Ardhan masih tidak habis pikir saat melihat kecemburuan dari Zelyn yang selalu tidak bisa mempercayainya meskipun hubungan yang terjalin bukan dalam hitungan hari dan satu bulan lagi bahkan akan menikah. Namun, ia selalu bersabar menghadapi sikap kekanakan dari wanita dengan paras cantik tersebut.
Dengan berpikir bahwa kecemburuan dari Zelyn adalah tanda bahwa wanita yang akan dinikahinya itu sangat mencintainya.
"Sayang, sudah aku katakan berkali-kali padamu bahwa aku sama sekali tidak tertarik dengan Rania. Kami hanya bersahabat dan aku tidak mungkin berbuat hal terlarang dengan wanita yang sudah dimasuki oleh banyak pria. Sedangkan aku sudah mempunyai bidadari yang sangat sempurna sepertimu. Tidak mungkin."
Ardhan sudah sibuk mengusap jemari lentik itu untuk meredakan amarah yang dirasakan oleh wanita yang sangat dicintainya.
Zelyn masih menatap menyelidik wajah tampan yang sangat dipujanya itu untuk mencari sebuah kejujuran dari mata indah dengan iris tajam di depannya. Hingga seulas senyuman tampak dari wajahnya saat merasa yakin bahwa Ardhan berkata jujur.
"Aku percaya padamu, Sayang. Aku tahu kalau kamu tidak akan pernah mengkhianati sucinya cinta kita. Terima kasih sudah datang ke sini untuk memberikanku kejutan." Zelyn menghentikan perkataannya saat melirik sekilas ke arah Axel yang menatapnya dengan sangat tajam meskipun sedang bersama dengan Rania.
"Sepertinya aku harus pergi. Aku kasih dobel, anggap saja sebagai rasa terima kasihku." Dengan kembali berjinjit, Zelyn kembali mencium pipi dengan rahang tegas tersebut.
Merasa sangat terkejut atas bonus yang diberikan oleh Zelyn, Ardhan terlihat tersenyum dan menatap kepergian wanita cantik yang sangat dicintainya tersebut dengan berteriak kencang.
"Aku sangat mencintaimu, Arzelyn Selena."
Langkah kaki Zelyn terhenti begitu mendengar ungkapan perasaan dari Ardhan, sehingga ia pun berbalik badan untuk membalas pernyataan cinta tersebut dengan berteriak tanpa merasa malu akan dilihat oleh banyak orang.
"Aku juga sangat mencintaimu, Sayang." Melambaikan tangannya dengan tersenyum semanis mungkin.
Zelyn sengaja bersikap manis pada Ardhan dengan dua kali menciumnya. Selain sebagai bentuk ucapan terima kasihnya, ia sengaja ingin menunjukkan kemesraannya pada Axel karena ingin membuat pria yang sangat dibencinya itu tidak mengatakan bahwa ia bukan wanita normal.
Bahwa ia juga bisa bersikap mesra dengan pria yang sangat dicintai dan sebentar lagi akan menjadi suaminya.
Saat Zelyn mencoba bersikap sombong, berbeda dengan sikap Axel yang di dalam hati ingin menertawakan wanita tersebut. Sebenarnya ia sangat ingin terbahak melihat kebodohan Zelyn. Akan tetapi, tidak mungkin melakukannya karena menurutnya tidak akan seru permainan yang sebentar lagi akan terjadi di Bali, sehingga hanya tersenyum smirk saat melihat kesombongan Zelyn yang berlalu pergi meninggalkannya untuk chek in.
'Arzelyn Selena yang sekarang tengah menyombongkan diri di depanku, dalam hitungan beberapa hari akan menangis di bawah kakiku. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk melihat semua itu terjadi,' gumam Axel yang saat ini berjalan di sebelah wanita seksi tak lain adalah Rania.
Lamunan Axel buyar saat mendengar suara dari Rania yang tengah bersikap manja kepadanya. Kini, ia hanya mendengarkan kemauan dari wanita yang tengah bergelayut manja padanya.
Rania yang merasa tidak suka dengan pandangan Axel saat melihat siluet Zelyn dari belakang, tidak ingin perhatian pria tampan yang sangat diincarnya itu selalu mengarah pada kekasih sahabatnya.
