webnovel

Aku tahu hatimu

"Makasih Zan, aku bisa pulang sendiri." Yohan melepaskan tangan Ozan yang masih mengalung di pundaknya. Manik matanya melirik ke arah Redo sambil berjalan meninggalkan Redo, Ema dan juga Ozan. Entahlah, kenapa ia tiba-tiba merasa kesal mendengar janji Redo yang akan mengantarkan Ema pulang.

Sementara Redo hanya berdiri mematung, ia diam seribu bahasa. Sorot matanya menatap lurus punggung Yohan yang semakin menjauh. Redo bisa menyadari jika Yohan sedang marah kepadanya. Lalu kenapa ia merasa gelisah dan takut?

Pandangan Redo beralih pada Ema yang masih menunggu kepastian darinya. "Ema... sory sebenarnya aku teh udah ada janji sama Yohan. Jadi aku nggak bisa antar kamu pulang."

Setelah menyampaikan itu, Redo berlalu berjalan cepat mengejar Yohan, meninggalkan Ema dan juga Ozan.

Redo pergi tanpa memperdulikan perasan Ema yang kecewa karena Redo membatalkan janjinya. Yang ada dipikirkannya saat ini hanya rasa takut jika Yohan benar-benar marah kepadanya.

Ema melipat kedua tangannya di perut, sorot matanya menatap kesal ke arah Redo yang tengah berlari kencang. Ia hanya bisa mendengkus untuk melepaskan kekesalannya.

"Udah pulang bareng aku aja," ucap Ozan, seraya mengalungkan tanganya di pundak Ema.

Di halaman sekolah, terlihat Yohan sedang berjalan cepat. Wajah terlihat kesal. Bagaiman tidak kesal? Ia sudah rela menunggu lama ketika Redo sedang bermain futsal, hanya karena ingin pulang bersama Redo. Biasanya ia paling malas menonton futsal. Tapi kenyataannya Redo sudah berjanji akan mengantarkan Ema pulang. Sebenarnya Yohan sendiri masih belum sadar, ia tidak mengerti kenapa Ia bisa sampai sejengkel itu pada Redo. Biasanya ia tidak pernah merasa seperti itu.

Langkah kaki Yohan terhenti oleh Redo yang tiba-tiba sudah berdiri menghadangnya. Redo berdiri membungkuk sambil memegangi perutnya, napas terengah lantaran ia sedang kelelahan setelah berlari cepat. Dengan susah payah Redo menelan saliva sambil mengacungkan kunci motornya pada Yohan.

"Kamu yang bawa motornya," Ucap Redo, ditengah rasa lelahnya.

Yohan terdiam, wajahnya menatap datar ke arah Redo. Tapi jauh di dalam sana, hatinya merasa sangat senang. Entahlah, mungkin karena Redo membatalkan janjinya dengan Ema, dan memilih pulang bersamanya.

"Bukanya kamu sudah ada janji," Yohan masih bersikap sinis. Ia tidak mau menunjukan kepada Yohan kalo sebenarnya ia sedang bahagia. "Udah sana pulang aja sama Ema, aku mah nggak papa." Ucap Yohan, sambil melirik kunci motor yang masih di sodorkan ke arahnya

"Kamu marah?" Tanya Redo.

"Marah? Kenapa?"

"Terus kenapa kamu kaya gitu?" Ucap Redo. "Itu tandanya kamu lagi marah sama aku."

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Yohan hembuskan secara kasar. "Kalo kamu udah ada janji sama Ema, bilang," ucapnya ketus. "Jadi aku ngak harus nunggu kamu lama-lama. Aku bisa langsung pulang nggak perlu tau kalo kamu udah punya janji sama Ema."

Yohan terdiam wajahnya terlihat salah tingkah setelah menyampaikan itu. Sepertinya Yohan sudah salah berbicara. Benar saja, Redo mengerutkan kening, menatap heran sambil memikirkan kata-kata Yohan barusan.

"Kamu marah ya kalo aku jalan sama Ema," tebak Redo yang membuat Yohan menjadi salah tingkah. Tangannya masih mengacungkan kunci motor ke arah Yohan. "Kamu nggak suka aku pulang sama Ema?"

Tu kan, benar saja Redo jadi menyimpulkan kata-kata Yohan bahwa; Yohan marah lantaran mendengar janji Redo kepada Ema. Atau lebih tepatnya cemburu. Hal itu membuat Yohan menjadi salah tingkah. Merasa ketebak, Yohan hanya diam, untuk menutupi gugupnya Yohan berjalan cepat melewati Redo yang masih mengacungkan kunci kepadanya.

"Yoh...!" Panggil Redo sambil berjalan cepat mengejar Yohan. "Tunggu Yoh..." Ucap Redo setelah ia sudah berhasil menghadang perjalanan Yohan.

"Apa?" Ketus Yohan menatap kesal ke wajah Redo yang masih terlihat ngos-ngosan.

