'Bagaimana caraku menyikapi pedulimu itu? Beritahu aku agar tidak tertarik oleh gravitasimu.'
Termenung aku memandang langit - langit kamar. Ada hangat yang mengalir merasuk kedalam tubuh. Cahaya kuning dari temaram lampu di ruangan menjadi satu - satunya temanku saat ini. Cukup pening, kututup mata ini erat. Tapi semakin dipaksa aku semakin terjaga. Masih berbekas di benakku ketika sampai di hotel ini, Mr Min merangkul bahuku mulai dari turun taksi hingga menuju kamar. Ia langsung memesan air putih pada petugas hotel kemudian menyuruhku beristirahat.
Aku terperangkap pada tatapan matanya yang dalam tanpa tahu makna yang tersirat dibaliknya. Apa ia benar - benar tulus karena melihatku dalam kesulitan atau sikapnya itu berasaskan kerjasama kami? Aku sering berpikir terkadang ia menganggapku orang penting baginya karena aku memberikan apa yang ia mau, Pulau Hong Do. Tapi jika melihat raut khawatirnya tadi, juga tangannya yang menempel di dahiku demi memeriksa suhu badanku, apa aku harus percaya semua pedulinya hanya sebatas perjanjian nikah itu? Sebab hati ini masih trauma dengan kebaikan orang yang dulu kusalahartikan sebagai ikhlasnya sebuah sayang. Salah pahamku terhadap kebaikan seseorang di masa laluku dulu tak sepatutnya terulang lagi dengan Mr Min.
Bangun dari ranjang ini, aku berjalan mengambil segelas air putih yang ada di atas meja. Kupikir setelah meneguk segelas penuh, gelisah ini hilang. Ternyata tidak juga.
Lalu entah setan darimana, aku berjalan keluar kamar dan mengetuk pintu kamar di sebrangku bertuliskan angka 822. "Mr Min?" Kemudian bersabar menunggu jawaban sang pemilik kamar.
Beberapa detik berlalu, aku kembali mengetuk pintu, "apa dia sudah tidur?"
Saat membalikkan badan, kulihat sekitar lorong ini begitu sepi. Mungkin lebih baik kembali ke kamar saja. Lagipula kenapa aku mengganggu orang ini?
Baru langkah pertama, pintu dibelakangku malah terbuka memaksaku kembali. Disana sudah berdiri sang pemilik nama yang meresahkanku sedari tadi. Menatapku datar lewat mata hitam yang beberapa jam lalu berhasil membuatku hanyut.
"Boleh aku masuk?"
Ia tak bicara namun membuka jalan untukku. Sebut saja aku kerasukan, aku juga tidak paham dengan diriku sekarang. Bisa - bisanya memasuki kamar Mr Min, hanya untuk membuang rasa penasaran ini.
Setelah dia duduk di sofa barulah aku bertanya. "A.. eumm.. aku tau ini aneh. Tapi ini menggangguku." Sial, aku malah gagap begini. Aku berhenti sejenak untuk melihat responnya. Tapi ia tak bereaksi apapun membuatku memutuskan untuk melanjutkan kalimatku.
"Jadi, aku hanya penasaran kenapa kau terkadang begitu peduli padaku?"
Mr Min menoleh menatapku kemudian tertawa. Membuatku sedikit menyesal telah melakukan semua ini demi pertanyaan gila yang berputar - putar dikepalaku.
"Apa kau bilang barusan? Peduli?" Ia beranjak dari sofa kemudian mendengus.
"Tidurlah lagi, kau mengigau."
Dan kalimat itulah yang mengembalikan kesadaranku. Sungguh sia - sia gelisahku. Memang aku saja yang kurang sehat jadi menganggap Mr Min memiliki rasa empati padaku. Kuharap memang ia melakukannya bukan atas dasar ketulusan pada keadaanku yang menyedihkan.
...
Kedua jarum jam di dinding berada pada angka yang sama, empat. Itu artinya sudah dua jam pria didalam kamar 822 berguling - guling saja di kasurnya. Ia gusar sebab gengsinya sendiri yang belum bisa dikalahkan. Min Yoongi belum terima kalau dirinya memang lumayan peduli pada istrinya. Tak kunjung terlelap, ia pun duduk bersila diatas ranjangnya. Yoongi tak mau memikirkan itu, tapi otak dan hatinya sedang membangkang. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sedikit frustasi dengan pertanyaan Jang Mi tadi.
Jujur, pertanyaan itu kalimat telak baginya. Perihal di mobil tadi, ia memang ingin menenangkan Jang Mi. Namun perlu waktu untuk mengakui kalau ia benar bersimpati pada wanita itu. Detik inilah obrolannya dengan Jungkook kemarin sore terlintas dikepalanya. 'Mungkinkah gadis ini membawa pengaruh padaku? Tapi kenapa?'
