webnovel

Aku tak ingin kehilanganmu

Setelah Redo dan Yohan saling membuktikan cinta mereka dengan saling bergulat penuh gairah, di kamar hotel. Rasa cinta mereka semakin kuat. Redo semakin menyayangi Yohan, bahkan__kepada orang tuanya, ia sudah berani terang-terangan mengakui hubungannya dengan Yohan.

Begitupun dengan Yohan, rasanya ia tidak ingin berpisa dengan Redo walaupun hanya sebentar. Yang ada di hati dan fikiranya hanya ada Redo. Saat mengetahui orang tuanya sudah tahu akan hubungannya dengan Redo, ia menjadi semakin takut. Takut kehilangan Redo.

Setelah memarkirkan motornya, Redo berjalan cepet ke arah pintu gerbang sekolah. Ia melihat Yohan baru saja turun dari mobil, diantar orang tuanya. Redo berjalan setengah berlari, setelah mobil yang mengantar Yohan sudah berlalu pergi.

"Yoh." Panggil Redo yang membuat Yohan menghentikan langkahnya. "Kamu diantar mama?"

Yohan hanya mengangguk pelan, kemudian ia melanjutkan perjalanannya menuju ruang kelas, bersama Redo di sampingnya. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, walaupun sebenarnya banyak sekali yang ingin mereka katakan.

Di sepanjang koridor__perjalanan menuju ruang kelas, Redo dan Yohan mengerutkan kening, menatap heran ke arah teman-teman sekolah yang sedang menatap aneh kepada mereka.

"Ekhem...!"

Ada yang berdehem, terkesan mengejek.

"Cie..." ada juga yang menggoda mereka.

"Nggak nyangka..."

"Iya sama aku juga nggak nyangka..."

"Ternyata oh... ternyata..."

Meski banyak sekali kalimat cibiran__yang sepertinya memang ditujukan kepada mereka. Namun Redo dan Yohan masih terlihat santai, terkesan cuek. Mereka belum mengetahui jika teman satu sekolah sudah mengetahui tentang hubungan mereka.

Sesampainya di ruang kelas, Redo dan Yohan kembali dibuat bingung oleh tingkah teman-temannya. Semua pasang mata tertuju ke arah mereka. Tatapan yang tidak biasanya.

Redo dan Yohan saling bersitatap, mereka menjadi penasaran. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Dari awal mereka masuk kelas, bisik-bisik disertai dengan tatapan yang mencurigakan terus terjadi hingga mereka duduk dibangku masing-masing.

"Ada apa sih?" Tanya Yohan kepada Redo. Perasaannya sangat peka dan sensitive. Tingkah teman-temannya membuat hatinya menjadi tidak nyaman.

Redo hanya mengedikan bahunya. Tanda jika ia juga tida tahu apa-apa. Ia masih tetap berusaha cuek dan tidak perduli.

Beberapa saat kemduian suara gemingan teman mulai mereda, saat bell masuk sudah berbunyi, dan ibu Melda__wali kelas memasuki ruangan.

***

Sementara itu di toilet Sekolah, terlihat Ema sedang menyeret Ozan dengan wajah paniknya.

"Lepas..." hardik Ozan sambil mengibaskan tangan Ema, hingga terlepas dari cekalannya. "Udah masuk. Ngapain kamu ngajak aku ke sini?"

Ozan mendengkus, menatap tidak suka ke arah Ema.

"Gawat Zan." Ucap Ema. Wajahnya terlihat sangat gelisah.

"Gawat kenapa? Soal Redo?" Tanya Ozan ketus.

"B-bukan." Jawab Ema.

"Trus?"

"A-aku__" Ema menggantungkan kalimatnya__membuat Ozan mengrenyit heran. Terlihat Ema mengedarkan pandangannya di sekitar toilet, memastikan jika situasi benar-benar aman. Tidak ada yang melihat.

Ema memijat keningnya, rasa takut tersemburat jelas di wajahnya.

"Kenapa?" Tegas Ozan.

"Aku... aku__" Ema terdiam, ia merunduk sambil memegangi perutnya. "Aku hamil...!"

Deg!

Pengakuan Ema membuat Ozan terkejut. "Bodoh," maki Ozan. "Gimana bisa? Kamu nggak pake pengaman?"

"Ozan, tolong aku, aku takut. Mereka nggak ada yang mau kalo aku suruh pake itu." Bola mata Ema mulai berkaca, kemudian ia merih pergelangan Ozan seraya berkata, "tolong aku, plis. Aku nggak tau ini anak siapa?" 

"Trus kamu nyuruh aku nyari laki-laki yang udah buntingin kamu?" Ozan mendesis, menatap sinis ke arah Ema. "Jangan gila. Aku mana tau."

"Tapi aku takut sekali Ozan. Orang tuaku bakal bunuh aku."

"Itu bukan urusanku, kamu yang ceroboh. Bego!"

