webnovel

6. Kesayangan

Sejak kecil Sheril memang dimanja oleh kedua orang tuanya. Apa pun yang ia inginkan, pasti akan dituruti. Pun juga, mungkin salah satu alasan Sean menjodohkan putrinya dengan Ais karena sejak kecil Sheril sangat menyukai Ais.

***

"Mommy Celil pengin cepedaaaa!"

Suara cempreng anak berusia tujuh tahun menggema memenuhi ruangan.

April memijit keningnya, pusing bukan main. Astaga, padahal rumah ini sangat besar tapi bisa-bisanya teriakan Sheril terdengar di mana-mana.

"Mommy Pleasee, beyiin Celil cepeda," mohonnya lagi untuk kesekian kalinya sambil menampilkan ekspresi sememelas mungkin.

"Nggak Sheril. Kan, Mommy udah bilang kalau kamu mau sesuatu itu kamu harus nabung dulu buat ngedapetin apa yang kamu mau."

Sheril tidak mau mendengarkan penjelasan Mommy-nya. Pokoknya dia tidak akan berhenti menangis sampai keinginannya dituruti.

"Lagian kamu kemarin udah beli barbie satu set, lho, ya. Inget nggak?" tambah April mengingatkan.

Sheril memanyunkan bibirnya kesal. Huh, kalau saja Daddy-nya ada di sini. Pasti Daddy akan langsung membelikannya sepeda. Percuma minta sesuatu kepada Mommy! Bukannya dituruti malahan diceramahi. Beginilah nasibnya memiliki Daddy royal tapi Mommy-nya pelit.

"Pokoknya Celil mau cepeda!"

Tangis Sheril semakin kencang. Sekarang bocah kecil yang masih mengenakan seragam merah putihnya itu berdrama berguling-guling di lantai marmer putih rumah mereka.

Tiga assisten rumah tangga April hanya mampu berdiri berjejer di tempat kejadian perkara ikut bingung. Berkali-kali mereka mencoba menenangkan Nona kecil mereka tapi Sheril malah semakin mengamuk.

"Mommy jiahat! Mommy nggak cayang sama Celil!" teriak Sheril masih berguling-guling.

April bersedekap dada. Anak ini benar-benar....

"Bik, tolong ambilin botol air di kulkas," titah April membuat pembantu yang disuruhnya mengerutkan dahi, bingung. Masalahanya botol air itu untuk apa? Apakah untuk menyiram Non Sheril supaya tidak berguling-guling lagi atau untuk minum Bu April?

"Buruan, Bibi."

"I-iya Nyonya. Sebentar saya ambilkan." Daripada banyak berpikir, lebih baik ia bergegas mengambilkan botol air minum yang diperintahkan Nyonyanya.

"Bangun, Nak. Lantainya kotor itu."

"NGGAK MAUUUU!!!" teriak Sheril. April hanya mampu mengembuskan napas lelah dari tempat duduknya sambil mengamati Sheril yang masih sulit ditenangkan.

"Ini Nyonya airnya."

"Pegangin. Nanti kalau Sheril udah capai nangis, baru kasih ke dia."

"Eh?" pembantu tersebut masih tidak mengerti apa maksud ucapan Nyonyanya.

Yah, memang begitulah cara menghadapi anak yang sedang tantrum. Sebenarnya April tidak sedang bersikap jahat kepada putrinya. Inilah yang diyakininya benar dalam mendidik anak. Karena semua ini bukan masalah uang. April bisa saja langsung menggesekkan kartu debitnya yang berwarna hitam mengkilat untuk membelikan Sheril sepeda. Tapi jika April bertindak seperti itu makan besok-besok Sheril akan tumbuh menjadi anak yang manja. Tangisnya pasti akan ia jadikan sebagai senjata supaya keinginannya dituruti.

Cara menghadapi anak yang sedang tantrum adalah membiarkan mereka menangis sampai tenang sendiri. Nah, jika sudah tenang ajaklah anak bicara baik-baik dari hati ke hati. Ajarkan mereka mana yang benar dan mana yang salah.

Setelah lelah menangis Sheril duduk bersila di lantai. Bibirnya bagian bawah masih mewek.

"Udah selesai nangisnya?" tanya April kepadanya.

Sheril merajuk, ia bersedekap dada dan membuang muka ke samping membuat April terkekeh. Kalau dilihat-lihat lagi Sheril yang seperti itu mirip sekali dengan Daddy-nya.