"Sorry deh," ucap Redo sambil kembali memberikan kunci motornya kepada Yohan. "Lupain soal Ema, pokoknya kita pulang bareng lagi. Jangan marah dong... pils." Bujuknya.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Yohan hembuskan secara perlahan. Manik mata Yohan melirik ke arak kunci yang masih terulur ke arahnya, setelah itu ia menatap wajah Redo yang terlihat memohon. Rasa ibah tiba-tiba muncul di hatinya. Tanpa berkata apapun, Yohan menyambar kunci motor dari tangan Redo. Ia berjalan cepat meninggalkan Redo dengan membawa serta kunci motor milik Redo.

Senyum nyengir terbit dari bibir Redo kala ia menyadari jika kunci motornya sudah berpindah tangan. Meski Yohan mengambilnya dengan wajah ketus, tapi itu sudah membuatnya lega. Artinya Yohan sudah tidak marah lagi kepadanya. Ia memutar tubuhnya, berjalan cepat berusaha mengimbangi langkah Yohan yang sudah mendahuluinya.

Setibanya di parkirkan, dua remaja yang sedang bimbang dengan perasaan masing-masing, mereka hanya hanya diam. Yohan juga masih memasang wajah juteknya jika sedang bersitatap dengan Redo.

Yohan dan Redo sebenarnya sudah menjukukan tanda-tanda bahwa keduanya saling menyukai. Secara tidak langsung sudah menunjukan sikap cemburu, jika sala satu dari mereka dekat dengan yang lain.

Terlebih bibir mereka sudah pernah saling berciuman, bahkan keduanya sempat menikmati indahnya bergelut dalam satu selimut hingga mencapai klimaks, meski tidak melakukan hubungan seks nyata.

Rasa itu memang ada, keduanya sama-sama merasakan. Hanya karena jenis kelamin mereka yang sama, sehingga keduanya merasa berat untuk mengungkapkan.

Lagi pula mereka berteman akrab, mereka juga takut jika perasaan itu terungkap, maka akan membuat jarak keduanya semakin membentang.

Biarkan waktu yang menjawab. Untuk saat ini Redo dan Yohan hanya bisa menikmati perasaan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

"Cie ngambek..." goda Redo saat Yohan sedang mengeluarkan motor dari tempat parkiran.

Untuk mencairkan suasana hati Yohan yang masih sedikit tegang, seperti biasa Redo menggoda dengan menyentuh hidung, mencolek pinggang, bahkan sampai merangkul pundak Yohan. Apa yang dilakukan Redo sukses membuat bibir Yohan melengkung, membentuk sebuah senyuman.

"Apaan sih?" Kesal Yohan, ia kesulitan naik ke atas motor, lantaran Redo masih saja merangkulnya.

Tempat parkiran sudah terlihat sepi karena hari sudah sore. Menurut mereka tidak ada yang melihat aksi  candaan yang tengah dilakukan Redo dan Yohan. Namun di seberang sana, di pinggir jalan yang tidak jauh dari lokasi parkiran. Ada mobil yang sedang berhenti, di dalam mobil tersebut ada Ema dan juga Ozan tengah menatap heran ke arah Redo dan Yohan.

Ema dan Ozan saling bersitatap, setelah Redo dan Yohan sudah keluar dari tempat parkiran.

"Akreb banget mereka," heran Ema sambil menyandarkan punggungnya di jok mobil.

Ozan hanya menarik ujung bibirnya, tersenyum miring seraya mendesis. Beberapa saat kemudian mobil jaz yang dikendarai Ozan bergerak secara perlahan.

Akhirnya, motor yang dikendarai sama Yohan sudah tibah di halaman rumah milik Yohan. Yohan turun dari motor sementara Redo berpindah posisi untuk ke bagian depan motornya.

"Makasih, hati-hati." Pesan Yohan saat sudah berdiri di samping Redo.

"Yoh."

"Hem?"

"Aku nggak mau liat kamu pulang bareng Ozan, jangan deket-deker sama dia."

"Kenapa?" Heran Yohan hingga keningnya berkerut.

"Pokonya jauhi dia, kamu belum tau siapa dia. Ntar malem aku ke rumah, ntar aku ceritain deh."

Tanpa menunggu jawaban dari Yohan, Redo menarik gas motornya meninggalkan Yohan yang masih menatap tanya ke arahnya.

Setelah Redo sudah jauh dari pandangan, Yohan mengayunkan kaki, berjalan menuju ke rumahnya. Ditengah perjalan menuju rumah, Yohan merogoh kantung celana abu-abunya. Ia merasakan ada getaran pada HP yang ia simpan di sana. Setelah melihat layar hape, tertata di sana.

Satu pesan Whatsapp dari Ozan ips2

Yoh... nanti malam aku kerumahmu.

Membaca pesan dari Ozan, Yohan hanya mengerutkan kening. Ia heran, tidak biasanya Ozan main ke rumahnya. Tanpa membalas pesan dari Ozan, Yohan memasukan kembali HPnya ke dalam saku celana, lalu melanjutkan perjalanannya.

Bab berikutnya