GILBERT MANSION
London, Britania Raya
18.15
Malam ini sang billionaire - Darren Ewald Gilbert - terlihat tampan dalam balutan kemeja biru yang dipadupadankan dengan tuxedo dan juga dasi kupu - kupu.
Penampilannya nyaris sempurna hingga membuat banyak pasang mata hanya tertuju padanya. Terutama para pemilik tubuh molek. Sudah bisa dipastikan bahwa mereka semua akan saling berlomba memperebutkan sang billionaire.
Ditatapnya pantulan dirinya dicermin sebelum melenggang keluar kamar. "Yes, perfect." Lirihnya beriringan dengan langkah tegas menuju lift yang akan membawanya turun pada lantai di mana mobil kesayangan dan juga Dante sudah menunggui kedatangannya.
Ketika pintu lift terbuka, mobil kesayangan sudah berdiri dengan gagahnya. Bersamaan dengan itu Dante bergegas membukakan pintu mobil sembari membungkukkan badan. "Selamat malam, Sir. Silahkan."
Tidak ada jawaban yang mengiringi pergerakan bibir kokoh. Bahkan hanya sekedar melirik sekilas pun sama sekali tidak.
Malam ini ekspresinya sama sekali tidak terbaca. Tidak ada satu orang pun yang bisa menebak apa yang sedang dirasakan oleh sang billionaire saat ini kecuali satu orang yaitu, Dante.
Lelaki yang dipercaya oleh Darren sebagai supir pribadinya tersebut berulang kali melirik Tuan nya melalui kaca mobil. Tanpa dapat terelakkan siluet nya menggeliat penuh kesedihan mendalam.
Kasihan sekali, Mr. Darren. Dia harus menghadiri acara pernikahan, Nona Earl. Seharusnya Mr. Darren lah yang menikah dengan Nona Earl, akan tetapi takdir berkata lain. Takdir telah merebut Nona Earl dengan sangat kejam. Batin Dante.
Jujur, Dante merasa kasihan pada nasib Tuan nya. Semenjak menyaksikan kematian ibu nya secara tragis. Tuan nya tidak pernah dekat dengan seorang wanita hingga dipertemukan dengan, Calista Earle Kafeel.
Namun, sangat disayangkan karena percintaan mereka tak berjalan mudah. Di dalam hati Calista masih menyimpan perasaan pada mantan kekasihnya Leonard Fidel Christiano, sehingga Darren memilih mundur demi kebahagiaan wanita yang dia cintai dengan sangat dalam.
Seharusnya Darren mempertahankan Calista disisi. Sayangnya, hal itu tidak dia lakukan. Bagi Darren yang terpenting bukan kebahagiaannya melainkan kebahagiaan Calista.
Entah sudah berapa lama larut ke dalam pikirannya sendiri hingga mobil yang dikemudikannya berjalan dengan sangat lambat. Tak ayal Darren menggeram kesal sehingga melayangkan bentakan. Bahkan suara bentakannya terdengar memekak telinga. "Tambah kecepatannya!"
"Baik, Sir." Jawabnya beriringan dengan dilajukannya mobil berkecepatan tinggi membelah pusat Kota London.
Setelah sekian lama berteman di jalanan. Kini, mobil yang membawanya pergi telah sampai pada gedung menjulang tinggi. Sebuah gedung yang sudah didekorasi dengan sangat megah nan mewah.
Para bodyguard yang berjaga dihalaman utama bergegas membukakan pintu mobil. "Selamat datang, Sir. Silahkan." Memberi ruang bagi sang billionaire untuk segera memasuki ruangan bertabur kebahagiaan tersebut.
Nyatanya, Darren tak juga bergegas turun. Jujur, dia pun merasa berat hati untuk melangkahkan kaki ke dalam sana. Terlebih dipertemukan dengan mantan tunangannya yang kini bersanding dengan rekan bisnisnya dari Leoca Blue Sea, PT.
Tidak, Darren tidak bisa melakukan hal tersebut, akan tetapi undangan yang dikirimkan secara langsung oleh keluarga Kafeel, memaksanya mengambil tindakan tegas.
Hembusan nafas berat tampak mengiringi deru nafasnya ketika ekor matanya menangkap sebuah papan bertuliskan, Happy Wedding Leo – Earl.
Membacanya telah membuat hati Darren bagaikan tersayat ribuan pisau hingga matanya memanas seketika. Kini, sekedar menghembuskan nafas bagaikan menelan bisa ular.
