webnovel

Prolog. Awal kehancuran.

Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk Lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya.

Berbagai macam penghargaan dan pencapaian yang telah Deon dapatkan di usianya yang baru berkepala tiga lebih lima tahun itu menentukan betapa hebatnya Deon sebagai seorang CEO dari perusahaan yang bergerak di dunia Entertainment yang bisa di bilang memiliki persaingan yang tidak mudah dan juga tidak wajar.

Tatapan yang tajam dan kata-katanya yang padat dan tajam membuat Deon terkenal sebagai seorang Lelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang dingin justru menjadi daya tarik tersendiri di mata para mitra bisnisnya yang kebanyakan adalah Wanita.

Kesuksesan Deon sebagai seorang CEO bukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan selalu dia cemaskan jika suatu hari nanti akan terekspos ke dunia. Hal-hal yang sudah dia kubur dengan sangat rapat tanpa bau mau pun jejak. Hal yang selalu Deon cemaskan itu adalah masa lalunya.

Masa lalu Deon bukanlah hal yang menyenangkan untuk dia ingat seorang diri apalagi di ketahui khalayak luas. Masa lalu Deon adalah satu-satunya titik kelemahan yang dia miliki sebagai seorang CEO namun tentu saja sebagai seorang CEO Deon tidaklah lemah. Dia berhasil menghilangkan segala hal yang akan menghancurkan dirinya termasuk masa lalu itu. Deon berhasil membuat masa lalunya itu seakan tidak pernah terjadi di dalam kamus kehidupannya, dengan cara menutup rapat jati dirinya dengan jati diri baru yang dia dapatkan.

Masa lalu yang tidak ingin dia ingat itu adalah awal dari kehancurannya sekaligus awal dari bangkitnya nama besar Deon yang di kenal oleh banyak orang.

26 juli 1997.

"Apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!" perintah Rania, Ibu Deon yang marah dan kesal pada Putranya.

"Ayya hamil Bu dan Deon adalah Ayah dari Bayi yang di kandung Ayya," jawab Deon yang tidak bisa berpikir lagi.

Seketika itu persendian Rania terasa lemas dan membuatnya tidak mampu berdiri lagi. Air mata Rania menetes tanpa komando yang jelas darinya. Hatinya terasa seperti teriris dengan pisau yang tumpul, menyakitkan dan sangat menyiksa. Mengetahui anak satu-satunya melakukan hal yang sangat memalukan membuat Rania tidak tahu harus berkata apa.

"Bu... maafin Deon Bu. Deon gak tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Maafin Deon Bu," ucap Deon memohon maaf pada Rania sambil menciumi tangan Rania dengan air mata yang terus menetes.

"Lepas!" ucap Rania dengan suara yang melemas sambil menarik tangannya yang diciumi Deon dengan penuh air mata sendu.

"Bu...," rintih Deon yang sangat tahu betapa kecewa Ibunya itu.

"Jangan sentuh Ibu! Ibu gak tahu apa yang akan Ibu lakukan padamu kalau kamu terus mendekati Ibu. Kamu tahu kan Yon? Masalah apa yang akan terjadi pada keluarga kita gara-gara kesembronoanmu ini? Ayya itu... Ayya itu..., sudahlah! Sepertinya kamu harus siap melihat Ibu mati. Ibu gak kuat lagi hidup kalau seperti ini," ucap Rania yang benar-benar sudah hancur.

"Ibu... jangan bilang seperti itu Bu..., Bu... maafin Deon Bu. Deon janji Deon akan tanggung jawab, Deon janji bu. Deon akan perbaiki semuanya... apa pun yang terjadi Deon akan perbaiki semuanya," ucap Deon sambil menarik tangan Rania lalu bersujud dikaki ibunya itu.

"Tanggung jawab katamu? Dengan apa? Menikahinya? Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu siapa? Kamu itu hanya seorang Anak biasa dari keluarga miskin. Kamu itu bukan siapa-siapa Yon! Apa kamu masih belum sadar? Sejak awal Ibu sudah melarangmu untuk dekat dengan Ayya, tapi apa? Kamu justru semakin dekat dengannya dan sekarang kamu sudah merusak masa depannya. Sudah pasti keluarga Ayya tidak akan tinggal diam setelah ini, mereka pasti akan menghancurkan keluarga kita tanpa jejak. Kamu tidak tahu betapa mengerikannya seseorang ketika sudah terobsesi dengan kedudukan!" bentak Rania yang tidak bisa mengendalikan emosinya. Rania menggigit bibirnya sendiri ketika bayangan kehidupan masa lalunya terlintas di benaknya. Kenyataan hidup yang memisahkannya dari Lelaki yang sangat dia cintai.

