webnovel

Forbidden Love

"Ma, Redo berangkat dulu," pamit Redo seraya mencium pipi ibu Karina. Seperti biasa pagi itu ia akan pergi ke sekolah, sekaligus melepas rindunya dengan Yohan. Padahal baru kemaren mereka bertemu, tapi rasanya sudah kangen lagi.

"Hati-hati sayang," pesan ibu Karina, ia juga membalas ciuman dari anaknya.

Selesai dengan urusan pamit, Kemudian Redo berjalan meninggalkan ibu Karina yang masih berdiri di ruang tamu.

"Redo...!"

Redo menghentikan perjalanannya, memutar tubuh 90 derajat, menghadap ke arah ibu Karina, "ada apa ma?"

Ibu Karina terdiam, wajahnya terlihat bingung. Entah bagaimana cara menyampaikannya.

"Ada apa Ma?" Heran Redo saat melihat gelagat bingung pada wanita yang sudah melarikannya itu.

"Eum..." gugup ibu Karina, kemudian ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Sorot matanya menatap lurus ke arah Redo.

"Apaan sih ma? Redo telat ni." Kesal Redo lantaran ibu Karina tidak kunjung menyampaikan maksudnya.

"Eum... kamu... kamu sama Yohan temenan kan?"

Deg...!

Pertanyaan ibu Karina membuat Redo terkejut, dan harus menelan ludahnya susah payah. Pertanyaan yang menohok mengingat statusnya dengan Yohan kini bukan lagi teman. Melainkan pacar.

"M-maksud Mama?" Tanya Redo, sebenarnya ia merasa gugup, cuma sebisa mungkin ia sembunyikan. "Redo sama Yohan berteman udah lama kan?" Redo mengerutkan kening, menatap ibunya dengan tatapan selidik. Apa iya ibu Karina sudah tahu? Atau mungkin curiga. "Mama kan udah tau kalo kita temenan."

"Iya Mama tau tapi_" ibu Karina menggantungkan kalimatnya, entahlah tiba-tiba saja lidahnya seperti keluh, rasanya sulit untuk menyampaikan maksudnya.

"Tapi apa ma?" Redo merasa penasaran, kalau boleh jujur jantungnya berdetak kencang tidak karuan.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya, kemudian ibu Karina hembuskan secara perlahan. "Engga maksud mama, em mama seneng sama persahabatan kalian. Yang rukun ya." Ibu Karina berbohong, sebenarnya bukan itu yang ingin ia sampaikan. Hanya saja ia merasa berat kalau harus bertanya; kamu sama Yohan kayak pacaran. Sehingga ia simpan saja maksudnya itu di dalam hati.

"-yaudah sana berangkat, hati-hati ya sayang." Senyum keibuan terbit dari bibir merah ibu Karina. "Belajar yang rajin."

"I-iya ma..." dengan raut wajah yang datar, Redo memutar tubuhnya. Ia melanjutkan perjalanannya dengan diselimuti hati yang bingung oleh sikap ibu Karina yang terkesan ambygu.

Meski Redo tidak tahu persis apa maksud dari pertanyaan ibunya, tapi remaja yang selalu enerjik itu menangkap, ada gambaraan kecurigaan pada raut wajah ibunya. Mengingat wanita yang ia panggil mama itu__pernah memergogki dirinya sedang bercanda yang tidak wajar dengan Yohan. Hal itu yang membuat hatinya tiba-tiba merasa gelisah.

Sepanjang perjalanan menjemput Yohan, Redo terdiam.

Redo memberhentikan motornya, tepat di pinggir jalan__dimana Yohan sudah menunggu di sana. Wajahnya masih datar, meski bibirnya tersenyum tapi sangat tipis.

Tanpa berkata apapun, Redo memberikan helm untuk Yohan, lalu mulai kembali menjalankan motornya saat Yohan sudah nangkring di belakangnya.

Seperti biasa, sepanjang perjalanan Yohan selalu melingkarkan kedua tangan, memeluk erat pinggang Redo. Tapi tidak seperti biasanya, kali ini wajah Redo seperti tidak bersemangat, dan lebih banyak diam.

"Kamu kenapa Do?" Diamnya Redo tertangkap basah sama Yohan. Keningnya berkerut lantaran heran saat mengetahui wajah kekasihnya terlihat murung.

Redo tersenyum tipis, sorot matanya lurus menatap ke arah jalan raya. "Nggak papa," jawab Redo singkat. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya dari stang motor. Telapak tangannya ia letakkan di atas telapak tangan Yohan yang masih nemplok di atas perutnya. Kemudian Redo meremas kuat telapak tangan Yohan. Entahlah, tiba-tiba saja, ia menjadi takut. Takut kehilangan Yohan.