Seharusnya, namanya lah yang tertulis di sana. Nyatanya, nama Leo lah yang justru terpampang nyata didepan mata.
Darren terlihat berulang kali mengerjap supaya air mata bodoh tersebut tidak sampai keluar hingga membasahi pipi kokoh.
Ingin rasanya segera enyah dari sana, akan tetapi sebagai lelaki sejati telah membuat Darren membulatkan tekat. Bibir kokoh tampak menyunggingkan senyuman terbaik beriringan dengan langkah kaki menuju altar di mana pasangan paling terbahagia sedang berdiri bersisian.
Menghadiri pesta pertunangan mantan tunangan bukan lah perkara mudah. Darren Ewald Gilbert, harus berbesar hati menyaksikan wanita yang hingga saat ini masih menduduki posisi tertinggi di dalam sudut dihatinya bersanding dengan lelaki lain.
Seharusnya dia lah yang berdiri disana. Di altar pernikahan bersama wanita tercinta. Sayangnya, takdir telah mempermainkan keduanya dengan sangat kejam hingga merenggut wanita tercinta dari sisinya.
"Tak pernah ku sangka bahwa menghadiri pesta pernikahan mu akan sesakit ini, Nona Earl." Lirihnya hingga suaranya terdengar seperti sedang bergumam. Bersamaan dengan itu langkah kaki terlihat menuju tempat di mana sepasang pengantin sedang bersanding berbalut binar - binar bahagia.
Oh, sungguh miris nasib sang billionaire. Bagaikan diterpa badai ditengah derasnya air hujan, itulah kiasan yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaan Darren Ewald Gilbert saat ini.
Hembusan nafas lelah yang dia buang secara perlahan mengiringi langkah kaki yang kian mendekat. "Selamat atas pernikahan kalian. Semoga berbahagia dan secepatnya dikarunia Leonard – Earl junior," ucapnya sembari mengukir senyum khas yang membuat ketampanannya bertambah berkali - kali lipat.
"Terima kasih atas kedatangan Anda, Mr. Darren. Suatu kehormatan bagi kami, Anda menyempatkan waktu menghadiri-"
"Saya sedih mendengarnya, Mr. Leo. Lagi pula mana mungkin saya tidak datang. Dibelahan Bumi manapun pasti akan saya sediakan waktu khusus untuk menyaksikan hari bahagia Anda dan, Nona Earl." Berpadukan dengan lirikan tajam yang dia lemparkan ke arah Calista. Sementara itu, yang dilirik tampak menundukkan wajah karena tak kuasa bertatapan dengan sepasang manik biru yang menghujaninya dengan ketajaman penuh.
"Sekali lagi saya ucapkan selamat atas pernikahan kalian." Memeluk Leonard, dan tentunya pelukan khas lelaki. Setelahnya dia pun ke sisi Calista. Ditatapnya pemilik wajah cantik tersebut dengan tatapan yang hanya dimengerti olehnya dan tentunya oleh Calista itu sendiri.
Tanpa disangka dan tanpa diduga langsung memeluk tubuh ramping dengan sangat erat berirama dengan bisikan. "Selamat atas pernikahan mu dengan, Mr. Leo. Warnai hari - hari mu dengan penuh kebahagiaan dan jangan lagi ada air mata. Jika hal itu sampai terjadi maka, aku akan merebut mu dari Mr. Leo secara paksa."
Kalimat yang baru saja menggelitik pendengaran telah membuat tubuh ramping menegang seketika. Tak pernah dia sangka sebelumnya bahwa Darren akan menghadiri pesta pernikahannya.
Setelah sekian lama kau menghilang. Tak pernah ku sangka bahwa kita akan dipertemukan dengan cara seperti ini, Darren. Maaf, karena aku sudah menggoreskan luka dengan sangat dalam. Batin Calista berbalut kesedihan mendalam.
Kini, tatapan siluet abu - abu tampak nanar pada punggung kekar yang semakin lama semakin menjauh. Bahkan menghilang di antara para tamu undangan.
Dari banyaknya lelaki di muka Bumi ini. Hanya segelintir orang yang berbesar hati seperti Darren. Merelakan sang wanita mengejar kebahagiaan bersama lelaki di masa lalu. Lelaki yang telah menggoreskan luka dengan sangat dalam.
"Selamat tinggal, Nona Earl. Selamat tinggal cinta ku. Selamat tinggal masa lalu." Lirihnya berpadukan dengan tatapan dalam dan lama sebelum melenggang dari gedung menjulang tinggi bertuliskan, Happy Wedding Leo - Earl.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!