"Bu... Maafin Deon Bu, maafin Deon. Deon benar-benar khilaf Bu. Deon salah...," ucap Deon merintih sambil terus bersujud di ke dua kaki ibunya memohon ampunan.

Rania yang melihat Deon terus memohon maaf padanya dengan tulus itu pada akhirnya dia pun merasa iba dan tidak tega membiarkan anak satu-satunya itu menanggung beban berat atas kesalahannya.

"Hah!" Rania menghela napasnya lalu memeluk tubuh Deon yang gemetaran tiada henti.

"Maafin Ibu Yon, seharusnya Ibu gak membentak dan menucapkan kata-kata kasar seperti tadi, maafin Ibu ya Yon," ucap Rania sambil memeluk Deon dengan erat.

"Ibu...," ucap Deon dengan suaranya yang paru.

"Nah..., sekarang apa yang akan kamu lakukan Yon?" tanya Rania yang menyerahkan semuanya kepada Deon.

"Deon..., Deon akan meminta Ayya menggugurkan Anak itu, Deon akan membicarakannya pada Ayya, semoga saja dia mau mengerti dan melakukannya supaya masalah ini tidak menjadi besar," jawab Deon dengan tatapan yang penuh keputus asaan.

"Plak!" tiba-tiba Rania kembali menampar pipi Deon setelah mendengarkan jawaban yang tak pernah dia duga itu.

Deon menatap ke dua mata Ibunya dengan tatapan yang tidak mengerti.

"Bu...?" ucap Deon sambil memegangi pipinya yang terasa panas.

"Katamu mau tanggung jawab? Apa seperti itu cara Laki-laki bertanggung jawab? Apa kamu pantas di sebut Laki-laki Yon? Ibu gak nyangka ternyata tanggung jawab yang kamu maksud itu adalah lari dan menutupi kesalahanmu," jelas Rania yang semakin kecewa dengan Putranya.

"Lalu Deon harus apa Bu? Kata Ibu Deon ini bukan siapa-siapa. Kata Ibu Deon harus sadar..., sekarang Deon suda sadar Bu. Deon sangat sadar hubungan kami memang salah sejak awal. Gak seharusnya kami saling menyukai dan bertindak sejauh in,i tapi apa Deon bisa memilih jatuh cinta pada siapa Bu? Gak Bu! Deon pun gak mau semua masalah ini terjadi. Kalau tidak dengan cara itu maka masalah ini akan menjadi semakin besar dan keluarga kita akan hancur Bu, bukankah itu yang Ibu katakan? Deon berusaha untuk mengerti tapi... tapi entah kenapa Deon sama sekali gak mengerti," ucap Deon menjelaskan alasan atas keputusannya itu.

"Iya, memang Ibu bilang seperti itu, tapi..., tapi Ibu gak ngerti sama cara berpikirmu. Entah sejak kapan Ibu salah mendidikmu sampai jadi Lelaki yang pengecut dan Brengsek seperti ini. Ibu kecewa padamu Yon, melihatmu sekarang membuat Ibu teringat dengan Si Brengsek itu. Ibu harap kamu tidak menyesali keputusanmu ini," jawab Rania dengan sorotan mata yang sayu lalu pergi meninggalkan Deon.

Melihat sorotan mata itu dengan jawaban yang menusuk, Deon tidak dapat berkata-kata dan hanya bisa terdiam saat melihat Ibunya pergi setelah menjawab dan mengatainya sebagai Lelaki Brengsek.

"Apa yang sudah aku lakukan?" tanya Deon sambil menatap ke dua tangannya yang gemetaran.

"Aku akan menemui Ayya dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Apa pun yang terjadi Anak itu tidak boleh lahir ke dunia ini," ucap Deon pada dirinya sendiri sambil mengepalkan ke dua tangannya dengan sangat erat.

Deon pergi dengan air mata yang masih memebekas di wajahnya. Dengan luka yang tak terlihat, Deon berusaha meyakinkan dirinya untuk melenyapkan buah dari cintanya dengan Ayya itu.

Deon pergi menemui Ayya yang terdiam dan menatap langit sambil memegangi perutnya yang mulai membesar di sebuah taman terbengkalai di belakang kota, tempat khusus dimana Deon dan Ayya selalu bertemu.

Saat melihat Deon datang, Ayya langsung bergegas menghampirinya dengan senyuman lebar di pipinya.

"Deon... coba deh pegang...," ucap Ayya dengan penuh semangat sambil meletakan tangan Deon di atas perutnya yang muali membesar itu.

