"Baiklah, sekarang akan kuputar."
Yurisa memegang satu botol minuman keras yang isinya telah kosong. Botol itu berputar cepat, dan ujung botol itu berhenti tepat di depan Kayla.
Mereka semua duduk melingkar mengitari botol kosong itu. Kayla adalah orang yang yang ditunjuk oleh kepala botol. Yurisa memutar kembali botol kosong itu. Dan kali ini, orang yang ditunjuk oleh kepala botol adalah Kevan.
Yurisa pun menatap Kayla dengan senyuman yang tak ia sembunyikan sama sekali. "Jadi, apa pilihanmu?"
Kayla mengedarkan pandangannya. Dan saat tatapannya bertemu dengan kedua mata Kevan, dengan cepat Kayla mengambil segelas alkohol dan meminumnya sampai habis.
"Uhukkk ... Uhukkk!~ ... " Kayla terbatuk karena ia menghabiskannya begitu cepat dan terburu-buru.
Yurisa memandangnya dengan tatapan tak puas. "Hey, kenapa kau melakukan hal itu? Dasar tak menyenangkan."
Kevan tersenyum tipis, dan ia juga menghabiskan segelas alkohol dengan cepat.
Setelah Yurisa menemukan beberapa botol alkohol di dalam pendingin, mereka semua setuju untuk sedikit bersenang-senang malam ini. Dan saat ini, mereka sedang memainkan sebuah permainan di mana dua orang yang ditunjuk oleh kepala botol kosong yang diputar, bisa memilih, antara berciuman atau menghabiskan satu gelas alkohol.
Tentu saja Kayla akan memilih untuk meminum segelas alkohol dari pada harus mencium Kevan di depan semua orang.
Walau di dalam hatinya, gadis itu berharap bisa mencium bibir Kevan walau hanya sekali dalam hidupnya.
"Sekarang, aku yang akan putar." ucap Nadine yang lalu memutar botol kosong tersebut. Di putaran pertama, kepala botol itu berhenti di hadapan Rea. Dan di putaran kedua, kepala botol itu kembali berhenti di hadapan Kevan.
Kedua mata Rea terbuka lebar. Yurisa semakin melebarkan senyumannya. Dan saat Rea menoleh ke arah Kevan, rona merah tercetak sangat jelas di pipi gadis itu.
Rea baru saja ingin meneguk segelas akohol yang terisi penuh, namun Kevan menahan tangan Rea.
Bathump~ ...
Jantung Rea berdebar tak karuan. Kayla terkejut dengan apa yang Kevan lakukan. Nadine terdiam tak bisa berkata apa-apa. Sedangkan Kayla, dia sama terkejutnya dengan Rea.
Mereka bertiga berpikir, apakah Kevan akan benar-benar mencium Rea yang notabenenya adiknya sendiri?
Ini tak mungkin terjadi, bukan?
Dunia ini memang sudah sama dengan kiamat. Namun, apakah moral benar-benar hilang dari muka bumi di saat seperti ini?
Pikiran Kayla, Yurisa dan Nadine benar-benar kacau saat ini. Mereka bertiga membayangkan hal yang sama dengan cara yang berbeda.
Namun yang terjadi selanjutnya membuat ekspektasi mereka bertiga hancur seketika. Kevan mengambil gelas yang dipegang oleh Rea dan meminumnya. Ia juga meminum bagiannya sendiri.
Kevan menatap Rea dengan tatapan melindungi, "Kau sudah minum lebih dari tiga gelas. Aku tak akan membiarkanmu minum lebih dari ini."
"Aaaaaaaahhhh, ternyata kau hanya tampan, namun membosankan." keluh Yurisa.
Kevan tak menghiraukannya dan kembali memasang wajah tanpa ekspresi seperti yang biasa ia lakukan. Meski ia tak sadar bahwa Rea yang duduk di sebelahnya masih berusaha mengatur detak jantungnya sendiri.
Rea benar-benar membayangkan jika dia berciuman dengan Kevan.
Permainan terus berlanjut. Setiap kali Kevan terpilih, ia akan minum untuk menghindari ciuman. Berbeda dengan Yurisa. Ia selalu berusaha mencium siapapun yang menjadi pasangannya. Dan sampai permainan berakhir, Yurisa sudah berciuman dengan Nadine tiga kali, dan Kayla sekali.
Ia bahkan mengecup bibir Rea sekilas.
Sebenarnya Rea ingin menunjukkan kepada Kevan bahwa dia juga bisa berciuman, bahwa dia bisa menjadi partner ciuman yang hebat. Namun Kevan melihat hal itu tanpa ekspresi sedikitpun, dan menganggap semua ini hanyalah permainan.
