webnovel

Perjalanan berharga

Siang hari di jalanan tempat Siti di hadang oleh para rentenir. Rio dan Rangga menyusuri jalanan sepi itu, melihat-lihat mencari CCTV yang mungkin bisa di jadikan barang bukti yang mengarah pada pelaku.

"Coba lihat di sana," tunjuk Rio kepada salah satu tiang lampu, lalu meminta Rangga untuk mengeceknya.

Rangga mengecek CCTV umum itu, tapi ternyata kabelnya putus. Mereka jalan lagi menyusuri jalan lagi dan melihat salah satu toko yang ada CCTV. Lalu mereka berdua mendatangi toko perabotan rumah tangga tersebut untuk melihat hasil rekaman sebulan yang lalu.

"Permisi…" Sapa Rio memanggil pemilik yang berada di dalam.

"Iya…Sebentar," sahut suara ibu dari dalam.

Tidak lama ibu pemilik toko keluar, dengan memakai pakaian syar'i.

"Iya ada apa ya?" tanya Ibu pemilik kepada Rio dan Rangga.

"Itu CCTV masih berfungsi Bu?" tanya Rio kepada ibu pemilik.

"Iya, itu masih berfungsi," jawab Ibu pemilik itu keheranan.

"Oh… Baiklah. Perkenalkan kami dari petugas kepolisian ingin melihat hasil rekaman CCTV yang ada di toko ini, untuk melihat pelaku yang kami cari," ucap Rio memperkenalkan diri dengan menunjukkan id cardnya.

Ibu itu melihat kartu nama Rio. "Jangan macem-macem ya Pak, jangan pikir saya itu bodoh. Mau saya teriakin maling," tuduh pemilik itu memarahi Rio dan Rangga.

Rio bingung dan melihat Rangga. "MALING…." ucap mereka bersamaan dengan saling menatap.

"Banyak Pak yang kaya gitu sekarang modus-modus gak jelas, ujung-ujungnya malah maling. Mengaku polisi tahunya malah tukang palak, saya mah gak percaya kalau anda semua ini polisi," omel pemilik kepada Rio dan Rangga.

"Ibu sebentar, dengerin penjelasan saya dulu," Rangga mengeluarkan dompetnya lalu membuka dan mengambil KTA. "Ibu lihat. Ini kartu hanya bisa di pegang oleh anggota dari kepolisian, coba ibu baca dulu," pinta Rangga meletakkan KTA di kaca etalase lalu menjauh agar ibu itu mau melihatnya.

Ibu itu sembari memegang gagang sapu, maju secara perlahan dan mengambil KTA itu lalu membacanya. Setelah membaca KTA itu, ibu menjatuhkan gagang sapunya dan meminta maaf kepada Rio dan Rangga.

"Maafkan saya Pak polisi, saya tidak tahu kalau anda memang polisi. Saya hanya berjaga-jaga saja, takut kalau anda itu penipu," ucap pemilik itu merasa bersalah kepada Rio dan Rangga.

"Iya Bu….Ibu tidak salah, kami paham kok. Sekarang boleh kami melihat rekaman CCTV milik toko ini," ijin Rio mendekati pemilik toko.

"Boleh Pak Polisi silahkan masuk," jawab pemilik menggeser etalase untuk masuk Rio dan Rangga.

Pemilik mengajak Rio dan Rangga ke depan komputer untuk mengecek rekaman satu bulan lalu, setelah setengah jam mencari dengan sangat teliti, mereka menemukan rekaman Siti yang sedang di hadang para rentenir. Mengamati secara perlahan, dari Siti yang menerima panggilan sampai pengendara motor yang melempar tas hitam kepada Siti ada semua.

"Tekkk.." Rio menekan mause untuk menghentikan rekaman.

"Cepat catat plat motor pengendara motor itu," perintah Rio pada Rangga.

Dengan cepat Rangga menuliskan plat motor pengendara tersebut. "B.5513.TIM" tulis Rangga dalam buku catatannya.

"Sudah, ambil salinannya untuk di bawa ke kantor," ucap Rangga mengingatkan Rio.

"Sudah…Aku sudah menyimpannya," jawab Rio lalu berdiri dari duduknya.

Setelah selesai melihat rekaman, mereka pamit kepada pemilik toko untuk pergi.

"Bu terima kasih ya, atas bantuannya. Kalau begitu kami pamit untuk pergi," pamit Rio, yang diikuti Rangga berjalan menuju keluar.