"Sayang. Sini sama Mommy. Sheril pasti capai, ya, abis nangis. Ini diminum dulu airnya," bujuk April. Sikapnya yang semula tegas kini berubah lembut. Namun Sheril bergeming lantaran bukan itu barang yang dia harapkan.

"Nggak mau! Mommy JIA-HAT!"

April tertawa, gemas waktu Sheril mengatakan 'jia-hat'. "Nggak, dong. Mommy ini sayang banget tahu sama kamu."

"Kalau sayang kenapa Chelil nggak dibeyiin cepeda!" protesnya.

Hah... ya, sudahlah mau bagaimana lagi.

April menatap ke arah pintu rumah dengan lesu. Kapan suaminya pulang? Hanya dia yang dapat menenangkan Sheril.

"Kalau Deddy pulang pasti Deddy bakalan beyiin Celil cepeda," gumam Sheril pelan. April hanya menyimak sambil menahan senyuman.

"Mommy, mah, peyit. Enakan cama Daddy. Kalau cama Daddy apa-apa pasti Celil dibeyiin," tambah Sheril lagi.

Panjang umur. Suara dengung mobil terdengar. Sheril yang semula bersedih pun kini air mukanya berubah berbinar.

"Daddy pulaaaang!"

Sheril memang hapal suara mobil Papanya ketika memasuki halaman. Buru-buru bocah kecil itu berlari untuk menyambutnya.

"Daddy!!!"

Sean merentangkan tangan menunggu pelukan Sheril yang berlari ke arahnya. Sheril mengalungkan kedua lengan kecilnya pada leher Sean.

"Woah kesayangan Daddy." Diciuminya pipi tembam bocah itu saking gemasnya.

"Celil kangen Daddy!" Sean tertawa, "Daddy juga kangen sama putri cantiknya Daddy."

"Sheril... hayo Daddy baru pulang. Biar Daddy istirahat dulu," ucap April menginterupsi. April hendak mengambil Sheril dari gendongan Sean. Tapi bocah itu semakin mengeratkan pelukannya pada Daddynya.

"Gamau!"

Sean terkekeh, mengkode kepada istrinya kalau tidak apa.

"Anak Daddy, kok, matanya berair? Habis nangis, ya?" tanya Sean ketika menyadari mata Sheril bengap.

"Iya Daddy!" Bibir mungil itu mewek.

"Kenapa, kok, nangis? Siapa yang nakal, nanti biar Daddy yang marahin."

Sean duduk di sova, memangku princess kesayangannya. Setiap kali dia pulang, setiap kali penghujung harinya bertemu dengan istri dan anak yang dicintainya. Rasa lelah Sean seakan menguap, sirna begitu saja terganti rasa senang.

"Tuhhh..." Sheril menunjuk Mommy-nya yang duduk di kursi seberang.

"Oh, ya? Mommy nakal? Nanti biar Daddy hukum di kamar," ucap Sean sambil menyengir penuh kode, dihadiahi pelototan dari April. Bisa-bisanya Sean berkata seperti itu di depan Sheril!

"Jadi Daddy... ceritanya Celil pengen cepeda. Tapi Mommy nggak mau beyiin Celil cepeda!"

April mendengus. Lihatlah, sekarang anak itu mengadu ke ayahnya. Sheril juga memasang puppy-eyes andalannya supaya hati Sean luluh.

"Daddy beyiin Celil cepeda, ya? Ya, ya, ya? Celil pengen cepeda." Jelas saja Sean luluh. Kalau putri imutnya sudah seperti ini masak dia tidak menurutinya. Tapi di seberang tempatnya duduk, April menyilngkan tangan, mengkode 'No!' kepada Sean namun kode tersebut dibalas Sean dengan kode lain yaitu cium jauh. Buru-buru April memutar bola mata membuat suaminya terkekeh.

"Sekarang coba Sheril kasih tahu ke Daddy kenapa Sheril pengin banget beli sepeda?"

"Coalnya Kak Ais punya cepeda. Kak Aim juga punya cepeda. Masak Celil doang yang nggak punya cepeda!"

Sean tertawa. Owalah jadi itu alasannya Sheril sangat ingin punya sepeda.

"Tapi, kan, kamu belum bisa naik sepeda. Apa Sheril nggak takut kalau nanti jatuh?"

Sheril menggeleng. "Nggak, dong. Celil, kan, kuat. Kalau nanti Celil jatuh Celil juga nggak bakal nangis."

"Yang bener?" goda, Sean.

