webnovel

19. Titik Balik

Tanganku yang sedikit bergetar memegang cangkir kopi itu pelan, mengangkatnya naik, kemudian menghirup aroma kopi yang menggoda selagi meneguk ludah. Sensasi ini, aku tidak percaya aku bisa merasakan sensasi seperti ini lagi…

"Kenapa nak Galih? Gak mau di minum kopinya?" Tanya dokter Gustian.

"Iya lih, santai aja. Kamu akhirnya bisa di sini kan?" Sambung Qines.

"Iya, gapapa, masih tegang dikit…" Jawabku sekenanya.

Ya, kami bertiga kini ada di sebuah kafe di dekat rumahku. Bukan sesuatu yang aneh kalau itu orang lain, tapi ini aku…

"Akhirnya anda mengumpulkan keberanian untuk keluar dari kamar anda ya? Bagaimana rasanya? Keluar dari kamar anda, bukan, rumah anda setelah bertahun-tahun lamanya?"

Ragu, perlahan ku seruput kopi panas itu,"Saya sudah keluar sebelumnya, jadi sekarang sudah sedikit terbiasa…"

"Oh, soal saran saya yang anda keluar subuh-subuh itu ya, hahahaha… Ngomong-ngomong, sudah berapa kali anda keluar sejak pertama mencobanya?" Tanya Dr. Gustian.

"Sudah sekitar 3 kali dok."

"Bagus bagus, kalau begini, sudah bisa dipastikan dong anda sudah mendapatkan kepercayaan diri kembali di publik?"

"Kalau soal itu, entahlah dok."

Dokter Gustian tersenyum, "Yah, setidaknya ada kemajuan. Anda yang sekarang sudah bisa keluar dari rumah anda, bahkan berbaur di area publik seperti ini tanpa masalah. Saran saya, sebisa mungkin sering-seringlah keluar dari rumah, walau hanya untuk ke swalayan atau hanya sekedar berjalan-jalan santai. Temui orang lain sesering mungkin, seperti teman anda Qines ini, atau teman yang lain, saya yakin setidaknya anda punya beberapa orang yang bisa di panggil teman kan? Buat diri anda, jiwa anda terbiasa dengan dunia luar, dengan begitu, perlahan-lahan anda akan merasa nyaman dan aman sekalipun jauh dari rumah, dari kamar anda."

"Baik dok, makasih ya buat segalanya. Kamu juga Nes, makasih udah gak menyerah…"

"Sama-sama nak Galih, kalau butuh bantuan lagi, hubungi saja nomor saya ya."

"Gak main lagi dok?" Candaku.

"Ahahahaha, saya sudah terlalu tua untuk hal seperti itu nak Galih."

"Jadi, sekarang kamu mau ngapain Lih?" Tanya Qines setelah Dr. Gustian pamit pulang.

"Buat sekarang aku mau adaptasi dulu Nes, kedepannya lihat gimana situasi kondisi aja deh…"

"Ok, kalau gitu, masih ingat soal reuni SMA yang pernah aku ceritakan dulu? Tanggal acaranya  udah dekat, gimana?"

"Kamu kukuh banget soal itu ya Nes."

"Sorry…"

"Hahaha, santai aja. Aku juga ngerti maksud kamu baik. Reuni ya, jujur aku mungkin gak punya keberanian buat ikutan Nes…"

"Iya Lih, aku gak maksa kok. Aku juga tahu seberapa beratnya hidupmu waktu SMA. Sorry, aku gak akan ngungkit-ngunkit soal reuni lagi."

"Makasih ya Nes. Masih mau temenan sama aku selama ini."

"Iya, sama-sama Lih. Aku juga makasih."

Kamipun menghabiskan sore itu di kafe, bercerita mengenai kisah masa lalu dan kartun kesenangan masa kecil. Berbeda denganku, Qines tidak begitu mengikuti perkembangan anime setelah lulus dari SMP. Bocah ini bahkan masih menganggap anime sama dengan kartun.