***

Sejak pertama sampai di sekolah, sampai waktu istirahat tiba, Redo yang selalu enerjik terlihat berubah. Redo lebih banyak diam, meski ia sering secara diam-diam mencuri padang kepada Yohan. Sorot matanya terus manatap wajah Yohan__dengan tatapan yang sulit diartikan. Pandangannya teduh melihat orang yang saat ini sangat Ia sayangi.

Meski sebenarnya Yohan menyadari perubahan yang terjadi pada diri Redo, tapi ia tidak banyak bertanya. Mungkin Redo sedang ada masalah? Dan Redo belum siap menceritakannya kepada Yohan. Meski penasaran, tapi ia sengaja memberikan Redo waktu, sampai Redo sudah siap menceritakannya kepada Yohan.

Meski setatus mereka pacaran, tapi Yohan juga menyadari, bahwa tidak semua tentang pacar harus kita ketahui. Yohan hanya bisa menunggu__menunggu Redo siap untuk menceritakan masalahnya kepadanya.

Namun sayang, hingga bell pulang sudah berbunyipun, Redo masih terdiam. Ia belum bercerita apapun.

"Kamu mau nunggin aku main futsal, apa mau langsung pulang?" Tanya Redo sambil mencangklongkan tas gendong di sebelah pundaknya.

"Langsung pulang aja deh," jawab Yohan.

Redo tersenyum simpul sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, "yaudah, ati-ati ya..."

Senyum simpul juga terbit dari bibir Yohan, kemudian ia mendekatkan mulutnya di telinga Redo, dan membisikan sesuatu di sana. "Dari tadi diem aja, kalo ada masalah cerita sama aku. Inget kita pacaran, aku siap dengerin semua. Dan jangan lupa aku sayang sama kamu."

Setelah membisikan itu, Yohan menjauhkan wajahnya, bibirnya tersenyum simpul, sorot matanya teduh menatap Redo yang masih terdiam memikirkan kata-kata Yohan barusan.

"Yuk," ajak Yohan sambil menarik pergelangan Redo__membuat lamunannya membuyar.

Beberapa saat kemudian keduanya beranjak dari bangkunya masing-masing. Mereka jalan beriringan keluar sekolah, sampai di koridor.

"Ati-ati ya," pesan Redo. "Nanti aku cerita kok, ntar malem aku ke rumah."

"Sip," ucap Yohan sambil mengacungkan jempol ke arah Redo.

Beberapa detik kemudian, keduanya berpisah di koridor sekolah. Yohan berjalan menuju ke pintu gerbang sekolah, sedangkan Redo berjalan menuju lapangan futsal.

***

"Yoh...!"

Yohan yang baru saja keluar dari pintu gerbang, terpaksa harus menghentikan perjalanannya, lantaran ia mendengar seseorang memanggil namanya. Terlihat Yohan memutar 90 derajat, tubuh untuk melihat seorang yang sudah memanggilnya. Keningnya berkerut menatap heran ke arah Ozan sedang berjalan cepat mendekatinya.

"Ada apa?" Tanya Yohan, wajahnya terlihat datar. Entahlah setelah mendengar cerita dari Redo__tentang Ozan__yang sering menjual teman-temannya, Yohan seperti malas berkomunikasi dengan Ozan.

Dengan napas yang masih tersengal, Ozan menelan ludahnya susah payah. Tarik napas-keluarkan, tarik napas lagi, keluarkan. Ozan melakukan itu beberapa kali untuk menetralkan rasa lelahnya setelah berlari mengejar Yohan.

Yohan menatap Ozan dengan tatapan yang heran. 

"Ada yang mau aku sampein sama kamu." Ucap Ozan setelah rasa pernapasannya sudah kembali stabil.

"Apa?"

"Redo minta tolong sama aku, aku disuruh nganterin kamu pulang sama dia."

"Hah?"

Yohan terkejut dengan apa yang ia dengar barusan. Rasanya tidak mungkin sekali. Redo sudah wanti-wanti supaya Yohan menjauhi Ozan. Lalu kenapa ia meminta Ozan supaya mengantar pulang? Tidak masuk di akal. Mata Yohan menyipit, menatap Ozan dengan tatapan penuh selidik.

"Yakin," tegas Yohan.

