webnovel

14. Andre Kecelakaan.

Setelah pulang kerja aku berniat ke orang tua. Ayah dan Ibu pasti akan bertanya kalau aku datang sendiri.

"Assalamualaikum," sapaku di depan pintu. Tumben jam segini pintu depan di tutup. Sepi. Ku melonggok di jendela tak ada tak ada orang. Aku mencoba menghubungi ponsel Ibu.

Drrrt..

"Halo Bu, rumah ko sepi? Ibu di mana sekarang?

"Ibu di rumah sakit sekarang, adikmu kecelakaan."

Astagfirullah. Bu. Bagaimana keadaan Andre Bu? tanyaku panik. Hatiku bergetar hebat mendengar adik semata wayangku kecelakaan. Lututku lemas mendengar kabar duka itu.

"Sekarang Andre di Rumah sakit mana Bu? tanyaku panik.

" Di Rumah Sakit medika." suara Ibuku yang terdengar panik. Aku lemas mendengarnya. Panggilan terhenti mungkin karena sinyal. aku bergegas melajukan motorku. Kecepatan sengaja ku tambahkan agar segera cepat sampai di RS. Syukur alhamdulillah, aku sampai dengan selamat. Gegas aku tanya ke dimana Andre di rawat. Kata suster Andre baru saja keluar dari IGD. Tapi saat ini Andre sudah di kamar rawat inap. Andre menempati kamar melati no 3. Setengah berlari aku ke kamar itu.

"Assalamu'alaikum," sapaku melihat adikku yang terkulai lemah. Kakinya terbalut perban. Pelipisnya di tempel plester luka. Miris aku melihatnya.

"Bagaimana keadaanmu ndre?" tanyaku sembari mengelus kaki adiku.

"Kakiku patah Mbak, ini habis di operasi, untung dokternya bekerja cepat."

Jantungku serasa mau copot. Ngilu aku melihatnya.

"Nanti lagi hati- hati. Jangan ngebut kalau naik motornya ndre! kataku beri nasehat.

"Aku nggak ngebut ko mbak, mobil avanza hitam tiba- tiba menabraku dari belakang,"

"Haah." Aku melonggo mendengar penjelasan dari Andre.

"Terus? Kamu tau siapa yang nabrak kamu?"

"Nggak mbak, yang nabrak aku melarikan diri."

"Astaghfirullah, semoga orang itu tertabrak mobil!"

"Jangan begitu Rania, tak baik mendoakan orang lain jelek, nanti akan kembali pada kita,"

"Terus gimana Bu, dia udah nabrak Andre? Putra Ibu lho! "

"Ikhlasin aja," ucap Ibu lembut.

Aku mengatupkan bibir mendengar penjelasan Ibu. Diam saja saat Ibu memberikan ceramahnya. Yah Ibuku selalu mengajarkan arti kesabaran. Apa ini efeknya padaku? Saat Ridho menikah lagi aku masih bisa sabar?

siapa yang telah menabrak Andre ya, padahal aku tak punya musuh?

****

Di gudang tak terpakai. Laki-laki bertato tengah menyesap rokok. Asapnya ia kepulkan ke atas. Ia puas sudah menabrak Adiknya Rania. Setidaknya dendam sama Rania sedikit terbalaskan lewat adiknya.

Pov Indra.

Aku Indra Brawijaya. Hidupku menderita sejak mengenal cinta. Yah aku mencintai Rania dalam diam. Sejak masa SMA, tapi cintaku bertepuk sebelah tangan. Yah Rania menolakku, berbagai cara aku mendekati dia. Tapi malah menjauh. Wajahnya yang cantik, juga matanya yang teduh membuatku jatuh cinta padanya. Tawanya, kecerdasanya, juga senyum manisnya. Berhari- hari aku menulis puisi hanya untuk dia, lewat bait puisi ku kirimkan untuk Rania. Tapi Rania menanggapinya dengan senyum. Ia suka dengan puisiku tapi saat aku menyatakan perasaanku, ia hanya menggangapku hanya sebagai teman. Ia malah jatuh cinta dengan Roger, sahabatku . Miris. Ya Tuhan. Kenapa cintaku begitu rumit?

Setelah kuliah, aku mencari kerja. aku bekerja di Bank juga. Yah begitu terobsesinya dengan Rania, Mendengar Raniaku kerja di Bank. Aku pun ingin seperti dia. Akhirnya aku keterima di Bank. Banyak yang ingin dekat dengan ku tapi, itu tak bisa menghapus Rania dalam ingatanku. Aku terlalu mencintainya. Sampai Rela menolak wanita yang ingin dekat denganku.

