webnovel

23. Stupid Bos

"Hukuman apa yang anda maksud Pak? Saya tidak terlambat," bantah Chiraaz seraya merapikan rambut dan memakai lagi sepatu high heels-nya.

"Dua detik, seharusnya kamu datang lima menit pas. Minimal lima detik sebelumnya, itu jauh lebik baik." Edward tersenyum tipis.

"Stupid bos!" seru Chiraaz menggerutu. Matanya berpendar ke sekeliling ruangan, hanya ada kursi kosong yang berjejer rapi. Tidak ada alat presentasi maupun sebuah laptop di depan Edward.

"Duduklah, kenapa harus terus berdiri," titah Edward, jari telunjuk mengarah pada kursi yang ada di sebelahnya. Tapi Chiraaz memilih duduk di kursi ketiga, berselang dua kursi darinya.

"Apakah kamu sudah tuli, Chiraaz? Saya bilang duduk di sini," kata Edward. KPP

"Tapi, di sini juga suara anda masih terdengar, Pak."

"Saya tidak suka dibantah!" seru Edward, wajahnya langsung berubah ekspresi.

Chiraaz langsung berdiri dan mengubah posisi duduknya ke samping Edward. Melihat ekspresi wajah bos nya yang tengah serius itu ia menjadi takut. Edward nampak menyeringai saat Chiraaz menurutinya, pria itu menyodorkan laptop yang disembunyikan di bawah meja.

"Buka dan cari projek Sea hotel. Aku mengalihkan projek itu dan bekerja sama dengan pengusaha Indonesia," kata Edward.

"Hah? Kenapa mendadak seperti ini, Pak?"

"Karena saya lihat, di sana lebih menjanjikan. Selain itu saya juga lumayan suka berada di sana."

"Berarti anda tidak profesional, mencampur adukkan pekerjaan dan pribadi," komentar Chiraaz.

"I dont care what you talking about," balas Edward.

Chiraaz memutar bola matanya malas. tangannya segera mengambil laptop dan membukanya. Saat menatap layar di depannya, matanya terhipnotis dengan pose foto Edward yang dijadikan walpaper. Pria itu tersenyum manis dengan posisi duduk telanjang dada. Tidak ada raut menyebalkan seperti biasanya.

Mata Edward masih mengawasinya, Chiraaz buru-buru mencari file yabg dimaksud. Karena baru pertama kali memegang laptop pribadi Edward. Chiraaz gugup dan takut, jika bos nya hanya mengujinya saja seperti biasa.

"Sudah ketemu?" tanya Edward.

"Ya, ini baru ketemu, Pak," sahut Chiraaz.

"Pelajari dulu semuanya, setengah jam lagi kita meeting dengan Nyonya Dewi Syakilla, klien dari Indonesia," kata Edward, pria itu duduk santai lalu mengeluarkan ponselnya.

"Apa? Setengah jam? Apa Pak Edward tidak--." Chiraaz begitu terkejut mendengar perintah gila Edward.

"Syuutttt." Edward menempelkan jari telunjuk di bibirnya, matanya sibuk pada ponsel yang ada di tangannya.

Helaan napas terdengar berat Chiraaz hirup untuk membuang sesak. Walau hanya sekadar membaca file dan mempresentasikannya di depan klien. Tetap saja hal itu memberatkannya, karena ia tidak diberi tahu sama sekali tentang projek ini.

Ekor mata Edward melirik Chiraaz yang terlihat panik, hari ini sepuas hatinya pria itu akan menyiksa asistennya dengan hal-hal gila. Chiraaz nampak pokus pada layar laptop, sesekali Edward mengganggu konsentrasi Chiraaz dengan mengajaknya bicara. Tapi wanita itu masih bisa fokus dengan pekerjaannya.

"Kamu bahagia dengan pernikahanmu?" tanya Edward tiba-tiba.

"Itu bukan pertanyaan yang harus saya jawab." Chiraaz menjawab dengan nada ketus.

"Sepertinya suamimu sangat sayang, sampai dia mau mengantarkan ke kantor."

"Tentu saja."

"Hubungan kalian tentunya hangat."

"Normal saja suami istri."

Edward mulai tidak sabar mendengar jawaban Chiraaz yang singkat dan fokusnya tidak terpecah. Wanita itu masih menatap layar laptop dengan serius tanpa menoleh padanya. Seutas senyum tipis tersungging dari bibirnya, Edward memangku dagu dengan sebelah tangannya.

"Kamu juga mencintai dia?" tanya Edward lagi.