"Iya, Daddy. Pokoknya Daddy beyiin Celil cepeda," Sheril merengek sampai menarik-narik kemeja Daddynya. Wajah imutnya tidak dapat terbatahkan, pasti semua yang melihat Sheril akan merasa gemas.

"Oke! Ayo kita beli sepeda. Nanti kita beli 7 sepeda HAHAHA. Jadi nanti hari Senin Sheril pakai warna merah, Selasa kuning, Rabu hijau...."

"Yeay! Horeeee! Daddy memang terbaik!" Sheril senang bukan main mendengarnya. Sean juga ikut senang.

"Apa-apaan! Nggak ada. Sheril kemarin udah beli boneka satu set sampai mau habis sejuta, ya," ucap April membuat ayah dan anak itu tersenyum kecut.

"Daddy...." Sheril bersedih kembali.

Mata April menyipit, seolah menyampaikan kode kepada Sean; 'Awas aja kalau kamu turuti. Nanti malam tidur di luar!'

Menghela napas, Sean pasrah. Dia dan April memang sudah bersepakat kalau Sheril sedang tantrum maka salah satu tidak boleh membela atau menuruti.

"Please Daddy...." Sebenarnya Sean juga tidak tega, sih.

"Sayang, belinya bulan depan, ya. Atau kalau mau cepet nanti Sheril nabung, terus Daddy yang nambahi uangnya. Gimana? Setuju?" bujuk Sean mencari jalan keluar.

Bibir Sheril gemetar, hendak menangis lagi.

"Ada apa ini? Kok, ribut-ribut?" suara Mama Linda-alias mertua April-membuat orang-orang yang berada di rumah refleks menatap ke arahnya. Mama memang baru pulang dari luar.

"Super Glanmaaaa!" Sheril berteriak antusias. Kaki kecilnya merangsek turun dari pangkuan Sean untuk menyambut Nenek kesayangannya.

"Mama kenapa nggak telepon Sean buat dijemput? Kan, pulangnya bisa sekalian sama Sean."

"Mama udah dianter supir, kok."

Mama Linda mengulurkan tangan menggendong cucu manisnya. Sheril senang bukan main, karena kalau Daddy-nya tidak menuruti keinginannya. Pasti Super Grandma yang akan membelikannya sepeda!

"Grandma kangen banget sama kamu."

"Celil juga kangen sama Glandma!"

Sean dan April mengamati keduanya dari tempat duduk. Kini April pindah duduk di sebelah Sean.

"Anak kamu, tuh, sok-sokan pakai bahasa Inggris segala," ucap April membuat Sean terkekeh. Sean memang mengajarkan beberapa kosa kata menggunakan bahasa Inggris kepada Sheril supaya Sheril terbiasa.

"Glandma-Glandma! Beyiin Celil cepeda, dong!" pinta Sheril merayu neneknya.

"Sheril pengin sepeda? Ayo nanti kita beli sepeda bareng-bareng. Kita beli yang paling bagus."

"Yeay!!!" Bocah kecil itu kegirangan bukan main. Inilah salah satu alasan Sheril memanggil Neneknya dengan sebutan Super Grandma. Karena segalak-galaknya Mommy pasti akan kalah dengan Super Grandma.

"Tap-" April hendak protes, namun Sean memeluknya dari bekalang untuk menghentikan ucapannya barusan.

"Udah biarin aja. Nanti biar aku yang ngomong baik-baik sama Mama."

April mengalah. Ya, sudahlah.

"Boleh nggak, ya, ngebeliin anak kelas 1 SD motor? Biar bisa balapan gitu," celetuk Sean membuat April melotot. "Awas, ya, kamu kalau aneh-aneh kayak gitu." Sean menyengir kuda. Ampun... istrinya ini semakin galak saja.Bikin tambah sayang.

"Kamu itu, lho, jangan galak-galak sama Sheril. Nanti kalau dia mikir kamu lebih sayang sama adeknya daripada sama dia gimana?" ucap Sean sambil mengusap perut April yang mengandung anak kedua mereka. "Apalagi anak cewek itu sensitif, lho, Pril," tambahnya lagi.

"Kamu, tuh, yang manjain dia. Aku nggak mau tahu nanti Sheril jadi anak manja kalau udah gede," omel April kepadanya. Sean tidak melanjutkan perdebatannya dengan April, dia lebih memilih menciumi leher April dari belakang membuat April kegelian.

Jangankan sepeda. Seluruh dunia akan Daddy berikan untukmu, Nak.

***

Bab berikutnya