"Kamu ngerasin gak? Anak kita nendang-nendang..., kamu ngerasin kan?" tanya Ayya dengan semangatnya seakan dia tidak keberatan sama sekali dengan kehadiran buah dari cintanya dengan Deon itu.

"Kenapa? Kenapa? Kenapa kamu terlihat baik-baik saja?" tanya Deon dengan tiba-tiba yang membuat Ayya kebingungan.

"Maksudmu Apa Yon?" tanya Ayya tidak mengerti.

"Kenapa hanya aku yang tersiksa dengan semua ini? kenapa kamu bisa tersenyum dengan bersemangat seperti tadi? Kenapa!" bentak Deon sambil memegangi ke dua lengan Ayya dengan erat.

"Yon... kamu kenapa sih? Sakit Yon... jangan kenceng-kenceng megangnya," rintih Ayya yang merasa kesakitan.

"Ah... maaf Ayya..., aku cuman lagi banyak pikiran aja," jawab Deon yang sesaat kemudian sadar setelah menatap ke dua mata Ayya yang memerah dan berkaca-kaca.

Bagaimana pun Ayya adalah wanita yang sangat Deon sukai. Melihat air mata Ayya sama saja menyayat hatinya sendiri.

"Kamu kenapa sih? Kenapa sikapmu tiba-tiba aneh?" tanya Ayya yang khawatir dengan Deon.

"Ayya...," ucap Deon sambil memeluk Ayya.

"Kita gugurin aja Anak ini gimana?" sambung Deon, mengatakan hal yang tidak pernah Ayya perkirakan sebelumnya.

"Plak!" Ayya melepaskan pelukan Deon lalu menamparnya dengan sangat keras. Ke dua mata Ayya memerah dan air matanya mengalir begitu saja saat mendengar ucapan Deon yang terdengar sangat kejam ditelinganya itu.

"Kamu gila! Kamu gak waras Yon! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal sekejam itu?" ucap Ayya dengan mata yang memerah dan bibir gemetaran.

"Ayya..., dengarkan dulu penjelasanku..., Aku—"

"Jangan mendekat!" ucap Ayya yang melarang Deon untuk mendekatinya.

"Ayya..., tolong dengarkan aku dulu, Aku—"

"Aku bilang jangan mendekat! Kamu denger gak sih!" ucap Ayya dengan lantangnya meski sekujur tubuhnya gemetaran tiada henti.

"Kamu jahat Yon! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal sekeji itu setelah berjanji akan bertanggung jawab atas semuanya? Kenapa Yon? Apa kamu tidak mencintaiku lagi? Apa kamu pikir Anak ini mau mendengar Ayahnya berkata kasar seperti tadi? Apa kamu tidak menginginkan Anak ini terlahir ke dunia?" tanya Ayya yang benar-benar terluka dengan ucapan Deon.

Setelah berkata seperti itu tiba-tiba tubuh Ayya sempoyongan dan Ayya tak sadarkan diri. Untung saja dengan cepat Deon menangkap tubuh Ayya yang melemas dan hampir jatuh di atas rerumputan itu.

"Ayya! Ayya! Bangun Ayya! Maafin Aku Ayya..., Ayya!" ucap Deon sambil menepuk-nepuk pipi Ayya untuk membangunkannya.

Melihat Ayya tak bereaksi, Deon pun semakin cemas dan kebingungan. Dengan cepat Deon pun mengangkat tubuh Ayya dan berlari mencari rumah sakit terdekat.

"Maafin aku Ayya..., maafin aku," ucap Deon di dalam hati sembari berlari dengan Ayya yang dia gendong.

Deon berhasil membawa Ayya ke rumah sakit terdekat. Dokter yang melihat kondisi Ayya yang mulai memucat langsung melakukan tindakan pertolongan pertama pada Ayya.

Deon yang menunggu di luar ruang pemeriksaan hanya bisa berjalan ke sana ke mari sembari berdoa untuk keselamatan Ayya dan bayinya.

Tak lama kemudian, Dokter yang menangani Ayya akhirnya keluar dari ruangan itu dan mencari Wali pasien.

"Siapa Wali pasien bernama Nona Ayya?" tanya Dokter itu.

"Saya Dokter," jawab Deon dengan cepat.

"Mas ini siapanya Nona Ayya?" tanya Dokter itu.

"Saya..., Saya Suaminya Dok," jawab Deon yang tidak bisa mencari alasan yang lebih tepat.

