webnovel

Persiapan

Raseel langsung menawarkan sepuluh ribu pasukan pemanah dari bangsa peri lembah untuk melakukan penyerbuan dari arah Timur. Dia telah begitu yakin dengan rencana yang disusun adiknya. Tapi sepuluh ribu akan sangat kurang jika dibandingkan dengan ratusan ribu pasukan gnome dan kucing sihir milik Kimanh.

"Kurasa aku dapat mengirimkan surat perintah kepada para prajurit istanaku di kerajaan Soutra," Ren kembali angkat bicara.

"Bagus, berapa banyak yang kau punya?" tanya Raseel yang begitu bersemangat dengan misi kemenangan ini.

"Lima ribu, mereka semua ahli pedang terbaik di Soutra."

Raseel sangat menghargai tawaran dari sang pangeran Soutra, tetapi mereka masih sangat kekurangan pasukan jika ingin membuat musuh merasa benar-benar diserang.

"Mungkin kerajaan-kerajaan lain dapat memberi tambahan pasukan," sang pewaris raja Elf akhirnya mengelurkan kalimatnya. Wedden yang tidak ingin merusak rencana teman-temannya itu, sebelumnya hanya diam dan mendengarkan semuanya dengan baik.

"Kau benar, kita harus meminta bantuan dari kerajaan Timest dan Barwest. Aku dapat memimpin jalan kalian menuju dua istana itu," Ley yang pemberani kembali menawarkan tawaran jasa yang sangat berharga.

"Baiklah, saudara-saudaraku juga akan meminta bantuan kepada peri hutan di Timur dan Barat Persei," kata Hatt yang sedikit melirik kepada sang ayah yang langsung setuju dengan rencananya itu.

Sudah menemukan titik terang, mereka semua bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju Timur Persei dan mampir sebentar ke kerajaan Timest untuk meminta bantuan atas bala tentaranya dalam penyerbuan di Selatan. Para pangeran bergabung dengan pasukan manusia, sementara para prajurit berpencar mencari bala bantuan dari wilayah lain.

Walau baru saja bertemu dengan Wedden, mereka tidak meragukan sama sekali perkataan pengelana itu. Selain perawakan Wedden yang benar-benar tampak seperti keturunan sang raja Elf, pengikutnya pun bukan sekedar manusia yang berpetualang tetapi pemburu hebat juga ahli pedang bersaudara yang tidak akan mudah membela seseorang dengan ketidakjelasan.

Dengan segala persiapan persenjataan dan makanan, pasukan kecil itu siap berangkat besok setelah matahari terbit di timur.

Penyihir berjubah merah tiba di lembah Giger ketika hampir tengah malam, dan kehadirannya itu mendapat sambutan yang buruk dari para prajurit peri lembah. Mereka telah menyiapkan anak panah mereka pada busur dan siap untuk memanah penyihir gondrong yang menyeramkan itu.

Si Tao muda yang pertama melihat sosok pria tinggi besar tengah di kepung oleh puluhan prajurit peri ketika berhasil menyusup masuk ke istana. Pria kecil berambut panjang merah marun itu segera memanggil saudaranya yang tengah menyiapkan pedang untuk perjalanan besok pagi. Tao menghampiri Ley dengan mengabarkan kehadiran si penyihir keturunan Kimanh di istana bagian depan.

Ley segera menuju ke istana bagian depan dan meyakinkan para prajurit peri bahwa pria penyihir yang sedang mereka tawan itu bukanlah musuh. Dia mengatakan bahwa Rader adalah sekutu yang akan mempermudah langkah mereka selanjutnya.

Rader mengatakan kepada ley bahwa Wedden harus melihat kedalam dirinya untuk mengetahui keberadaan buku pusaka itu. Karena didalam darahnya ada darah Rapher, sangat mungkin kalau buku itu juga terikat dengan dirinya hanya saja dia tidak mengerti dengan keadaan dirinya sendiri.

Rader juga mengatakan kalau Wedden tidak boleh menunjukkan diri kehadapan para kucing sihir, karena jika salah satu diantara mereka melihat dan mengetahui keberadaannya maka Kimanh akan segera menghampiri dan langsung membunuhnya tanpa memberinya kesempatan untuk berkedip sekalipun.

