webnovel

Akhirnya dapat makanan

Arkan yang mengikutiku. Ck tadi aja sok-sok an nggak peduli. Dasar cowok.

Arkan mensejajarkan posisiku hingga kami berkendara berdampingan.

"Mau kemana kamu?" Tanyanya dengan wajah datar menatap kedepan jalan.

"Mau beli makan lah. Kan tadi dengar sendiri kalau aku lapar." Amnesia mungkin nih cowok.

"Kok lewat sini?" Tanyanya lagi.

Seketika aku langsung kincep. Karena memang aku nggak tau jalannya. Pura-pura tau aja lah agar nggak terlalu terlihat bodoh.

"Ohh.. itu.. anu.. Aku memang sengaja lewat jalan yang berbeda. Sambil jalan-jalan. Ah iya. Jalan-jalan. Mencari udara malam." Alibiku pada Arkan.

Kulirik dia seperti menyunggingkan sedikit bibirnya. Kenapa? Apa dia nggak percaya kalau Aku memang tau jalannya?

Saat kutajamkan mataku melihat depan, seketika ku rem perlahan sepeda motorku.

ciitttt.

Jalan buntu gaessss. Ketahuan banget dodolnya.

"Sok-sok an tau jalan padahal kesasar." Ucapnya dengan ketawa mengejek. "Buruan ikuti aku." Ucapnya lagi sambil berbalik arah dan memimpin didepan.

Iisshhh.. mau ditaroh dimana nih muka.

Udah nggak ada tempat lagi buat naroh nih muka biar nggak malu.

Setelah sampai di warung, Arkan segera memarkirkan motornya. Aku pun melakukan hal yang sama. Sengaja motorku kuparkirkan jauh dari motor Arkan. Males dekat-dekat. Udah terlanjur malu.

Segera aku pesan ayam bakar dengan dua bungkus nasi. Karena sangat lapar gaeesss.

"Mas, ayam bakar satu ya. Nasinya dua. Dibungkus saja." Ucapku pada pemilik warung.

"Nasinya habis Mbak." Ucapnya yang membuatku melototkan mata.

Dari tadi muter-muter nyari nih warung, sampai kesasar ketemu jalan buntu. Pas sampai sini nasinya habis. Nyebelin nggak sih. Rasanya pengen makan sambel doang deh ini.

"Kalau nasinya habis, ngapain warungnya masih buka." Ujarku memaki penjualnya.

"Kan ayam sama bebek masih banyak Mbak. Biasanya juga banyak yang nyari lauk aja nggak pakai nasi." Ucapnya.

Kulangkahkan kakiku keluar warung, tanpa peduli ucapan pemilik warung. Kulihat Arkan sudah duduk diatas jok motornya. Tanpa pikir panjang segera aku naik dijok belakang motor Arkan.

"Udah tau nasi habis kenapa masih buka sih tu warung. Masa iya disuruh makan sama ayam dan sambel doang. Mana perut udah laper banget lagi. Lagian Nenek juga, udah tau cucunya ini belum makan. Ehhh.. malah makanannya dikasihkan orang semuanya." Makiku lirih.

"Udah ngomelnya?" Tanya Arkan yang membuat alisku terangkat sebelah. Kenapa nih cowok nggak segera menjalankan motornya sih. Nggak tau apa kalau aku udah kelaperan dari tadi. Semua orang memang nyebelin. Nggak ada yang bisa peka dengan perutku.

"Udah. Kenapa masih diam? Jalankan motornya. Nggak tau apa kalau aku udah nggak bisa menahan lapar?" Ucapku dengan menatapnya.

"Aku baru mau jalan kalau kamu turun dari jok motorku." Ucapnya yang membuatku semakin sebal. Dia mau meninggalkanku disini? Nggak punya perasaan banget.

"Kamu mau ninggalin aku disini?" Tanyaku dengan melototkan mataku.

"Kamu mau ikut aku?" Tanyanya. Ck. Pertanyaan macam apa itu.

"Ya iyalah. Ya kali aku harus tidur dipinggir jalan sini." Ucapku dengan jengkel.

"Kamu mau meninggalkan motormu disini?" Tanyanya dengan menyunggingkan bibirnya.

Oh iya. Aku kan bawa motor sendiri. Segera aku turun dari jok motor Arkan dan berjalan menuju motorku tanpa menjawab pertanyaan Arkan. Dari tadi bilang kek kalau aku bawa motor sendiri. Biar nggak terlalu malu kayak gini.