"Tuan Axel, apakah nanti saya bisa duduk di sebelah Anda saat berada di dalam pesawat? Karena kemarin waktu saya membeli tiket, hanya tersisa kelas ekonomi. Jadi, terpaksa saya membelinya. Bukankah Anda dan Zelyn berada di kelas bisnis?"
Gelengan kepala dari Axel menjadi jawaban atas pertanyaan Rania. "Aku dan Zelyn bukan berada di Business Class Ticket (C Class), tetapi di First Class Ticket (F Class)."
Merasa malu dengan kebodohannya, Rania mencoba menyembunyikannya dengan tersenyum. "Anda benar-benar luar biasa, Tuan Axel. Lalu bagaimana dengan perkataan saya tadi?"
Karena dari dulu tidak menyukai wanita yang banyak bicara, membuat Axel mengarahkan jari telunjuknya pada bagian bibirnya. Memberikan kode agar wanita yang sudah terlalu banyak maunya itu diam.
"Jangan membuat kekasihku melakukan pelepasan!"
Tidak memahami kalimat ambigu yang baru saja lolos dari bibir Axel dan membuatnya merasa sangat penasaran. Rania yang sudah tidak bisa menahan diri, langsung menanyakan pertanyaan yang menari-nari di otaknya. "Maksud Anda apa, Tuan Axel? Kekasih Anda melakukan pelepasan? Apa di Bali, kekasih Anda akan datang?"
"Saat banyak bicara dan banyak ingin tahu, mungkin esok hari, kamu tidak bisa menghirup udara segar di Bali." Tanpa ingin melihat ekspresi dari wajah Rania, Axel sudah memberikan pasport pada petugas yang memeriksa dan langsung menaruh kopernya di tempat pemeriksaan karena ia adalah orang asing yang harus menunjukkan kelengkapannya.
Berbeda dengan Rania yang langsung menelan salivanya saat merasa ketakutan melihat wajah datar yang menurutnya sangat mengerikan, sehingga ia hanya bisa mengungkapkan apa yang saat dirasakannya di dalam hati.
'Astaga, jadi seperti ini rasanya berhubungan dengan seorang mafia. Sikapnya dingin dan tidak bisa bersikap manis seperti pria lainnya yang mempunyai pekerjaan normal. Sepertinya aku harus berhati-hati dengan menjaga mulutku. Dasar bodoh kamu, Rania. Seharusnya kamu tahu kalau berhubungan dengan pria yang pekerjaannya mafia itu sangat berbahaya dan harus berhati-hati jika tidak ingin nyawamu melayang.'
Rania yang sudah menunjukkan bukti tiket pada ponselnya, lebih cepat selesai karena tidak membawa apapun selain tas mewah koleksinya yang hanya berisi make up dan ponsel, sehingga ia menunggu hingga Axel selesai diperiksa. Beberapa saat kemudian, pria yang mempunyai paras rupawan itu berjalan ke arahnya.
"Sudah selesai, Tuan Axel?" tanya Rania untuk membuang kegugupannya setelah tadi mendapatkan ancaman.
Axel menyerahkan koper miliknya pada Rania dan berjalan meninggalkan wanita tersebut menuju ke arah terminal yang merupakan jalan untuk menuju ke gate yang tertera pada boarding pass.
Rania yang merasa sangat kesal diperlakukan seperti seorang pelayan, terlihat tengah mengerucutkan bibir dan wajahnya sudah sangat masam saat merasa kesal.
"Astaga, kenapa sekarang aku lebih seperti seorang pembantu. Kalau bukan karena dia sangat tampan, tidak mungkin aku mau melakukannya. Oh iya, satu lagi, karena dia adalah seorang mafia. Jika aku tidak menurut padanya, bisa-bisa aku benar-benar akan mati. Ini semua gara-gara Zelyn. Seharusnya dia yang membawakan kopernya, kenapa sekarang aku yang kena imbasnya."
Rania sedikit berlari untuk mengejar Axel yang sudah jauh berada di depan karena langkah kaki panjang itu sudah jauh meninggalkannya, ia tidak mau berlari dan kesusahan memakai sepatu high heels. Ia mendaftarkan bagasi terlebih dahulu sebelum naik ke pesawat karena didengarnya sudah ada panggilan untuk boarding.
To be continued...