pendek selutut yang bahannya seperti celana kantoran.

"Udah Ren?" tanya Danu dengan senyum.

Reno menganggukkan kepalanya. "Udah Pak."

Danu pun bangkit dari duduknya lalu mengajak Reno. "Yaudah ayo." Kemudian mereka berdua berjalan beriringan menuju ke tempat parkir untuk mengambil motor lalu mengendarainya.

Seperti dengan Sigit waktu itu, Reno dibonceng oleh Danu dengan motor yang sejenis dengan motor Sigit juga. Sebuah motor sport yang sudah pasti harganya mahal dan sangat cocok dipakai oleh orang modelan mereka yang gagah.

Sebenarnya lokasi tempat mie ayam itu tidak terlalu jauh dari tempat kost, mungkin sekitar 10-15 menit kalau berjalan kaki santai. Tapi karena Danu ingin mengajak Reno jalan-jalan setelahnya, jadi ia putuskan untuk naik motor daripada jalan kaki.

~ ~ ~

Semangkuk mie ayam sudah habis ludes oleh Reno dan juga Danu yang mana mereka memang belum makan. Tak salah mie ayam ini ramai dan dijuluki mie ayam terenak di daerah ini, karena rasanya memang sangat enak dan harganya pun hanya belasan ribu rupiah.

"Aaahh..." Reno mendesah lega setelah menyeruput es teh manis. Rasa pedas dari sambal membuat bulir-bulir keringat di keningnya terlihat jelas.

"Jangan terlalu sering minum-minuman dingin kalau abis makan lho Ren, nggak bagus. Apalagi es teh manis, kalau mau teh ya mending teh tawar hangat atau teh manis hangat aja" ucap Danu menasihati Reno.

Dengan punggung tangannya, Reno langsung menyeka keringat yang mulai bercucuran itu. Lalu ia melihat ke Danu yang duduk berhadapan dengannya. "Emangnya kenapa Pak?" bingung Reno.

"Kata temen saya yang dokter sih gitu, alasan jelasnya saya lupa kenapa" jelas Danu dengan senyum. "Lebih baik minum air putih aja nih kayak saya."

Melihat Danu yang memiliki pola hidup sehat, membuat Reno mengangguk mengiyakan. Kalau sudah dinasihati, Reno pasti akan mendengarkan.

"Oh iya, gimana mie ayamnya? Enak?" tanya Danu lagi.

"Enak Pak, enak banget" jawab Reno dengan gembira.

Kemudian Danu berbalik badan mengarah ke tukang yang menjual mie ayam itu. "Pak, mie ayam komplitnya dua porsi lagi ya!" ucap Danu agak keras. Tukang mie ayam itu langsung mengacungkan jempolnya.

"Lho Pak, pesen lagi?" bingung Reno. Ia sudah tau kebiasaan bapak kostnya itu yang selalu memberikannya makanan, sampai-sampai terkesan berlebihan.

"Iya, kan rasanya enak?" sahut Danu. "Lagian saya yakin satu porsi tadi itu kurang, dan saya yakin kamu belum kenyang."

Sontak Reno tersenyum nyengir kepada Danu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Diberikan makanan dan makan bersama orang yang tampan membuatnya salah tingkah, terlebih yang dikatakan oleh Danu itu benar adanya.

Beberapa menit kemudian, mie ayam komplit kembali tersaji di atas meja mereka. Tanpa malu-malu lagi, mereka langsung memakan mie ayam itu karena perut mereka masih lapar.

Sambil makan, sambil Reno memperhatikan Danu yang duduk di depannya itu. Entah mengapa Reno seperti merasa kalau ia sedang makan dengan Sigit, bukan dengan Danu. Meski wajah mereka berbeda, namun mereka sama-sama tampan. Tubuh mereka juga sama-sama berotot, dan sifat mereka yang cuek-cuek namun peduli lumayan mirip.

Reno sendiri tidak tau kenapa tiba-tiba saja ia berpikiran seperti itu. Mungkin karena Reno rindu dengan kenangan indahnya bersama Sigit, mungkin saja.

Berpikiran tentang Sigit, Reno langsung teringat kepada hp miliknya itu. Tadi ia sempat mengirim pesan kepada Sigit, apa Sigit sudah membalasnya? Ingin sekali ia melihat hp miliknya itu, namun ada perasaan takut sehingga Reno memutuskan untuk mematikan saja hpnya itu.

Reno hanya berharap, semoga hubungannya dengan Sigit bisa membaik namun ia tidak mau memiliki hubungan spesial lagi dengan guru olahraganya itu.

~ ~ ~

Motor melaju ke tempat yang tidak asing bagi Reno. Tempat itu adalah sebuah mall, yang mana itu mall yang didatangi oleh Reno dan Sigit waktu itu.

Meski ragu untuk menginjakkan kaki di bangunan mewah itu, Reno terus mengekor di belakang Danu. Tidak mungkin baginya untuk menolak dan meminta pulang, yang ada nanti Danu malah bingung.

Di dalam mall, Reno sedikit tertunduk karena banyak sekali orang yang berkunjung. Entah mengapa jantungnya berdebar lebih cepat dari seharusnya, perasaan tidak nyaman pun dirasakan oleh dirinya.

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di depan toko elektronik yang menjual hp, laptop, dan juga keperluan elektronik lainnya. Reno dan Danu masuk ke dalam, Danu menuju ke kasir sementara Reno melihat-melihat hp yang dipajang di sana.