Setelah bicara hilir mudik, kuperhatikan Qines selalu gelisah dan melirik ke jam tangannya. Ini anak punya janji rupanya?

"Ngelihat jam mulu dari tadi Nes, ada janji?"

"Hehehe, iya Lih." Katanya sambil nyengir.

"Cieee, janji dengan siapa nih? Udah gede  ternyata kawan satu ini."

"Apaan sih Lih, kita mah bukan gede lagi, kita udah tua!"

"Gak usah di ingatin biji!"

"Ahahahahaha, ya udah, aku duluan ya!"

Kulambaikan tanganku ke arah Qines yang perlahan berjalan menjauh. Tentu saja, aku harus mengakui kalau Qines lebih keren dariku, apalagi statusnya sebagai pegawai bank, beh, siapa cewek yang gak kepincut?

Ok, memikirkan hal itu hanya membuatku tambah iri saja. Bersandar malas di kursi kafe, ku hirup udara luar yang lama tidak kurasakan. Memandang kosong ke langit, kebebasan ya? Apa ini bisa di bilang bebas? Aku masih terikat dengan luka lama kan?

Kuhela nafas pelan, hah, kopi di kafe ini keras juga, aku merasa penuh energi saat ini. Kurengangkan tubuhku malas, kemudian bangkit berdiri.

"Ok, sekarang lanjut ke masalah lainnya." Gumamku.

~ ~ ~

"Set Black Knight? Itukan set perlengkapan langka yang cuman ada 3 di server ini Yam…" Eluh DeviL.

"Bos, mau White gabung kita gak?" Tanyaku.

"Kenapa harus elu sih? Gak bisa Knight yang lain gitu? Misalnya AzraeL? Dia kan Knight paling kuat di Protector…"

"Bos gak percaya banget ama gue?"

"Bukan gitu Yam, soal set itu, gua bisa usahain… Tapi lu kan baru netas? Baru berapa hari lu level 90 kan? Yakin lu bisa ngehadapin Kalamurkha?"

"Gue punya trik bos, tapi ya gitu, harus make set Black Knight kalau mau berhasil."

"Lu gak ngibulin gue karena kepengen barang mahal doang kan?"

"Gak bos, sumpah!"

"Ok, itu aja permintaan lu?"

"Ada lagi sih bos, hehehehe…"

"Ya udah, paan?"

Aku pun memberi lengkap list barang-barang yang akan kubutuhkan dalam duel nanti. Mengalahkan Kalamurkha tidak bisa asal, aku harus membuat persiapan yang matang hanya untuk memiliki kesempatan, sekecil apapun itu.

"Ok, gue lihat lu emang serius sih. Udah, ini aja?"

"Hmmm, kalau bisa, gue pengen minta bantuan Black Mage level 90 di guild kita sih. Buat simulasi pertarungan nanti."

"Ok, bakal gue jadwalin. Tapi, lu tahu kan Kalamurkha gak bakal mau nerima duel kalau gak ada taruhannya? Lu udah bicarain sama dia?"

"Udah, White yang ngatur semua."

"Ok, apa yang lu pertaruhkan?"

"Akun gue bos…"

"Gila lu! Kalau lu kalah gimana? Naikin karakter lu sampai setinggi itu mati-matian kan? Mau lu pertaruhin gitu aja cuma buat masukin White?"

Yah, pertaruhan ini memang gila, tapi ini membuat aku memiliki alasan kuat agar bisa menang. Dan lagi, taruhan yang di berikan Kalamurkha tidak kalah menarik…

"Tenang bos, makanya bantuin…"

"Hadeh, gak tahu deh. Terus kalau lu menang, dapat apa?"

Di balik layar, aku tersenyum lebar. Bos DeviL juga pasti senang kalau tahu taruhan kami…

"Para dewan guild Rajawali, termasuk Kalamurkha, akan bergabung ke Protector!"

"Yam, lu harus menang, pokoknya lu harus menang!"

"Siap pak bos!"

Bab berikutnya