Hatinya sedang bertengkar sekarang. Satunya mengatakan, 'kau tidak lupa kan tanganmu menepuk punggungnya dan berusaha menenangkan dia saat di mobil tadi?' Sedangkan yang lain sibuk membantahnya. Yoongi menyandarkan kepalanya pada headboard ranjang lalu menghela napasnya kasar seraya menutup matanya. "Benar - benar satu tahun yang tak mudah."
...
Lolos dari baku tembak di club bukan berarti hidup sudah tenang. Yoongi harus segera mencari siapa dalangnya. Jang Mi mendengar Yoongi berbicara dengan bawahannya bahwa dugaanya sementara adalah Min Jun Gi. Ayahnya memang cukup agresif untuk mengejar yang ia inginkan, ciri khas yang Yoongi pahami sejak kecil. Yang dipertanyakan oleh gadis itu ialah mengapa ayahnya mengincarnya.
Hong Do sedang turun hujan saat ini. Penduduk sekitar berlarian menyelamatkan diri menghindari basah. Hal yang sama dilakukan oleh Yoongi dan Jang Mi yang baru kembali dari memeriksa salah satu perkebunan milik ayah Jang Mi. Mereka pikir karena tempatnya tak terlalu jauh dari rumah Yoongi, jadi agaknya terlalu berlebihan jika menggunakan mobil. Akibatnya mereka harus berdiri dipinggiran toko menunggu hujan reda.
Jang Mi tidak mengira hujan akan datang hari ini, jadi ia hanya memakai kaos pendek santai. Toh niat awalnya ingin mengunjungi perkebunan lalu kembali kerumah. Gagal sudah rencananya mengunjungi pantai tanpa nama didekat rumah Mr Min setelah dari sini.
Menit - menit berlalu dan dingin itu semakin menusuk kulit. Yoongi memerhatikan tubuh Jang Mi yang sedikit menggigil ditambah mulutnya yang menggembung tiap kali menghembuskan napas. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri berusaha mengusir hawa dingin. Tanpa berkata - kata, tangan Yoongi bergerak melepas jaket kulit miliknya dan menyampirkan di tubuh Jang Mi. Menyebabkan wanita disampingnya itu menoleh dan memandang heran. Sebaliknya, lelaki itu malah acuh menatap jalanan dihadapannya meski dirinya tahu Jang Mi masih meliriknya. "Terima kasih." Mereka pun kembali menunggu ditemani rasa canggung dan kebingungan masing - masing.
...
Jang Mi melangkah masuk kedalam rumah beriringan dengan Yoongi menuju ke tempat yang sama, dapur. Ia berniat membuat sesuatu yang hangat seperti sup kerang. Sementara Yoongi menuju lemari es untuk meneguk habis sebotol air mineral. Anggap saja pelampiasan akibat kebenciannya pada diri sendiri. Jang Mi tak menyadari sama sekali raut wajah Yoongi yang mempertanyakan sikapnya barusan. Ia masih mencari alasan bagus jikalau wanita itu menanyakan lagi soal kepeduliannya. Selagi otaknya berpikir, Jang Mi selesai memasak dan menghidangkannya didepan pria itu. "Ini untuk menghangatkan badan," ujarnya kemudian duduk dihadapan Yoongi.
Dalam diam mereka menyantap sup buatan Jang Mi. Makanan adalah fokus mereka masing - masing selain sebagai alibi agar tidak membahas hal yang membuat suasana menjadi semakin kaku. Selesai makan, Jang Mi membereskan piringnya sementara Yoongi menuju kamarnya.
"Tolong, jangan memikirkan yang bukan - bukan! Fokus pada tujuanmu, Ahn Jang Mi!" Gadis itu bermonolog ditengah - tengah kegiatannya mencuci piring.
Disaat yang sama, Min Yoongi menutup pintu kamarnya dengan setengah membanting seolah amarahnya menguar darisana. Ia benci dengan perasaan tidak enak, simpati, dan hal - hal yang membingungkan hatinya. Disatu sisi ada sesuatu yang menggelitik sukmanya kala ucapan terima kasih terdengar manis dan sederhana dari mulut gadis itu. Seraya membuka ruang rahasia di kamarnya yang dibuat persis seperti rumahnya di Seoul, lelaki itu tak henti - hentinya diteror oleh usul terakhir dari Jungkook untuk memanfaatkan Jang Mi sebagai obat traumanya.
Ponselnya berbunyi tepat saat ia mendudukkan diri di sofa.
Dr. Jung Hoseok:
Yoongi, bagaimana kabarmu? Jungkook sudah cerita semuanya. Aku rasa kita perlu konseling. Apa kau di Hong Do sekarang? Kabari aku. :)
*bersambung*
Haii! Terima kasih telah membaca. Mohon hargai karyaku ya dengan memberikan dukungan. ^^ <3