Tapi semenjak tau hubungannya dengan Roger. Cintaku yang begitu dalam, berubah benci. Aku ingin sekali melihat Rania menderita. Dulu saat SMA, Ku kira dia dekat denganku, menyukaiku tapi ternyata naksir sama Roger. Padahal aku nggak kalah tampan dengan Roger. Yah sih Roger lebih pintar dariku. Tapi kini Mendengar suami Rania menikah lagi hatiku puas. Ternyata dia menderita tanpa aku mengotori tanganku.

Saat ini aku sudah keluar dari Bank, lebih suka berwirausaha. aku sedang menjalankan bisnis sepatu dan tas walau secara kecil- kecilan. Lengan juga aku tato lagi, suka lukisan tato, lenganku bergambar wajah Rania.

****

Drrrt...

Nama Ridho terpampang di layar HP.

Males sebenarnya untuk mengangkatnya.

"Itu siapa Rania? Dari tadi telepon terus?"

Aku kemudian mengangkat telepon dari Ridho,

"Halo Mas Ridho," sapaku agak malas. Enggan mendengar suaranya.

"Halo, Rania? Kenapa belum pulang? Kamu di mana saat ini? tanya Ridho khawatir. Suaranya terdengar panik, tapi aku tak peduli itu.

"Aku di Rumah sakit, Andre kecelakaan," ucapku santai. Aku biasa saja mengabarkan berita ini. Mulai sekarang aku hanya ingin jaga hati dengannya. Pernikahan kami hanya menunggu waktu berakhir atau lanjut. Bimbang, juga tak tau akan di bawa kemana pernikahanku. Ridho menikahi pacarnya. Saat ini mereka akan punya bayi? Sedang aku masih gadis. Selama hampir enam bulan menikah dia belum pernah menyentuhku.

"Kenapa kamu tak bilang, kalau Andre kecelakaan, di Rumah sakit mana? Aku segera ke sana!"

"Di Rumah sakit Medika," ucapku datar.

Setengah jam kemudian Ridho datang dan membawa sekeranjang buah di tangannya. Melihat Ridho datang Ayah dan Ibu heboh menyambutnya. Bak Lurah datang ke berkunjung. Aku hanya duduk diam temani Andre. Berusaha tersenyum dan memasang wajah bahagia. Tepatnya pura- pura bahagia.

"Ya Allah, nak Ridho repot- repot amat bawa oleh-oleh? Sudah di jenguk juga Alhamdulilah," ucap Ibu bahagia. Apalagi Ayah, Dia merangkul saat Ridho datang. Aku muak melihatnya. Tapi sebisa mungkin aku tahan. Membiarkan Ridho sandiwara di depan orang tuaku.

"Nggak repot ko Bu, kan adik Rania berarti adiku juga," ucap Ridho telah sukses membuat seisi ruangan ini terharu. Tapi tidak denganku yang biasa saja menanggapinya.

"Makasih ya Nak Ridho, udah datang ke sini." Aku perhatikan Ibu makin lebay, menunjukan perhatian yang berlebihan sama Ridho. Mereka belum tau yang Ridho buat pada anak perempuanya ini.

"Sama-sama Bu. Ridho dan orang tuaku berbincang akrab. Aku hanya terdiam duduk di samping Andre. Sesekali Ridho menunjukan perhatiannya padaku. Merangkul pundak, dan sesekali mengusap kepalaku. Tak ada getar sampai ke hati saat Ridho melakukan itu. Hampa.

Setelah ngobrol hampir satu jam, Ridho mengajakku pulang.

"Ayo Rania, kita pulang bareng," ajak Ridho sembari melingkarkan tangan di pundakku.

"Aku bawa motor Mas," tolakku memberi alasan. Aku memang membawa motor, tak mungkin motorku di tinggal.

"Sana pulang bareng, biar motor kamu, Ayah yang bawa, besok kamu bisa di ambil lagi. Kebetulan Ayah pingin pinjem motor kamu buat cek persediaan bahan toko yang udah habis, kalau musim hujan gini enaknya pake motor,"

"Ya Ayah, pakai saja, biar Rania aku antar pulang," ucap Ridho bahagia. Aku melihat wajahnya terlihat bahagia. Apa dia pura- pura hanya ingin mengambil hati Ayah? Entahlah.

Terpaksa aku menuruti ajakan ikut pulang bersamanya. Padahal aku enggan. Entah motif apa hingga Ridho rela bermanis- manis di depan orang tuaku.

Bersambung.

Bab berikutnya