Pagi hari Pak Gunnar selalu membangunkan Adamma untuk bersiap mandi dan sarapan, setiap hari Adamma ada sedikit kemajuan. Dari mulai melakukan apapun sendiri, Adamma juga sering membaca buku dan sekarang mulai belajar tersenyum.
Walalupun memang belum mau berbicara, seenggaknya itu menjadi harapan besar untuk Pak Gunnar ayah angkatnya. Sampai umur adamma 9 tahun Adamma tetap diam, hingga suatu hari adamma mulai bicara ketika sedang menjalani terapi psikiater dengan pak gunnar yang dilakukan selama 2 tahun belakangan ini.
"Adamma, selama 2 tahun kamu tetap diam. tapi ayah senang kamu banyak mengalami perubahan yang baik. Ayah sangat suka dengan kerja keras yang kamu lakukan. Ayah tidak akan memaksa kamu untuk bicara, jika kamu merasa sudah siap kamu bisa lakukan itu nanti," Pak Gunnar menutup buku yang dia pegang.
"Adamma tetap diam"
Ketika Pak Gunnar bangun Adamma langsung memanggil Pak Gunnar dengan sebutan ayah.
"ayah,, ayah," panggil Adamma dengan pelan dan sedikit terbata-bata.
Pak Gunnar terkejut mendengar suara kecil Adamma, dia pun langsung menghampiri Adamma yang duduk di sofa.
"Kamu memanggil saya ayah," kata pak Gunnar menatap Adamma dengan mata berkaca-kaca.
"Adamma pun tersenyum dan mengangguk"
"Terima kasih adamma, Kamu butuh waktu 2 tahun untuk mempercayai saya berada disamping kamu, ayah bangga," Pak gunnar mencium kening Adamma. "kamu masih ingin melanjutkan terapi?" tanya Pak Gunnar.
Adamma mengangguk lagi dan tersenyum kearah Pak Gunnar.
"Baik, kita lanjutkan," Pak Gunnar duduk lagi di sofa yang berhadapan langsung dengan Adamma.
"Adamma, apa yang kamu pikirkan?" tanya Pak Gunnar.
"Suara hati," ucap Adamma dengan pelan.
"Suara hati, ada apa dengan suara hati," tanya Pak Gunnar yang masih bingung dengan perkataan Adamma.
Adamma yang menggelengkan kepala terlihat masih ragu untuk mengungkapkan nya, membuat Pak Gunnar menghentikan terapi dan mengajak Adamma untuk pergi keluar rumah setelah 2 tahun Adamma tidak ingin pergi melihat keramaian.
"Baiklah, kita sudahi saja. bagaimana kalau kita pergi ketaman bermain. kamu sudah lama menolaknya, bisakah kita pergi hari ini?," tanya Pak Gunnar tersenyum meyakinkan Adamma bahwwa dunia sangatlah menarik.
Adamma mengagguk lebih dari 3 kali dengan menggandeng tangan Pak Gunnar lalu menariknya untuk pergi ke taman bermain.
Mereka pun pergi ke taman bermain yang ada di dalam komplek perumahan, setelah sampai disana Adamma merasa ketakutan dan berkata…
"Mereka sangat berisik," ucap Adamma menutup kupingnya .
Pak Gunnar menggendongnya masuk kembali ke mobil yang sedang di parkir.
"Kamu baik-baik saja, kita pulang yah. kamu mungkin belum siap maafkan ayah," ucap Pak Gunnar mencemaskan Adamma.
Adamma pun memegang tangan ayahnya dan berkata hal yang sama. "Aku bisa mendengarnya ayah, aku takut sekali," ucap Adamma berlindung di ketiak ayahnya.
"sayang ketika kita berada di keramaian memang sangat berisik, dan mungkin itu sangat mengganggu kamu," Pak Gunnar membelai rambut Adamma.
Karena tidak ingin Adamma bersedih, ayahnya membawanya ke hutan kota yang sangat sepi. sesampainya di sana, Adamma langsung bermain ayunan dan diikuti ayahnya yang mendorong ayunan itu. Adamma tertawa kegirangan dan itu ekspresi pertama yang dia tunjukkan kepada ayahnya selama hidup bersama.
"Kamu menyukainya Nak?" tanya Pak Gunnar sambil mendorong ayunan Adamma.
"Iya, aku menyukainya," jawab Adamma yang berbicaranya sangat cepat seperti robot.
"Adamma, boleh ayah tanya maksud Adamma dengan bilang suara hati?" tanya Pak Gunnar terus mendorong ayunanya dengan sangat hati-hati.
"Mereka tidak mengucapkan apapun, tapi hatinya bicara dan aku mendengarnya." jelas Adamma dengan bahasa yang tidak teratur.