"Ikuti aku, aku tau mana warung yang masih buka lagi disekitar sini." Ucapnya saat sudah berada disebelahku.

Aku segera mengikutinya tanpa sepatah kata pun. Masih malu sama kejadian-kejadian tadi. Bodohnya aku bisa mempermalukan diri sendiri.

Akhirnya sampai didepan warung yang sedikit rame. Segera kulangkahkan kakiku kedalam warung. Takut kalau kehabisan lagi gaess.

"Mbak nasinya masih ada?" Kutanyakan dulu sebelum pesan.

"Ada mbak. Tapi lauknya habis."

Haiisss... benar-benar menyebalkan.

Kulangkahkan kakiku kembali keluar warung.

"Kenapa? Habis juga?" Tanya Arkan saat melihatku keluar tanpa membawa apa-apa.

Aku hanya mengangguk lemah tanpa berkata apapun.

Terlalu lemas ni badan karena menahan lapar.

Tak yakin akan jawabanku, Arkan lalu masuk kedalam warung.

Kulihat Arkan keluar dan menuju kearah motornya. Setelah itu menyalakan mesin motornya dan pergi ninggalin aku sendiri disini.

Tega banget sih.

Aku duduk ditrotoar sebelah warung.

Rasanya sudah nggak kuat untuk berdiri, apalagi berkendara. Ingin pingsan, tapi maunya pingsan dipangkuan Arkan.

Tak lama kemudian kulihat sebuah motor dari ujung jalan menuju kearahku. Itu motor Arkan. Ngapain balik lagi kesini?

Kulihat Arkan turun dari motornya dengan membawa sesuatu didalam kresek, kemudian masuk kedalam warung tadi. Setelah itu keluar melangkah kearahku.

"Ini kamu makan dulu." Arkan menyerahkan 2 bungkus kresek dan 1 bungkus es teh.

Saat kubuka kresek itu ternyata isinya ayam bakar, dan kresek yang satu isinya nasi dua bungkus. Berarti Arkan ninggalin aku buat kembali kewarung tadi untuk beli ayam bakar, setelah itu beli nasi dan es teh diwarung ini. Nggak nyangka kalau Arkan sebenarnya sebaik ini. Aku merasa bersalah karena sudah seudzon dengannya.

Aku segera memakan ayam bakar dan nasi pemberian Arkan tadi. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan nasi dan ayam bakar ini. Dua bungkus nasi sudah ludes, ayam bakar pun tinggal tulang-tulangnya, begitu juga es teh tinggal plastiknya.

"Rakus banget." Lirih Arkan yang masih bisa kudengar.

"Heeehh. Aku itu laper bukan rakus." Ucapku lantang. Nggak terima kalau aku dibilang rakus. Padahal memang benar kalau aku rakus. Aku bisa makan orang juga kalau lagi emosi.

"Udah kenyang kan? Yuk buruan pulang nanti Nek Rita nyariin." Ajaknya yang langsung menggandeng tanganku.

Aku hanya diam. Aku tak bergeming. Perasaan bahagia begitu menyelimuti. Jantungku lebih cepat bekerja. Ku raba dadaku dengan sebelah tanganku satunya, guna mendeteksi detak jantung yang tiba-tiba menjadi tak normal. Semoga nggak copot.

"Tunggu apalagi?" Tanyanya dengan berbalik arah dan melihat genggaman tangan kami. "Eh.. maaf." Lanjutnya dengan melepaskan genggaman tangannya.

Haaiiisss belum juga 5 menit udah dilepas.

Kucium tanganku tadi yang habis digenggam Arkan.

Hmmm haruummm.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanyanya dengan sebelah alis terangkat.

Aku hanya menggeleng.

"Kamu itu cewek, harusnya jangan keluar rumah jam segini. Jadinya kesambet kan." Ucapnya sambil melangkah ketempat motornya yang diparkir.

Aku hanya bisa berdecak sebal. Tadi disuruh nganterin nggak mau, sekarang ceramah nggak jelas. Memang semua cowok tampan itu begini kali ya, nyebelin. Untung tampan, coba kalau enggak, udah aku telan hidup-hidup tu cowok.

Aku sama sekali nggak bisa berkata-kata, karena detak jantung masih belum netral.

Memang begini nih jantung, gak pernah bisa diajak kompromi. Selalu berpacu lebih cepat kalau lagi berhadapan sama cowok tampan.

Bab berikutnya