Sesaat Dokter itu menatap Deon, namun tak lama kemudian Dokter itu mengizinkan Deon untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

Saat pertama kali memasuki ruang pemeriksaan itu Deon langsung tahu kalau Ayya baru saja menangis. Air matanya masih mengalir meski tidak sederas sebelumnya.

"Ba-bagaimana keaadan Ibu dan Bayinya Dok?" tanya Deon yang merasa ada yang tidak beres.

Raut wajah Dokter yang menangani Ayya seketika berubah saat mendengar pertanyaan Deon.

"Maafkan Saya Pak. Saya tidak bisa menyelamatkan Bayi yang ada di dalam kandungan Nyonya Ayya," jawab Dokter itu dengan lirih.

"Tidak! Tidak! Ini tidak mungkin terjadi, Dokter bohong kan?" ucap Deon sambil memegang tangan Dokter yang menangani Ayya dan berharap Dokter itu memberikan jawaban yang berbeda.

"Maafkan Saya Pak, tapi Saya sudah berusaha semaksimal mungkin tapi sayangnya bayi di dalam kandungan Nyonya Ayya tidak bisa diselamatkan," jawab Dokter membuat Deon benar-benar hancur.

Memang benar jika Deon mengatakan jika dia ingin bayi yang ada di kandungan Ayya digugurkan, tapi pada kenyataannya bukan hal itulah yang sebenarnya Deon inginkan. Deon pun menghampiri Ayya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan air mata yang tidak mau berhenti.

"Maafin Ayah Nak..., Ayah memang kejam..., gak seharusnya Ayah mengatakan hal kejam seperti tadi. Apa kamu mendengar ucapan Ayah dengan jelas? maafkan Ayah Nak...," ucap Deon dengan penuh penyesalan sambil memegangi perut Ayya yang masih terlihat besar.

Deon menangis sambil memegangi perut Ayya dengan rasa bersalahnya.

"Maafkan Ayah Nak..., maafkan Ayah..., seharusnya Ayah tidak mengatakan hal kejam seperti tadi, maafkan Ayah Anakku," ucap Deon yang tidak henti meminta maaf sambil menangis.

Ayya yang mendengar ucapan permintaan maaf Deon yang tulus itu pun turut meneteskan air mata namun dia tidak mampu berkata-kata.

Tiba-tiba, saat ke duanya larut di dalam kesedihan sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah tendangan yang kuat dari dalam perut Ayya membuat Deon dan Ayya terdiam dan tak berkata-kata.

Dokter yang melihat gerakan di monitor yang terhubung dengan keadaan rahim Ayya pun langsung bergerak dan memeriksa apa yang terjadi.

Deon yang merasakan tendangan itu hanya bisa terdiam sambil menunggu hasil pemeriksaan. Ayya yang mengetahui bayi dalam kandungannya yang baru saja didiagnosa sudah tak bernyawa hanya terdiam dan berusaha memahami situasi aneh itu.

"Saya tahu ini terdengar aneh bahkan Saya pun mencoba untuk memahami apa yang terjadi, mungkin ini adalah sebuah keajaian. Selamat Bapak..., Ibu..., Bayi dalam kandungan Ibu masih hidup. Sepertinya dia mendengar ucapan Sang Ayah dan merasakan ketulusan ucapan Sang Ayah. Anak Ibu dan Bapak sangat luar biasa. Ini adalah sebuah keajaiban, sebaiknya kalian berdua bersyukur dan tidak melakukan kesalahan yang sama untuk ke dua kalinya. Saya tinggal dulu," ucap Dokter menjelaskan sebuah keajaiban luar biasa yang terjadi hari itu.

Deon yang mendengar keajaiban yang terjadi di depan matanya itu langsung memeluk Ayya dan meminta maaf padanya.

"Maafkan aku Ayya..., gak seharusnya aku mengatakan hal sekejam tadi. Aku akan melakukan apa pun supaya Anak kita lahir dengan selamat. Aku janji," ucap Deon dengan air mata yang tak surut.

Ayya tersenyum dan tenang mendengar ucapan Deon lalu dia pun menjawab,

"Iya Yon..., aku tahu... kamu pasti akan melakukannya. Anak kita pun tahu itu, jadi jangan mengatakan hal-hal seperti tadi ya...."

Note:

Terima kasih untuk para pembaca The Secret Of Ceo. Semoga readers sekalian merasa senang dengan kisah ini dan dengan senang hati untuk menunggu kelanjutan cerita dari tokoh utama kita 'Deon'. Kedepannya Author harap Readers sekalian tetap Stay dan terus mengikuti kisah Si Deon. Terima kasih.

Bab berikutnya