webnovel

Bab III [Tewasnya Rekan Seperjuangan]

_______________________

Mendengar sebutan 'Istri pria itu' membuat ia langsung tahu siapa yang Jeno maksudnya. Wanita yang sejak hari di mana pengadilan menyatakan kasus pembunuhan berantai ditutup, terus saja meminta keadilan dan pembelaan darinya.

Wanita itu merupakan istri dari pria paruh baya yang datang mengaku sebagai pelaku pembunuhan tempo hari. Selalu mengatakan bahwa suaminya tidak bersalah. Menyebut jika semua yang terjadi hanya rekayasa belaka.

Pengakuan tersebut tentu membuat Doyoung merasa ada yang janggal dengan keputusan akhir kasus. Tidak ada bukti kuat jika pria bernama Kim Minseok itu merupakan pelaku utama. Semuanya terjadi begitu saja. Bahkan pengacara si pelaku tak mampu berbuat apa pun. Begitu juga jaksa yang bertugas saat itu. Seolah mengiyakan jika Minseok benar pelakunya. Walau hanya mengandalkan bukti rekaman CCTV yang sepertinya sengaja direkayasa.

Doyoung maupun Renjun yang bertugas menyelidiki kasus tersebut berspekulasi bahwa kemungkinan ada toko utama masyarakat yang terlibat dalam masalah. Mereka semua yang menangani kasus berusaha untuk melindungi si pelaku utama dengan menjadikan orang tak berdosa sebagai penjahat.

"Abaikan saja jika dia datang lagi. Kasus itu membuatku sakit kepala," kata Doyoung kemudian berlalu ke kamar.

Semalaman Doyoung tak bisa tidur. Ia masih tak menyerah untuk terus menghubungi Renjun bahkan mengirimi beberapa pesan singkat lagi dan lagi. Namun, kembali berujung kekecewaan. Sebab, ia tak kunjung mendapat balasan dari si pemilik nomor. Hingga tanpa sadar, pagi pun tiba.

Mata panda serta rambut acak-acakan. Pagi Jeno disambut dengan kondisi mengerikan bak mayat hidup dari sang kakak. Ia tiada henti memandangi Doyoung yang sejak tadi sibuk menyeruput kopi hangat di hadapannya.

"Kakak tidur jam berapa semalam?"

Pertanyaan Jeno tak mendapat tanggapan dari Doyoung. Atensi sang detektif justru terus tertuju pasa seragam almamater abu-abu yang dikenakan Jeno saat ini.

Ingatan tentang rekaman CCTV dari Renjun perihal kasus menganiayaan gadis remaja itu seketika terlintas. Almamater yang dikenakan gadis di dalam rekaman sama persis dengan yang Jeno kenakan.

"Kau kenal Kim Hana?" tanya Doyoung, kemudian meletakkan cangkir di atas meja. "Ada apa dengan wajahmu?"

Pertanyaan itu terlontar ketika melihat raut wajah tidak suka Jeno, setelah ia menyebutkan nama korban penyerangan kasus yang sedang ia tangani.

"Kenapa tanya padaku? Gadis monster itu, aku tidak menyukainya."

Jawaban Jeno memunculkan spekulasi bahwa gadis yang itu dipandang buruk oleh teman-temannya di sekolah. Dihantui dengan rasa penasaran, Doyoung terus menghujam adiknya dengan banyak pertanyaan tentang Hana.

Jeno tentu merasa sangat kesal dibuatnya. Ia1 meminta sang kakak untuk menyudahi pertanyaan perihal gadis paling menyebalkan di sekolahnya itu, sembari mengancaman untuk menyumpal mulut dengan sumpit di tangannya.

Wajah jengkel agak konyol itu membuat Doyoung mendengkus menahan tawa. Mengerjai Jeno sepagi ini ternyata begitu menyenangkan.

Sejurus kemudian, ponsel Doyoung berdering. Pada layar benda pipih tersebut memperlihatkan nama Renjun. Sesegera mungkin ia menjawab panggilan telepon dari seseorang yang telah tega membuatnya tak bisa tidur semalam karena khawatir.