Ley hanya mengangguk mengerti dan dia berjanji akan mengatakannya kepada Wedden besok ketika dia ada kesempatan untuk berbicara berdua.

Si muda Tao yang sedang berlatih dengan pedang warisan dari ayahnya, sama sekali tidak memperdulikan apapun yang dikatakan oleh Rader kepada saudaranya. Dia hanya fokus dengan pedang dan bayangannya, dan hanya sesekali menoleh kearah Ley untuk memastikan keadaan kakaknya tetap sama seperti semula.

"Kau butuh seorang lawan?" Ley menghampiri si muda Tao yang menghunuskan pedangnya ke arah datangnya si pria berambut merah marun dengan potongan pendek.

"Dia sudah pergi?" Tao sedikit melirik ke tempat si penyihir berjubah merah tadi berdiri.

Ley mengangguk dan segera menarik pedang dari pinggangnya, dia langsung berlatih bertarung dengan sang adik yang memiliki jiwa pemberani seperti dirinya. Tao sudah sangat lihai memainkan pedangnya, dia bahkan berhasil menyerang Ley dengan serangan selayaknya seorang petarung sejati.

Sementara itu, di balkon istana peri, pangeran Soutra juga sedang berlatih pedang sendirian. Pedang peraknya tampak berkilauan bercampur dengan cahaya dari dinding-dinding istana yang membuatnya tampak semakin indah. Dia telah melepas jubah jingganya, dia hanya mengenakan pakaian perangnya yang sederhana dan sangat cocok ditubuhnya yang tidak kurus.

Sesekali prajurt peri melewatinya, tetapi fokusnya samasekali tidak terganggu. Hanya saja, ketika seorang peri wanita bertepuk tangan dari kejauhan fokusnya langsung terganggu dan itu membuatnya terdiam dan memandang ke arah datangnya suara pengganggu itu.

Berjarak sekitar lima meter dari tempatnya berdiri sekarang, seorang peri wanita cantik yang tadi mengirimkan buah hasil panen kepada para tamu tengah berdiri mengamati keahliannya dalam memainkan pedang. Peri wanita itu langsung diam dan merasa bersalah ketika pangeran Soutra berhenti berlatih dan menatapnya dengan kesal.

"Emm maaf, aku hanya terpesona dengan caramu berlatih, kau tampak hebat," ujar peri wanita yang cantik itu sebelum pergi meninggalkan Ren di balkon sendirian. Ren mehela napas kesal, dia sangat tidak menyukai sebuah gangguan ketika dia sedang berlatih pedang. Karena itu akan membuyarkan fokus dan dia tidak menginginkan terjadinya hal buruk karena terkejut ataupun langsung menyerang pengganggu itu dengan pedangnya.

"Hei pangeran, apa kau melihat belatiku. Dia menghilang sejak menjadi tahanan para peri," seorang pria kurus keriting menghampiri pangeran cantik yang sedang menggenggam erat pedangnya itu dengan sedikit berlari kecil.

"Apa dia baru saja berbicara denganmu?" tanyanya lagi ketika kedua manik matanya menangkap sosok cantik peri wanita yang tadi sempat membuat pangeran Soutra kesal.

"Tidak," jawab pangeran Soutra singkat seraya kembali memasukan pedang peraknya kedalam sarung pedang.

"Tidak? Untuk apa?" Wedden mendekati Ren yang duduk disebuah kursi kecil tanpa sandaran.

"Jawaban untuk kedua pertanyaanmu tadi," sahutnya singkat yang membuat pria Vitran itu

sedikit cemberut.

"Baiklah kalau begitu, aku akan pergi tidur," Wedden pergi menuju tempat beristirahatnya sekaligus kembali mencari jejak belati kesayangannya.

Ren masih menikmati angin malam di lembah Giger ini dan membiarkan rambut panjang merah mudanya tertiup pelan mengikuti irama alunan musik peri yang terdengar samar dari kejauhan. Itu adalah lagu peri lembah yang dinyanyikan oleh peri kecil yang bersayap, hanya dinyanyikan ketika telah lewat dari tengah malam dan sangat jarang didengar oleh bangsa manusia, hanya saja jika dia sedang beruntung seperti pangeran Soutra kali ini.

+++

Bab berikutnya