webnovel

Menuju Hari Bahagia

Badai tampak menghela napasnya secara kasar saat harus menjelaskan alasan kenapa harus memilih Kuncoro ketimbang Agasa. Yang terlintas di benak Badai saat ini hanyalah bagaimana bisa diterima bekerja dalam waktu yang terbilang cukup instan, 

 

"Untuk masuk ke Kuncoro kita hanya perlu yang namanya sertifikat PERADI, track record urusan belakang."

 

Mendengar apa yang baru saja dijelaskan oleh Badai membuat Mentari sadar kalau apa yang kini dipikirkan oleh lelaki yang sebentar lagi menjadi adik iparnya juga pernah terpikirkan olehnya 2 tahun yang lalu. 

 

Namun setelah Mentari mengupgrade kualitas dirinya, pola pikir Mentari pun lambat laun juga ikut berubah. Kini Mentari tidak mau hanya dikenal seseorang yang hanya memiliki selembar kertas berharga bersama sertifikat PERADI, tapi di juga ingin dikenal karena kualitas diri yang dimiliki. 

 

"Lalu untuk Agasa bagaimana?" Walau bagaimanapun Mentari membutuhkan alasan yang sangat terperinci untuk dia jadikan pertimbangan nantinya. 

 

Mentari bertanya hal seperti ini pun bukan tanpa alasan, tentu saja Mentari bertanya hal seperti ini karena ulah dari lelaki yang tadi sempat mendapat satu bogem mentah dari Badai. Siapa lagi kalau bukan Adi Surya Dimitri. 

 

"Semenjak dipegang oleh Pak Firman proses masuk ke sana sangat ketat. Aku saja tidak pernah terlintas untuk masuk magang di sana." Semakin ke sini rasa-rasanya Mentari semakin penasaran dengan Firma Hukum itu. 

 

Seluruh penjuru negeri ini juga tahu sekarang pengacara tangguh dan sulit untuk dikalahkan adalah Firman Afif, pengacara berdarah dingin, irit senyum tapi selalu menempatkan keluarga sebagai poros bahagianya. Suami dari Suci Indah Ayu, pewaris tahta dari perusahaan Angkasa Group yang bergerak di bidang periklan. Kehadiran Zaskia Azzahra Khumairah juga Rafa Afif Alzani semakin melengkapi kebahagiaan pengacara berusia 45 tahun itu. 

 

"Badai … kayaknya aku di Agasa saja. Aku mau mengukur kualitas diriku sudah sampai mana." 

 

Badai seharusnya sudah menyadari hal ini sejak awal, kalau calon kakak iparnya itu bukanlah orang yang mudah untuk dibujuk. 

 

Mentari bisa sangat jelas mendengar kalau saat ini calon suami dari Sagita Ariyani itu sedang menghela napasnya dengan sangat kasar. 

 

"Kamu nggak bisa bantu yah, Dai?" tanya Mentari dengan nada sendu. Izinkan untuk kali saja Mentari sangat ingin menjadi orang yang memiliki tingkat keegoisan yang cukup tinggi, penolakan adalah musuh terbesar di hidupnya. Tapi Mentari tetaplah Mentari yang memiliki sifat lemah lembut entah itu turunan dari siapa. 

 

"Kak … aku ini cuma Adi Badai Dimitri bukan Adi Gerhana Dimitri yang saat ini memegang pucuk pimpinan dari Gemilang Group. Hanya dalam satu jentikkan jari saja kamu sudah bisa masuk ke sana." 

 

"Jadi nggak muda ya?" Mentari pun mulai gamang hatinya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Badai barusan.

 

Badai hanya menjawab pertanyaan Mentari tersebut dengan deheman kecil. 

 

Sambungan telepon antara Badai dan Mentari terputus saat pengacara muda itu merasa kalau berharap pada Badai hanya bagaikan pungguk merindukan ulam, mustahil.

 

Sedangkan di sisi kota lain senyum renjana tak hentinya tersungging di bibir ranum Surya saat ini. Jangan bertanya kenapa tentu saja pemberi sumbangsih terbesarnya adalah sang kekasih, Chayana Aurellia. 

 

Tak butuh waktu lama akhirnya kereta besi yang dikemudikan oleh Surya telah terparkir rapi di pelataran restoran yang sebelumnya telah direservasi oleh Yana. 

 

"Reservasi atas nama Chayana Aurellia?" tanya Surya dengan kiat penuh cinta yang terpancar jelas di kedua manik matanya. 

 

Siapapun yang melihat netra pekat milik Surya bisa dengan jelas melihat ada cinta yang amat tulus yang dimiliki Surya hanya dengan menyebut nama sang kekasih. 

 

"Mari saya antar, Pak!" ucap sang pelayan restoran lalu menuntun Surya untuk menuju private room yang dipesan oleh Yana. 

 

Setiap kali menghabiskan waktu di ruang publik seperti ini baik Yana maupun Surya selalu saja memilih private room sebagai zona nyaman. 

 

"Ini, Pak!" ucap sang pelayan sambil menunjuk daun pintu berwarna coklat gelap. 

 

"Terima kasih." 

 

KREK~~~

 

Kemunculan Surya dari balik pintu ruangan tersebut disambut hangat oleh Yana yang memang sedari tadi sudah menunggunya. 

 

"Sudah lama?" tanya Surya dengan raut wajah penuh cinta.

 

"Nggak kok," jawab Yana dengan senyum termanis miliknya sehingga memunculkan lesung pipi juga gigi gingsulnya. 

 

"Mas … lima hari sahabatku ada yang nikah kamu temani aku ke pestanya yah?" 

 

Surya sangat ingin tapi hal itu urung dia lakukan karena pernikahannya bersama Mentari juga akan diselenggarakan lima hari mendatang. 

 

"Maaf, tapi aku nggak bisa. Hari Jumat aku ada agenda yang nggak bisa diwakilkan," jelas Surya pada Yana. 

 

Sejurus kemudian kedua alis milik Yana saling bertautan satu sama lain dan kedua manik matanya memicing menatap sang kekasih dengan penuh selidik. 

 

"Agenda apaan?" tanya Yana pada akhirnya. 

 

"Menikah." Tapi Surya tidak punya cukup nyali untuk mengimplementasikan kata tersebut lewat suara semua hanya tertahan di hatinya saja. 

 

"Ada proyek yang harus aku handle sendiri, nggak bisa Rafly." Akting yang sedang dimainkan oleh Surya sungguh sangat baik sampai membuat seorang Chayana Aurellia mempercayainya tanpa rasa curiga sedikit pun. 

 

"Temanmu yang ingin menikah lima hari lagi siapa?" tanya Surya. Iya, Surya memang bukan orang yang bertanggung jawab penuh di hidup Yana, tapi dia juga ingin diperlakukan sama seperti Hilal, suami Yana. 

 

Dia juga ingin tahu ke mana dan bersama siapa Yana pergi, hal terkecil dalam hidup Yana ingin dia ketahui tanpa ada celah sedikit pun. 

 

Bersambung …. 

Bab berikutnya