Wajah sumringah seketia berubah diam pucat. Ia menyingkirkan gawai dari telinga setelah seseorang yang tenyata bukan Renjun memutuskan sambungan telepon.

Doyoung mengebrak meja makan dengan perasaan campur aduk. Ada cairan bening yang terkumpul di sudut mata setelah mendengar kabar bahwa Renjun telah tewas.

Kekhawatiran tanpa sebabnya semalam tenyata telah terjawab. Doyoung bahkan bingung dengan dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya ia merasa cemas ketika Renjun berpamitan untuk menyelidiki sesuatu. Tidak seperti biasa. Bahkan pada kasus berbahaya sekalipun. Rupanya, inilah yang akan terjadi. Kehilangan partner genius terbaik merupakan pukulan telak baginya.

••••

Doyoung dengan setelah jas hitam itu terus memandangi wanita paruh baya yang sedari tadi menangis di depan foto putranya.

Huang Renjun. Pergi dengan meninggalkan banyak teka-teki perihal kasus dan luka mendalam bagi keluarga. Wanita itu telah menaruh banyak harapan kepada putra semata wayangnya itu. Selalu membanggakan kepintaran anaknya di depan Doyoung ketika mereka berhasil memecahkan kasus. Kini, pujian serta sanjungan hanya akan menjadi kenangan bagi wanita malang itu.

Bahkan tanpa sadar, air mata Doyoung yang sedari tadi tertahan pun akhirnya tumpah juga. Kini ia harus meminta maaf kepada wanita rapuh baya tersebut atas kelalaiannya menjaga Renjun selama bertugas.

"Tidak perlu meminta maaf, Renjun mungkin tidak akan menyukai jika aku menyalahkanmu. Terima kasih telah menjaganya selama ini."

Selalu begitu kata ibu Renjun jika Doyoung terus mengucapkan maaf. Ia sungguh memiliki hati yang kuat. Kini Doyoung tahu jika sikap baik hati Renjun merupakan didikan terbaik dari sang ibu, setelah ayah lelaki itu tewas dalam kecelakaan mobil sewaktu Renjun masih sangat kecil.

Tak ada alasan untuk tidak mengenang semua yang telah lelaki lakukan untuknya dari segala kasus yang telah mereka selesaikan bersama.

Doyoung memilih untuk memisahkan diri dari banyak orang di dalam ruangan yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa. Memilih menyendiri pada bangku taman dekat bangunan bercat putih itu.

Selang waktu beberapa saat, seseorang datang dan mengambil posisi duduk tepat di samping Doyoung. Ia menoleh, mendapati pria bersurai light brown dengan setelan jas hitam. Dia tak lain ialah Johnny, rekan kerja sesama detektif. Yang mana semalam ikut menghabiskan waktu istirahat bersama disebuah tempat karaoke.

Johnny menyerahkan sebuah plastik bening berukuran besar kepada Doyoung. "Kurasa kau butuh ini."

"Itu apa?" tanya Doyoung sama sekali tak selera untuk menggapai benda yang diberikan Johnny kepadanya.

"Barang-barang Renjun yang ada di TKP."

Doyoung melirik isi dari plastik bening tersebut. Dompet, gawai, tanda pengenal dan beberapa barang bukti lain milik Renjun yang polisi berikan kepada Johnny saat tiba di Seoul tadi pagi.

Dapat Doyoung lihat jika di sana juga ada sebutir peluru yang telah dikeluarkan dari tubuh Renjun saat proses otopsi dilakukan pihak rumah sakit seberapa jam lalu.

Sesungguhnya, ada yang membuat Doyoung penasaran kenapa Renjun pergi ke Incheon mengikuti orang misterius tersebut seorang diri di malam hari? Apa kemungkinan ada hubungannya dengan foto potongan kertas yang lelaki itu kirimkan?

Sedetik kemudian Doyoung tersadar setelah mengingat tentang potongan kertas tersebut. Ia meraih barang-barang milik Renjun dan berusaha untuk mencari potongan kertas tersebut, tetapi tak ia temukan. Kertas itu hilang? Apa mungkin pelaku penembakan yang mengambilnya?

Bab berikutnya