"Iya Pak Polisi. Saya juga minta maaf sudah menuduh sembarangan," ucap pemilik toko merasa tidak enak dan bersalah kepada Rio dan Rangga.

"Tidak masalah Bu, justru itu bagus. Jadi orang memang harus waspada, supaya tidak kecolongan Bu," jawab Rangga tersenyum.

"Iya bener Bu, saya acungin jempol buat ibu yang sudah waspada kepada orang yang tidak di kenal," ucap Rio mengacungkan jempol pada pemilik itu, sehingga pemilik itu tersenyum senang.

"Baiklah kalau begitu, kita pergi ya Bu," pamit Rio lalu meninggalkan toko berjalan dengan Rangga di sampingnya.

Di rumah sakit Risa sedang sendirian, setelah lelah menerima beberapa pasien dengan berbagai macam gangguan mental. Seketika ada yang datang mengetuk pintu ruangannya.

"Tok…Tok…Tok…" seseorang di balik pintu.

"Masuklah…" sahut Risa dari dalam dan melihat Andin salah satu asisten perawatnya. "Ada apa Andine?" tanya Risa kepada Andin yang melangkah ke arahnya.

"Ini Dok saya mau menyerahkan ini ke Ibu, laporan pasien Minggu lalu," jawab Andin menyerahkan dokumen kepada Risa.

"Oh iya Dok, pas Dokter pergi ke Amerika. Ada seseorang pria yang datang ingin menemui almarhum Dokter Gunnar," ucap Andin memberitahu Risa.

"Dia pasiennya Pak Gunnar?" tanya Risa ingin tahu.

"Saya kurang tahu Dok, tapi saya baru melihatnya," jawab Andin kepada Risa.

"Terus kamu jawab apa, pas dia tanya Dokter Gunnar?" tanya Risa penasaran.

"Aku bilang dokter Gunnar udah meninggal, terus dia terkejut lalu pergi begitu saja," jelas Andin kepada Risa.

"Dia tidak meninggalkan kartu nama atau apapun itu?" tanya Risa dengan wajah penasaran.

"Tidak Dok," jawab Andin menggelengkan kepalanya.

"Oh…Ya sudah. Jika nanti dia datang, tolong kasih tau saya ya," pesan Risa kepada Andin.

"Baik Dok, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Andin meninggalkan ruangan Risa.

Risa masih memikirkan tentang seseorang yang di ceritakan Andin, masih penasaran siapa orang yang mencari almarhum Dokter Gunnar.

"Siapa ya dia? Kenapa dia terkejut saat tahu Gunnar meninggal? Apa mungkin dia pasien terdekat Gunnar? AH…Taulah! Nanti jika memang penting pasti dia kemari lagi," gumam Risa sendiri lalu membuka dokumen yang di berikan Andin.

Di kedai bakso Adamma dan Arya sedang makan bakao yang sangat pedas, hingga mulut mereka rasanya ingin terbakar.

"AH…Pedas sekali! Gilaaaa," ucap Adamma yang kepedasan, tapi tetap memakannya.

Arya tertawa melihat tingkah Adamma yang lucu, membuat Adamma keheranan dengan apa yang membuat Arya tertawa kegelian seperti itu.

"Apa ada sesuatu yang menempel di wajahku?" tanya Adamma sembari menyentuh wajahnya.

"Bukan…Bukan itu, kamu lucu sekali saat kepedasan," jawab Arya sambil mengunyah makanannya.

"ISHHH…Kerjaanmu selalu saja meledekku," ucap Adamma kesal dengan Arya.

"Maaf…Maaf aku refleks," Arya mencoba berhenti tertawa, hingga akhirnya dia tersedak dan batuk.

Adamma yang melihat Arya batuk, langsung memberikan Arya segelas air putih.

"Minumlah ini," ucap Adamma memberi minum kepada Arya yang batuk.

"GLUKK…GLUKK...GLUKK" Arya meminumnya. "Sepertinya aku kualat padamu," ucap Arya tersenyum melihat Adamma.

"Makanya jangan suka bercanda kalau lagi makan," jawab Adamma melanjutkan makan baksonya lagi.

"Ya sudah maaf ya. Sekarang kita habiskan, lalu kita harus kembali ke kantor," pinta Arya yang melanjutkan makan baksonya lagi.

 

 

 

 

 

 

Bab berikutnya