"Huah, sepertinya aku terlalu mabuk!" keluh Yurisa sembari ia memeluk erat lengan Nadine.
Pletakkk!~ "Ouch! Kenapa kau memukulku?"
Nadine menyentil kening Yurisa dengan keras, dan hal itu membuat Yurisa mengelus-elus keningnya sendiri yang sedikit kesakitan. "Kau bertingkah seolah kau sedang mabuk berat, padahal kau hampir tak menyentuh minumanmu sama sekali karena kau terus saja berusaha mencium semua orang."
"Hey, aku mabuk karena bibir kalian, kau tahu?!"
"Diamlah, sekarang aku akan membawamu tidur sebelum kau membuat masalah lebih jauh."
Nadine bangkit dan berusaha menyeret Yurisa ke kasur.
"Tidak! Aku tidak mau tidur!" teriak Yurisa, namun Nadine tak menggubrisnya. Ia terus menyeret Yurisa hingga mereka berada di atas sebuah ranjang besar yang merupakan satu-satunya ranjang di suite ini.
"Lepaskan aku!" Yurisa terus meronta, namun Nadine mulai mengunci pergerakannya, mendekap erat tubuh Yurisa hingga gadis itu sudah tak berontak lagi.
Mereka berdua pun tertidur pulas dengan cepat.
Kevan bangkit dan mengambil beberapa botol alkohol kosong lalu membuangnya ke tempat sampah. Rea dan Kayla juga ikut membantu membersihkan bekas kekacauan yang mereka sebabkan.
"Kakak, kau mau ke mana?" tanya Rea saat melihat Kevan berjalan menuju ke arah pintu dengan katana hitam di tangan kanannya.
"Aku akan memeriksa blokade sekali lagi. Kalian tidurlah." ucap Kevan yang sudah melangkahkan kakinya keluar dan kembali menutup pintu dengan cepat.
Kayla dan Rea hanya bisa menatap kepergian Kevan tanpa berkata apa-apa. Tentu saja mereka berdua khawatir karena Kevan pergi sendirian. Meski di antara mereka berlima, Kevan lah yang terlihat memiliki daya tahan paling tinggi terhadap alkohol.
Kayla juga bisa melihat raut wajah khawatir Rea. Ia memutuskan untuk bertindak tenang sebagai orang yang lebih tua.
"Tenanglah. Kau tahu sendiri bahwa kakakmu itu sangat kuat. Dia pasti akan baik-baik saja." Kayla menaruh satu tangannya di pundak Rea dan tersenyum hangat, berusaha meyakinkan Rea agar gadis itu tak terlalu khawatir.
Meski begitu, Kayla juga sebenarnya khawatir.
Mereka hanya berharap Kevan akan baik-baik saja.
***
"Graaaaaawr!~ ... "
Slash!~ ... Crattt!~ ...
Kevan baru saja menebas kepala zombie ketujuh yang ia temui di lantai dasar hotel tempatnya berada. Sebuah batu permata hijau zamrud berukuran kecil tergeletak di lantai. Kevan mengambilnya dan memasukkannya ke dalam kantung kain yang ia bawa.
Sejauh ini, Kevan telah mengumpulkan dua puluh empat batu permata hijau zamrud yang ia dapatkan setelah membelah kepala para zombie.
"Haruskah aku terus berkhayal terhadap batu ini? Lagi pula, sepertinya aku sudah cukup banyak menyingkirkan zombie di area ini." gumam Kevan sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah.
Sejauh yang bisa ia lihat, tak ada tanda-tanda zombie yang berkeliaran.
Seharusnya ia merasa cukup dengan hasil yang ia peroleh. Namun Kevan tetap tak pergi dari sana.
Di lobby hotel yang merupakan lantai dasar hotel itu, Kevan menatap tajam ke arah kegelapan yang berada tak jauh darinya.
Di bagian ujung ruangan besar itu, ada sebuah tempat yang tak terkena cahaya lampu. Mungkin karena ia selalu menghabiskan waktu di dalam kegelapan, ketajaman matanya jauh lebih baik untuk urusan melihat di dalam gelap.
Kevan bisa melihatnya, ada satu zombie yang diam di dalam sana.
Kedua mata zombie itu berwarna kemerahan. Dari tingginya, mungkin tak jauh berbeda dari tinggi Kevan. Dia tak bergerak sama sekali. Tak menggeram, maupun menerjang secara agresif.
Kevan menatap tajam ke arahnya, "Keluarlah. Aku tak memiliki waktu semalaman untuk melakukan kontes adu tatap denganmu."