Bukannya mendapatkan rasa iba, Ema malah mendapat makian pedas dari Ozan.

"Kamu harus tanggung jawab Ozan. Tolong nikahin aku." Bujuk Ema.

"Gila....!! Kamu udah gila. Aku nggak pernah nyentuh kamu." Tolak Ozan.

"Tapi kamu yang udah jual aku." Ema berusaha memojokkan Ozan. Berharap suapaya Ozan merasa bersalah lalu mau bertanggung jawab atas kehamilannya.

Tapi sayang, Ozan bukan remaja bodoh. "Hei.. Pelacur," murka Ozan dengan nada bentakan. "Kamu yang enak, kamu yang juga dapet duitnya. Aku nggak pernah maksa kamu buat jual diri. Kamu sendiri yang dateng sama aku."

"Tapi kamu bisa bantu aku Ozan. Tolong cariin laki-laki yang udah bikin aku hamil." Rasa panik dan juga takut membuat Ema tidak bisa berpikir jernih. Permintaan yang tidak masuk akal juga ia lakukan.

Ozan membuang napas kasar, sorot matanya menatap tajam ke wajah Ema yang sudah penuh dengan air mata. "Kamu denger ya Ema, kamu udah gila. Mereka semua laki-laki hidung belang. Cuma nyari seks, bukan nyari istri. Mereka juga udah bayar kamu, sekalipun aku bisa cari laki-laki itu mereka nggak akan sudi nikahin kamu."

Kata-kata Ozan membuat dada Ema terasa sangat nyeri. Ia hanya bisa merunduk sambil terus menjatuhkan air matanya. Menyesal pun percuma, semua sudah terjadi. Ema menutup mulutnya, suara tangisan sudah tidak mampu ia tahan lagi.

"Tolongin aku Zan," rintih Ema ditengah tangisannya.

"Aku nggak bisa. Itu akibat kecerobohan kamu sendiri." Tegas Ozan sambil menuding Ema menggunakan telunjuknya. "Urus diri kamu sendiri. Jangan ganggu aku." Putus Ozan, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Ema, di toilet.

Menggigit bibir bawahnya, punggung Ema terlihat naik turun__akibat tangis sesegukan. Menangis, hanya itu yang bisa Ema lakukan. Menyesal namun terlambat. Semua itu Akbiat kebodohanya, menjual harga diri, hanya ingin terlihat mewah di hadapan teman-temannya. Ema memejamkan matanya, berjalan mundur, lalu menyandarkan tubuhnya di tembok.

***

"Redo, Yohan," tidak seperti biasanya kali ini suara Ibu Melda terdengar sangat lembut. "Maafkan Ibu, bukanya Ibu mau mempermalukan kalian." ucap Ibu Melda yang sedang berdiri di depan meja mereka.

Redo dan Yohan saling berpandangan, keduanya sama-sama bingung dengan apa yang dikatakan sama ibu Melda barusan. Mempermalukan?

"-Tapi Ibu ingin dengar dari kalian sendiri, di depan teman-teman, yang sudah tau semuanya. Ibu harap semua itu tidak benar. Sejauh ini, kami belum mengetahi siapa yang melakukan ini."

"Emang ada apa bu?" Heran Yohan.

Ibu Melda merogoh HP yang ada di saku blazernya, setelah ia mendapatkan hape itu, ia mencari menu galeri di layar HPnya. "Sungguh Ibu minta maaf, ibu tidak ingin, sekolah kita ramai membicarakan kalian."

"Ada apa sih bu?" Redo merasa tidak sabar.

Ibu Melda memutar rekaman di HP-nya, dan meletakannya di atas meja. Meski bingung, namun Yohan dan Redo tetap memperhatikan rekaman yang sedang diputar di layar HP ibu Melda.

Deg!

Yohan yang menjadi palaku dalam rekaman video tersebut, rasanya seperti di sambar petir. Sekujur tubuhnya mendadak lemas, wajahnya celingukan, dan terlihat pucat.

Bagaimana tidak? Ternyata tanpa sepengetahuannya, Ozan merekam saat ia sedang mabuk, dan menceritakan tentang hubungannya dengan Redo. Rasa penasarannya terjawab. Ternyata itu yang membuat sikap teman-temannya terlihat aneh. Itu artinya, semua sudah tahu semuanya.

Yohan semakin merunduk, menyembunyikan wajahnya. Sepertinya ia sudah tidak mampu lagi menunjukan wajahnya kepada dunia.

"Ibu harap itu tidak benar," ucap ibu Melda. Kemudian ia mengambil HPnya dan memasukkannya kedalam saku.

Dengan kaki yang gemetaran, secara perlahan Yohan beranjak dari duduknya. Ia berjalan merunduk, meninggalkan bangkunya.

"Mau kemana Yohan?" Tanya bu Melda.

