webnovel

‘PENGEMIS’ MEMBERI SEDEKAH KEPADA PENGEMIS

Editor: Wave Literature

Kertas hu kuning yang ia bakar sebelumnya adalah kertas hu untuk orang licik, bisa membuat seseorang mengalami hal sial.

Gurunya adalah seorang kultivator. Sejak memiliki ingatan, ia sudah ikut pelatihan di samping guru.

Meskipun kemampuannya tidak bisa dibandingkan dengan Guru, tetapi bakat kultivasinya tetap diakui oleh Guru.

Guru selalu mengatakan bahwa ia tidak serius. Meskipun Guru selalu ingin mengajarkan sesuatu kepadanya dengan serius, tetapi ia selalu menolak dan lebih suka mempelajari berbagai jenis trik aneh.

'Hah…'

Jika saja ia mau mendengarkan kata-kata Guru dan tidak diam-diam melarikan diri untuk pergi makan mie sendirian, ia pasti tidak akan mengalami kebocoran gas dan akhirnya mati karena keracunan.

Untung saja, Tuhan masih menyayangi dirinya dan memberikannya kehidupan baru sekali lagi.

Ia yakin, hatinya pasti terlalu baik sehingga diberikan kehidupan baru sebagai Lu Sheng.

***

Di desa Liuyue.

Kini, Lu Dahua dan orang-orang dari keluarga Chu sedang sibuk mencari jejak Lu Sheng dimana-mana.

Namun sebaliknya, tubuh Lu Sheng sedang berdiri di depan toko kue basah sambil memeluk bakpao. Gadis itu sedang menatap kedua keping koin yang ada di tangannya.

Secara keseluruhan, Lu Sheng memiliki enam koin. Harta itu pun ia dapatkan secara cuma-cuma dari orang lain. Pagi tadi saat kelelahan berjalan, ia pun duduk sebentar di tepi jalan dan seorang nona memberikan enam koin itu kepadanya ketika lewat.

Nona tersebut mengatakan bahwa ia keluar rumah dengan tergesa-gesa sehingga hanya membawa enam keping koin saja. Nantinya, kalau ada kesempatan bertemu lagi dengan Lu Sheng, ia berjanji akan memberikan lebih banyak lagi.

Selain itu, nona tersebut juga memerintah pembantu yang ada di sampingnya untuk memberikan sebuah apel kepada Lu Sheng. Ya, itu adalah apel yang ia makan tadi.

"Guru pernah bilang, orang tidak boleh rakus. Aku sudah memiliki bakpao, maka aku tidak boleh makan kue basah itu," kata Lu Sheng kepada dirinya sendiri.

Berhasil membujuk diri sendiri, Lu Sheng menghelakan napas berat dan menyimpan kembali dua keping koin itu ke dalam sakunya.

'Kehidupan ini memang sangat sulit!'

Lu Sheng menengadahkan kepala dan melihat ke langit yang masih terang. Ia berencana menunggu langit gelap, dan setelah itu kembali ke desa Liuyue.

Gadis itu pun menganalisa langit. Menurut Lu Sheng, malam ini akan berangin. Malam hari yang gelap dan berangin akan mempermudah dirinya melakukan sesuatu.

"Nona, bantulah kami, berikan kami sedikit makanan!"

Saat Lu Sheng baru saja melewati toko kue basah, tiba-tiba ada yang memegang kakinya.

Lu Sheng pun refleks menundukkan kepalanya. Ia melihat seorang wanita tua dengan wajah yang kotor dan baju yang compang-camping memandangnya ada di sana. Wanita itu terlihat sangat menyedihkan… Tatapannya mengarah ke bakpao yang ada di tangan Lu Sheng.

Di samping wanita tua itu, berdiri seorang pemuda yang wajahnya juga kotor. Hanya saja, ia menunjukkan sepasang mata yang jernih.

Lu Sheng melihat pemuda itu sedang memandangnya dari atas sampai bawah. Kemudian, pemuda itu pun berkata kepada si wanita tua, "Nenek, Anda meminta ke orang yang orang, dia juga seorang pengemis."

"..." Mendengar itu, Lu Sheng pun terdiam.

Setelah mendengar kata-kata cucunya, wanita tua itu pun menyipitkan matanya dan mulai memerhatikan Lu Sheng dengan teliti. Beberapa saat kemudian, ia melepaskan tangannya.

"Mata Nenek sudah tidak bagus, tidak bisa melihat dengan jelas. Ternyata Nona ini juga sama dengan kita, sama-sama orang yang menyedihkan."

Lu Sheng berdiri diam untuk sementara waktu. Kemudian dengan sakit hati, ia pun memberikan kedua bakpao yang ada di tangannya itu.

"Ini, untuk kalian saja!"

Melihat nenek dan cucu itu makan bakpao dengan lahap, Lu Sheng pun sedikit tersentuh.

'Ah, aku memang terlalu baik hati!'

Sementara itu, di lantai dua sebuah restoran yang terletak di seberang jalan, seorang pria berpakaian putih sedang duduk bersandar di depan jendela dan melihat ke bawah. Tatapannya yang semula tenang tidak tergoyahkan, kini penuh dengan makna ketertarikan.

"Tuan, Anda sedang melihat apa?"

Hakim daerah Shangguan yang berseragam melihat pria yang selalu acuh tak acuh itu tiba-tiba tertawa ketika menatap ke bawah, ia pun menjadi penasaran.

Pengikut yang berdiri di samping pria berpakaian putih itu juga tidak bisa menahan diri dan akhirnya ikut mengarahkan pandangan ke bawah.

Tetapi, selain dua pengemis yang sedang makan bakpao dengan lahap, tidak ada orang ataupun hal lain yang istimewa.

Pengikut pria itu pun merasa heran dan menarik kembali kepalanya.

"Tidak ada apa-apa."

Pria berpakaian putih itu juga menarik kembali pandangannya lalu berdiri. "Sudah waktunya pulang. Saya masih memiliki hal yang perlu ditangani, maka saya pamit dulu."

"Baik."

Setelah Hakim daerah Shangguan mendengar kata-kata itu, ia pun segera ikut berdiri untuk mengantar mereka berdua hingga pintu luar restoran.

Ketika Chu Sihan keluar dari restoran, kebetulan ia melihat pengemis wanita yang tadi memberi sedekah kepada pengemis lain itu sedang berdiri di atas jembatan dengan kepala dimiringkan. Ada daun dedalu di mulutnya, tatapannya tampak kosong, entah apa yang ada di dalam pemikirannya.

Chu Sihan pun mengatakan kepada Chu Yun, "Berikan sepuluh tael perak kepada Nona itu."

"Nona?"

Chu Yun mengikuti pandangan Chu Sihan yang melihat ke arah jembatan, dengan curiga ia pun bertanya, "Di mana ada seorang Nona?"

Chu Yun hanya melihat seorang pengemis di atas jembatan itu.

Bab berikutnya