"Tentu kami saling mencintai satu sama lain," jawab Chiraaz, ekor matanya melirik Edward lalu menatap layar laptop kembali. Ia tahu bos nya hanya ingin mengganggu konsentrasinya.

'Coba saja kalau bisa bos.' Chiraaz membatin.

"Cinta atau komitmen rumah tangga?" tanya Edward.

"Keduanya, kami saling percaya," jawab Chiraaz iseng.

"Oh, baiklah jika seperti itu." Edward tersenyum tipis.

"Bisa kita kembali bekerja, Pak?"

"Lanjutkan saja, hubungan kalian seperti hebat diluar tapi rapuh di dalamnya." Edward terus mengomentari tentang Chiraaz, asistennya itu mulai terlihat tidak nyaman. Nampak jelas ada perubahan di wajah Chiraaz.

"Ehem, jika usaha anda memecah konsentrasi saya. Itu jelas tidak akan berhasil," ucap Chiraaz dengan bangga.

Edward tersenyum sinis lalu menunjukkan layar ponselnya. "Jika suamimu melihat ini, bagaimana?"

Chiraaz menajamkan penglihatannya, betapa terkejutnya ia saat melihat foto surat pengadilan ada di ponsel Edward. Keringat mengucur deras membasahi keningnya, matanya melotot pada Edward.

"Kenapa? Biasa saja dong, kalau suamimu sangat percaya padamu," ejek Edward.

Chiraaz menelan ludahnya, ia bingung harus menjawab apa. Ia memalingkan wajahnya dari Edward, lalu mengambil tissue dan menyeka keringatnya. Tidak pernah ia duga, jika Edward menggunakan surat pengadilan itu sebagai ancaman.

"Mau anda itu apa, Pak?" tanya Chiraaz geram. Ia mengepalkan tangan menahan amarahnya.

"Sederhana saja Chiraaz, seperti bisnis yang berjalan. Ada jasa, ada pula imbalannya," jawab Edward.

"Pertukaran apa yang anda inginkan, Pak?"

"Yakin, kamu siap menerimanya?"

"Ya, saya tidak main-main. Tapi stop, melakukan hal gila pada saya, Pak." Chiraaz mulai merasa gusar, tapi pria di depannya santai saja.

"Kamu menyerah? Kamu itu pejuang tangguh, Chiraaz."

"Stop it, cepat katakan apa yang anda inginkan," desak Chiraaz tidak mau basa basi lagi.

"Saya ingin--." Belum selesai menjawab pertanyaan Chiraaz, suara ketukan di pintu menghentikan ucapan Edward.

"Permisi Pak, klien dari Indonesia sudah datang." Manager Hans masuk memberitahu.

"Ah, baiklah, persilahkan masuk saja manager Hans," sahut Edward.

"Selamat melakukan presentasi baby, apa yang aku inginkan. Nanti akan kukatakan setelah meeting selesai," bisik Edward pada Chiraaz.

Tidak lama kemudian klien dari Indonesia masuk. Wanita muda itu nampak masih segar nan berkharisma. Mereka pun saling memperkenalkan diri dengan anggota meeting yang ada di ruangan.

Sesaat sebelum presentasi, Chiraaz merasa sangat gugup. File terakhir yang belum diselesaikan membuatnya panik. Hatinya merasa geram pada Edward yang pada akhirnya mampu membuyarkan konsentrasinya.

Dengan tatapan sinis Edward terus memperhatikan Chiraaz yang nampak serius dan sangat tenang. Edward ingin menunggu kehancuran wanita itu di depan klien. Selama ini Chiraaz tidak pernah diuji dengan hal seperti ini.

Di depan papan presentasi, Chiraaz menjelaskan tentang projek Sea Hotel yang tadi diberikan Edward. Walaupun ada beberapa hal yang ia lupa, Chiraaz berusaha menutupi dengan caranya. Edward bergiliran melirik Chiraaz lalu klien nya, sejauh ini masih belum ada masalah, Edward pun mulai cemas.

"Kurang ajar, dia masih bisa tenang di saat seperti ini." Edward membatin. di dalam hatinya.

Sampai meeting selesai, Chiraaz memberikan presentasi yang menakjubkan. Bahkan di luar ekspektasi Edward, hati pria itu berdecak kagum dengan apa yang dilakukan Chiraaz. Klien dari Indonesia sangat menyukai apa yang Chiraaz sampaikan. Projek itu pun langsung disetujui, ditambah Edward yang mendapatkan reward.

Bab berikutnya