"Toilet," Jawab Yohan datar tanpa menoleh ke arah bu Melda. Ia masih merunduk malu.

Yohan yang sebenarnya masih begitu polos. Ia sangat ketakuatan karena video yang ternyata sudah diketahi oleh teman satu sekolah. Ia takut pada Ayah, Ibu, dan juga malu kepada teman-teman. Yohan merasa dunianya tengah hancur.

Yohan merasa sudah mempermalukan, sekolah orang tua, dan keluarga besarnya.

Berbeda dengan Redo, wajahnya memerah karena amarah. Tatapanya tajam__namun kosong, penuh dengan emosi. Terlihat jemarinya mengepal kuat. Satu nama yang ada di otaknya saat itu, 'Ozan'.

Redo mengambil HP di kantong seragamnya. Kemudian menyalakan HP itu lalu terlihat ia sedang menghubungi seseorang. Beberapa saat kemudian, panggilannya pun tersambung.

"Halo, kantor Polisi." ucap Redo dengan orang di seberang sana.

Suasana kelas mendadak riuh, saat sedang mendengarkan Redo berbicara melalu telfon. Termasuk Ibu Melda, ia nampak terkejut hingga harus memegangi dadanya. Rasanya sulit dipercaya. Wajah bu Melda mendadak panik.

Braak...!

Redo menggebrak meja, yang otomatis membuat ibu Melda dan teman satu kelasnya tersentak. Kemduian ia berjalan tergesa meninggalkan bangkunya.

"Redo mau kemana?" Tanya ibu Melda.

"Bunuh orang."

***

Braak...!!

Seluruh murid di kelas XII IPS.2__kelas dimana Ozan sedang belajar, terkejut dengan suara pintu yang didobrak oleh Redo. Semua pasang mata langsung tertuju pada pintu kelas, di mana Redo sudah berdiri sambil menatap Ozan, dengan tatapan yang membunuh.

"OZAAAAAN...!!"

Teriakan Redo membuat seisi kelas panik, termasuk guru yang sedang mengajar saat itu.

Redo berjalan dengan cepat, mengahampiri Ozan yang sedang duduk di bangkunya. Saat sudah berada didekat Ozan, Redo menarik kerah seragam, lalu memberikan pukulan di wajah Ozan.

Kemudian Redo mendorong tubuh Ozan hingga jatuh tersungkur, "brengsek," umpat Redo sambil berjalan mendekati Ozan, lalu duduk di atas perutnya. Pukulan bertubi-tubi kembali Redo berikan, tanpa ampun di wajah Ozan. Redo sama sekali tidak membiarkan kesempatan pada Ozan untuk melakukan perlawanan. Emosinya sudah di ubun-ubun. Rasanya ia ingin sekali memusnahkan manusia itu dari muka bumi.

Aksi anarki Redo, membuat para siswi berteriak ketakutan, sambil berlari berhamburan. Suasana kelas berubah menjadi sangat mencekam. Termasuk guru mapel, yang kebetulan adalah seorang wanita, juga ikut lari untuk mencari bantuan.

Terlihat beberapa murid laki-laki berjalan mendekati Redo.

"Sudah Do, sudah." Ucap Erwin yang kebetulan masih satu kelas dengan Ozan. "Sabar Do." Erwin menarik bahu Redo, ia tidak ingin Redo menjadi kalap. Selain itu ia juga khawatir dengan keadaan Oza yang sudah mengeluarkan banyak darah di mulutnya.

"Dia berengsek," umpat Redo. Ia berusaha lepas dari pegangan Erwin.

"Uhuk... uhuk..." Ozan terbatuk akibat pukulan di perutnya.

"Ada apa ini?"

Suara seorang guru BK membuat semua menoleh ke arahnya. Terlihat Erwin melepaskan pelukannya pada Redo, saat merasakan emosi Redo sudah sedikit terkontrol, setelah kehadiran guru BK.

Namun tiba-tiba saja.

"TOLOOOOOOONG...!" teriakan histeris seorang siswi yang berlari di sepanjang koridor, mampu menggemparkan seluruh kelas yang ada di sekolah tersebut.

"TOLOOOOOONG...!" siswi itu kembali berteriak dan berlari. Seluruh murid berhamburan ke luar kelas.

"TOLOOOOONG ADA YANG BUNUH DIRI DI TOILET."

Deg...!

Tiba-tiba jantung Redo rasanya seperti di samabar petir__saat mendengar ada yang bunuh diri di toliet sekolah. Kemudian seperti orang kerasukan setan, Redo berlari ke luar kelas. Di susul oleh siswa lainnya.

Redo merasa panik lantaran ia teringat jika Yohan akan pergi ke toilet, setelah melihat rekaman video tentang dirinya. Ia merasa sangat khawatir jika Yohan akan berbuat nekat, setelah semua orang mengetahui tentang hubungan mereka.

Bab berikutnya