"Serius," Ozan membentuk huru V menggunakan telunjuk dan jari tengahnya, sebagai bukti jika ia sedang tidak berbohong. "Hari dia tau aku males main futsal, makanya dia minta tolong. Sebentar_" Ozan menjedah kalimatnya lantaran ada merasakan getaran dari HP di pahanya. Setelah sibuk dengan HPnya, Ozan memasukan kembali HP itu ke tempat asal.

Semenatara Yohan sudah berjalan beberapa langkah meninggalkannya. Kapan Yohan perjalan? Mungkin saat Ozan sedang sibuk dengan pesan masuk di HPnya.

"Yoh... tunggu..!"

Yohan berhenti, kembali memutar tubuhnya, berhadapan dengan Ozan yang sudah berada di dekatnya.

"Apa lagi?" Tanya Yohan, datar.

"Ya, kamu pulang bareng aku. Kalo enggak aku nggak enak sama Redo." Jelas Ozan.

"Kenapa nggak enak? Lagian kenapa dia nyuruh kamu. Aku bisa pulang sendiri."

Ozan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil tersenyum meringis, "ya... enggak tau."  

"Ada-ada aja," ketus Yohan. Kemudian ia merogoh kantung celana abu-abu. Ia merasakan getaran dari HPnya. Setelah benda berbentuk persegi sudah berhasil ia keluarkan, ia melihat di layar HPnya tertera di sana.

Satu pesan dari Redo.

Yoh, sory aku nanti malam nggak jadi main ke rumah. Soalnya Ema minta tolong aku buat nemenin dia di rumahnya. Aku nggak jadi main futsal, mau anter Ema pulang. Kamu pulang sama Ozan ya, aku udah bilang ama dia.

Rahang Yohan seketika mengeras, bersamaan ia meremas erat HP miliknya. Dadanya berdegup keras, dan napasnya memburu lantaran emosi yang sudah mulai menguasai dirinya. "Berengsek, sialan dasar pembohong." Yohan mengumpat di dalam hatinya. Api cemburu yang datang tiba-tiba membuat otaknya tidak bisa berpikir jernih.

Terlihat Ozan menarik ujung bibirnya, tersenyum miring tanda kemenangan. "Kenapa Yoh?" Tanya Ozan penuh selidik.

"Yaudah yuk, aku pulang bareng kamu," putus Yohan tanpa berpikir panjang.

"Oke," jawab Ozan penuh semangat.

Sementara itu, di tempat berbeda terlihat Ema sedang berjalan mendekati Redo yang sedang duduk di tepi lapangan.

"Nih Do, udah." ucap Ema sambil menyodorkan HP milik Redo yang baru saja ia pinjam. "Makasih ya."

Redo tersenyum simpul, "Sama-sama." Jawab Redo sambil memasukan HP miliknya ke dalam tas.

"Yaudah, aku pulang duluan. Nanti kalo temen aku bales sms bilang aku nunggu di pinggir jalan." Pamit Ema yang dibalas dengan anggukan kepala sama Redo.

***

Selesai bermain Futsal, Redo tidak ingin pulang kerumah. Ia terlebih dahulu mampir ke rumah Yohan. Walaupun ia sudah berjanji akan datang malam hari, tapi ia ingin datang lebih awal, toh ia juga bisa sampai malam di rumah Yohan. Selain itu ia juga ingin meminta maaf, lantaran sejak tadi ia lebih banyak diam.

Setelah memarkirkan motor Ninja miliknya, Redo berjalan setengah berlari menuju rumah Yohan. Ia menekan bell setelah berada di depan pintu utama.

Tidak lama setelah ia menekan bell, pintu dibuka oleh seseorang dari dalam rumah.

"Sore ma," Sapa Redo setelah ibu Eha membuka lebar pintu rumahnya.

Ibu Eha tersenyum simpul, membalas sapaan dari Redo. Terlihat kening ibu Eha berkerut lantaran ia melihat Redo hanya seorang sendiri. "Kamu pulang sendiri?"

"Iya tadi Redo tadi main futsal dulu, jadi Yohan pulang duluan." Jawab Redo, kepalanya mendongak ke dalam ruangan, nampak sedang mencari seseorang. "Yohan ada ma?"

"Mama kira Yohan pulang bareng sama kamu," heran ibu Eha. "Soalnya Yohan belum sampe rumah."

"Hah?" Redo terkejut mendengar jawaban ibu Eha. Bagaiman bisa Yohan belum sampai rumah? Jelas-jelas Yohan sudah pulang lebih dulu. "Jadi Yohan belum pulang?" Heran Redo, terlihat wajahnya mendadak panik.

"Belum..." Jawab ibu Eha.

"Astaga, kok bisa sih?" Redo memukul pelan kepalanya sendiri.

Bab berikutnya