Melihat hp yang bagus dan canggih itu, membuat Reno tersenyum. Lalu ia mengeluarkan hpnya dan membandingkan hp dengan yang dipajang itu. Kembali ia tersenyum, karena hasilnya sudah tentu berbeda sangat jauh.

Saat ini Reno masih memakai hp layar sentuh yang harganya tak sampai satu juta, sementara hp di depannya berharga lebih dari sepuluh juta. Dengan senyum yang perlahan memudar, Reno memasukkan kembali hp miliknya ke dalam saku celana.

"Huft..." Reno membuang napas gusar, ada perasaan iri setelah melihat barang-barang bagus seperti itu. Ingin sekali dirinya bisa membeli barang mahal tanpa harus memusingkan harga, tapi masih belum saatnya.

"Kamu mau hp itu Ren?"

Suara berat Danu membuat Reno menoleh ke sumber suara. Terlihat Danu sudah kembali dengan membawa sebuah kantong plastik kecil berisi barang yang ia cari.

Buru-buru Reno menggelengkan kepalanya serta tangannya ikut bergerak seirama. "Ng-nggak usah Pak, hehe. Cuma liat-liat aja kok" sahut Reno dengan wajah yang agak gugup.

"Yakin kamu? Setau saya hp kamu juga udah keluaran lama, nanti kalau kamu mau main game atau ada apa-apa malah susah. Kalo mau, saya beliin nih sekarang" ucap Danu serius.

Itulah Danu. Kebaikan hatinya benar-benar membuat Reno tertegun sampai terkagum-kagum. Bahkan sikapnya kepada Reno yang notabenenya bukan siapa-siapanya itu, ia bersikap sangat-sangat baik dan menganggap Reno seperti adiknya sendiri. Terkadang Reno juga dibuat bingung oleh sikap Danu yang kelewat baik itu.

"Malah ngelamun. Yaudah saya beliin ya." Danu berjalan menuju ke kasir dan meninggalkan Reno yang melamun.

Baru beberapa langkah, tangan Reno langsung meraih pergelangan tangan Danu dan menahannya. Entah mengapa wajah Reno terlihat sangat panik.melihat Danu yang berjalan menuju kasir.

"Pak, nggak usah, aku masih ada hp kok!" Reno menarik tangan Danu kuat-kuat, meski sebenarnya ia berusaha mati-matian. Hingga akhirnya mereka keluar dari toko itu.

Terlihat Danu sedikit bingung dengan tingkah Reno. Mungkin orang lain akan langsung menerima dengan senang hati kalau diberi sesuatu yang mahal, namun anehnya Reno malah menolak.

Sambil berjalan menuju ke tempat parkir, akhirnya Danu berbicara. "Kenapa nggak mau Ren? Bukannya anak seumuran kamu paling seneng kalo dibeliin hp baru?" tanya Danu yang masih kebingungan.

Reno membuang napasnya, lalu ia menatap sejenak ke arah Danu dan tatapannya kembali lurus. "Jujur, aku mau banget kok Pak hp canggih kayak tadi. Dibandingin sama hp aku yang sekarang mah nggak ada apa-apanya. Tapi aku maunya beli pake uang sendiri, pake uang hasil kerja aku sendiri." sahut Reno. "Lagian hp yang aku pake ini hasil kerja keras Bapak, hasil dari Bapak nguli dan kerja serabutan. Hpnya juga masih bisa dipake main game walau agak macet-macet, tapi yang penting masih bisa untuk nonton sama ngasih kabar ke orang tua aku. Bagi aku hp ini udah lebih dari cukup" lanjutnya.

Mendengar perkataan Reno membuat Danu tertegun, ia tidak menyangka ternyata Reno sedewasa itu untuk anak seumurannya. Danu sendiri juga tau kalau Reno adalah anak yang tidak mau merepotkan orang lain, mungkin karena itu Reno mau membeli barang-barang dengan hasil kerja kerasnya sendiri.

Lalu tiba-tiba saja mata Reno melebar dan jantungnya berdebar sangat cepat, ketika tangan Danu mengusap lembut kepalanya. Ini memang bukan pertama kalinya Danu seperti ini, namun senyuman Danu yang terasa sangat hangat dan tulus membuat Reno merasakan itu semua.

"Hebat kamu Ren, jarang-jarang saya ngeliat anak seusia kamu yang mandiri banget kayak kamu dan nggak mau ngerepotin orang. Pertahankan ya? Itu udah susah dicari sekarang-sekarang ini" ucap Danu dengan senyum maskulinnya.

Perlahan senyum Reno mengembang, lalu kepalanya mengangguk mengiyakan. Seketika saja hati Reno menjadi senang dan gembira, padahal sebelumnya ia benar-benar patah hati.

Danu dan Sigit memang cukup mirip bagi Reno meski wajah mereka berbeda. Namun dari tubuh berotot, kontur wajah yang tegas dan garang, serta cara mereka memperlakukan Reno benar-benar mirip. Hanya saja, Danu lebih baik dibanding Sigit karena Danu tidak melukai hati Reno.

Seketika saja Reno berpikir kalau dirinya ini sangat bodoh.

Danu sangat baik dan perhatian kepadanya, mengapa ia tidak jadikan sebagai sosok idamannya? Kenapa harus Sigit yang ia idolakan dan jatuh cinta kepada pria brengsek itu? Kalau saja Reno bertemu Danu dahulu dibanding Sigit, mungkin ceritanya akan berbeda.

Sambil berjalan, Reno sesekali mendongak dan melihat ke Danu. Lalu senyuman Reno terlihat, karena ia sudah menemukan sosok idaman baru yang seharusnya ia idolakan dari dulu.

* * *

Bab berikutnya