"Adamma, apa kamu benar-benar bisa mendengarnya?" tanya pak gunnar menatap mata Adamma.
"Adamma tidak ingin mendengar nya mereka suka berkata adamma aneh, tapi mulut mereka diam," ungkap Adamma mulai mengeluarkan emosinya yang terlihat jelas diwajahnya.
"Adamma tenang sayang, ayah akan selalu melindungi kamu," ucap Pak Gunnar memeluk Adamma untuk menenangkannya. "Menangislah, ayah akan selalu memeluk kamu, luapkan semua emosi kamu sama ayah," lanjut Pak Gunnar.
"Semua yang ada di panti ingin aku pergi, termasuk Ibu Zhuaera. hatinya berkata berbeda dengan apa yang dia ucapkan. dia juga ingin aku pergi, dan semua orang yang datang ingin jadi orang tuaku. Mereka hanya ingin menjadikanku pesuruhnya, bukan menjadikan ku anak mereka," jelas Adamma melepas pelukannya.
"Semua akan baik-baik saja, kamu akan baik-baik saja. Ayah tidak akan membiarkan orang lain menyakitimu lagi," ucap nya meyakinkan Adamma.
"Ayah berbeda, suara hati ayah sama dengan apa yang ayah ucapkan," puji Adamma.
"Tenang Adamma, kamu sudah melewati banyak sekali ujian dalam hidupmu, Tuhan memberikan kelebihan padamu untuk menjagamu dari orang yang ingin menyakitimu," Pak Gunnar mengenggam tangan Adamma.
Setelah Adamma mulai tenang, Pak Gunnar membawanya pulang dengan mobilnya dan membiarkan Adamma tidur untuk meringankan apa yang dia alami saat ini. walau dia masih bingung dengan keajaiban, tapi dia mempercayai perkataan Adamma putrinya.
Pak Gunnar menghubungi Risa yang juga dokter psikiater, yang bekerja di sebuah rumah sakit yang sama.
"Hallo Rissa," ucap Pak Gunnar di telfon.
"Ada apa tumben menelfonku," jawab Risa yang sedang duduk di ruangannya.
"Kamu percaya tidak adanya keajaiban?" tanya Pak Gunnar mengecilkan volume suaranya.
"Keajaiban gimana dulu?" tanya balik Risa penasaran.
"Seperti mendengarkan suara hati manusia," jawab Pak Gunnar tak yakin Risa percaya
"Aku percaya! Karena kita hidup di bumi, yang juga banyak keajaiban di dalamnya," ucap Risa dengan menganggukan kepalanya. "Siapa pasienmu yang memiliki keajaiban itu?" tanya Risa penasaran.
"Tidak, aku hanya sedang membaca sesuatu. Sudah dulu ya," Pak Gunnar mematikan telfonnya.
Risa melihat handphonenya yang mati, kesal karena masih sangat merindukan Pak Gunnar.
Pak Gunnar melajukan mobilnya dengan melihat Adamma yang terlelap tidur di mobilnya.
"Aku percaya adanya keajaiban dari Tuhan, kamu orang terpilih yang akan berguna untuk orang yang berada di sekitar mu," ucap Pak Gunnar.
Malam hari pasien Pak Gunnar datang untuk berobat, anak kecil dari seorang pengusaha pabrik otomotif terbesar di Jakarta. Alfian Yudhi Saputra, dia ditemani asistennya untuk melakukan terapi rutin di rumah Pak Gunnar. dia mengalami gangguan DID atau bisa disebut gangguan kepribadian ganda.
"Bagaimana kabarmu hari ini Alfian?" tanya Pak Gunnar dengan ramah.
"Aku baik," jawab Alfian melihat Pak Gunnar dengan tatapan kosong.
"Apa yang kamu rasakan Minggu ini?" tanya lagi Pak Gunnar dalam melakukan terapi.
"Aku terbangun di pagi hari, tapi tidak di tempat tidur melainkan di taman belakang rumahku, tapi aku tidak mengingat apa yang kulakukan semalam," jawab Alfian berdiri menghindari tatap muka dengan Pak Gunnar.
"Aku ingin pulang dan tak ingin melanjutkan lagi," ucap Alfian pergi menemui asistennya.
Pak Gunnar melihat penyakit Alfian makin lama semakin parah, dia tidak mengingat apa yang dia lakukan. Merasa sangat berbahaya dia menemui asistennya untuk bertemu dengan orang tua Alfian.
"Saya harap lain kali Alfian di temani oleh orang tuanya, ada yang ingin saya sampaikan," pinta Pak Gunnar di hadapan asisten Alfian.
"Baik Pak, nanti saya sampaikan," jawab pria berdasi dengan wajah tegasnya.
Setelah selesai mereka pergi, meninggalkan rumah Pak Gunnar.