"Grrrrr~ ... "
Akhirnya zombie yang bersembunyi di dalam kegelapan itu menggeram. Namun yang terjadi setelahnya, kilatan cahaya merah itu semakin tinggi. Terus bertambah tinggi, hingga hampir mencapai ke langit-langit ruangan itu.
Perlaha, zombie itu merangkak keluar dari dalam bayangan. Dan saat seluruh tubuhnya telah terekspos, zombie itu pun meraung dengan keras.
"Grrraaawwwwrrrr!~ ... "
Kevan mendongak untuk melihat zombie dengan bentuk tak normal itu dan mengerutkan keningnya, "Aku bingung. Sebenarnya, apa kau ini? Kadal? Tokek? Lalu kenapa kau begitu kurus? Tidakkah orangtuamu memberikanmu makan dengan teratur? Aku jadi merasa kasihan denganmu."
"Grraaawwrrr!~ ... "
Syuuuunggg~ ... Boooommmm!~ ...
Zombie itu menerjang dari langit-langit ruangan, melesat ke arah Kevan dengan sangat cepat. Kevan melompat ke samping untuk menghindarinya.
"Wow, apa kau marah? Maaf kalau perkataanku sebelumnya menyinggungmu. Tapi kau benar-benar jelek, jadi aku tak tahan untuk menghinamu. Bisakah aku menginamu sedikit lagi?"
"Graaaawrrrr!~ ..."
Jlebbbb~ ...
Zombie itu melompat menerjang ke arah Kevan. Namun gerakannya terhenti karena kini pedang hitam milik Kevan telah menusuk jantungnya.
"Sudah kuduga, kau tak begitu kuat dibanding bajingan setinggi dua meter yang kulawan di kampus. Kau hanya bisa melompat dengan tubuh kurusmu itu."
"Grrrrr~ ... "
Zombie itu memanjangkan tangannya, dan dengan cakar yang tajam mencoba menyerang Kevan.
Duakkk!~ ...
Kevan menjejak perut zombie itu dengan keras, membuat zombie itu terlempar beberapa meter ke belakang. Darah berwarna hijau mengalir deras dari dada kirinya, tempat yang sebelumnya tertusuk oleh pedang hitam milik Kevan. "Dasar keras kepala. Tidak bisakah kau mati saja dengan tenang? Kau begitu berisik seperti bel kampus."
Kevan yang selama ini memasang ekspresi mengejek ke arah zombie itu, kini ekspresinya mengeras.
"Kau ... Seranganmu tadi. Jangan bilang kau sengaja mengincar itu."
Zombie yang seharusnya sudah sekarat itu kini terbaring beberapa meter di hadapan Kevan. Seharusnya Kevan sudah merasa menang. Namun sekarang Kevan malah terlihat marah dan juga gugup di saat yang bersamaan.
Itu karena di cakar zombie itu, tergantung tas kain yang merupakan tempat Kevan mengumpulkan koleksi batu kristal hijau zamrud yang ia kumpulkan dari kepala para zombie yang ia bunuh sebelumnya.
Zombie itu terlihat seperti sedang tersenyum. Dengan cepat zombie itu melahap kantung kain itu dalam satu kali telan. Dan Kevan bisa merasakan aura yang tak mengenakkan dari zombie itu.
"Grrrraaaawwwrrr!~ ... "
Zombie itu terlihat sedang kesakitan. Ia terus meronta dan melompat kesana-kemari, menghancurkan apapun yang ada di dekatnya.
Booommmmm!~ ...
Zombie itu melompat menembus dinding hotel. Kevan berlari keluar untuk mengejarnya. Dan saat sudah berada di luar, ia bisa melihat zombie itu sedang dikerumuni oleh zombie-zombie lain.
"Apakah dia hanya akan berakhir seperti itu, menjadi santapan kaumnya sendiri?"
Ada banyak sekali zombie yang mengerubunginya. Namun asap kemerahan mulai muncul dari sana.
Dan sedetik kemudian, semua zombie yang mengerumuninya mati terbelah. Tubuh mereka terbelah menjadi beberapa bagian dengan sangat cepat.
Di situlah Kevan terdiam melihat zombie yang tadi ia hina karena bertubuh kurus dan jelek, telah berubah menjadi zombie yang terlihat sangat kuat. Posturnya menjadi lebih berotot, dan tumbuh cangkang di seluruh permukaan kulitnya.
Cangkang berwarna hitam pekat dan terlihat sangat keras. Kuku-kuku di tangannya juga bertambah panjang.
Jika dideskripsikan dengan tepat, ia seperti prajurit hitam yang memiliki cakar yang panjang.
"Grrraaaaaawwwrrrrr!~ ... "