webnovel

Bersiap-siap

Beberapa jam kemudian. Alarm ponsel berdering begitu kerasnya. Membuat Raj menggeliat dengan kerasnya pula, sehingga otot-otot kekarnya kentara di tubuhnya khusus bagian tertentu. Dia masih sesekali memejamkan matanya, membuka mata indah yang berwarna kecoklatan dan membulat itu. Melirik ke arah jam dinding yang tertera tepat di sebelah kanannya. Menatapi jam dindingnya dengan mata yang masih kabur. Belum jelas karena memang baru bangun tidur, mengumpulkan keseimbangannya. Lalu tersentak kaget sampai-sampai matanya melotot ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 6 itu.

Raj pun menepuk jidatnya sembari mendesah kesal karena keteledorannya. "Cih, sudah pagi saja! Padahal aku semalam tak berniat untuk tidur, tapi tertidur dengan sendirinya. Rencanaku jam 3 ingin mengecek makanan, juga semuanya barangkali ada yang kurang. Tapi ternyata aku kesiangan, hmmmm sial. Raj, Raj, dasar! Lagian tumben sekali sihhh aku seperti ini ... Terry juga mana lagi? Dia sudah bangun duluan kenapa tak membangunkanku," keluh Raj panjang lebar.

Raj adalah orang yang rajin dan disiplin soal waktu. Biasanya dia jam 3 pagi sudah bangun. Jarang sekali dia tidur, karena di dunia mafianya itu serba keras dan mandiri. Jadi tidak boleh bermalas-malasan. Kadang kala kalau lengah begitu saja pastinya hancur rencananya, di dunia mafia ini, dimana orang-orang saling bersaing ketat. Meskipun tak bisa dipungkiri kalau Raj tak suka itu. Tapi bagaimana lagi? Mungkin begitulah dunia mafia. Jadi dia mau tidak mau harus menjalaninya dan waspada terhadap apapun. Untung juga bakti sosial masih jam 8 pagi, jadi Raj tidak terlambat, jadi ia tidak seberapa menyesal.

Raj juga sebetulnya bukan orang yang pendiam. Sama saja dengan yang lainnya. Hanya saja memang kalau baru mengenal orang, apalagi kalau mengenal perempuan, dia sungguh berbeda. Bahkan menjadi sedingin es yang tak bisa mencair. Maka dari itu dia dijuluki 2 kutub bagi para perempuan mafia di sekitaran sana. Baru-baru ini saja dia berubah sejak mengenal Yelin, ia sedikit agak bawel dan tak terlalu diam seperti dulu lagi.

Raj pun bangkit dari tidurnya. Dengan masih mengucek matanya. Ia berteriak memanggil Terry. "Terryyyyy! Teeeeerr! Terryyyyy! Cepat ke mari sekarang jugaaaaa!"

Terry yang berada di luar ruangan Raj dan menyiapkan segalanya bersama teman-temannya. Ia langsung menghampiri Raj ketika mendengar Raj memanggilnya. Dia tau kalau Raj pastinya kesal karena tak dibangunkannya. Dengan sedikit keberaniannya. Terry mendekat ke arah Raj dengan kepala menunduk. Bahkan tak berani menatapi Raj. Raj yang melihatnya hanya tersenyum. Karena lucu saja, katanya menganggap saudara, tapi kenapa sering sekali ketakutan ketika berhadapan dengannya, sehingga Raj langsung menyentil dahi Terry keras. Sampai-sampai Terry mendesis nyeri dan masih tetap menunduk.

"Astagaaaa memangnya kamu datang ke sini mau ngapain? Kenapa terus menunduk seperti itu kayak aku mau menggigitmu saja! Tidak berbicara lagi. Ayo cepat naikkan pandanganmu dan tatap wajahku. Sekarang!" perintah Raj yang diangguki oleh Terry dan kini dia menatap Raj dengan senyumannya. Mengangkat kedua jarinya tanda V. Supaya dia lega dan tenang kalau Raj memaafkannya.

"Hehe maafkan aku, Raj. Gara-gara aku kamu terlambat kesiangan. Bukan maksudku seperti itu. Hanya saja sewaktu aku bangun, melihatmu sangat capek tak seperti biasanya, makanya aku tak berani membangunkanmu. Sangat kentara kalau kamu kecapekan karena terbukti suara alarm saja kamu matikan. Namun, kamu tidak bangun. Lagian semua sudah kita handle jadi aman. Tenang saja, semua sudah usai," jelas Terry panjang lebar. Yang dimengerti oleh Raj.

Tapi tetap saja Terry salah karena tak mencoba bertanya terlebih dahulu. Maka dari itu, Raj pun akan memperingatkannya. "Jadi seperti itu? Ya sudah lain kali tetap kamu bangunkan aku saja! Bangun tidaknya tergantung kan? Yang penting sudah dibangunkan."

"Baiklah kalau begitu, ya sudah kamu mandi sana, Raj! Aku mau mempersiapkan apa yang kurang, biar nanti tidak tertinggal," perintah Terry agar Raj segera mandi. Lalu dia juga ingin undur diri mempersiapkan yang harus disiapkan.

"Baiklah Terry Yusra. Aku pergi mandi dulu, bye, bye!"

Terry mengangguk. Melihati Raj yang sudah berhamburan ke arah kamar mandi. Setelah itu dia keluar dari ruangan Raj. Menuju ke arah teman-temannya kembali.

Dulu memang nama panjang Terry adalah Terry Firdaus, sesuai dengan nama ayahnya. Tapi semenjak diangkat menjadi saudara Raj, bagian dari keluarga Yusra. Akhirnya nama Terry diganti menjadi Terry Yusra. Nama belakang yang sama dengan Raj. Nama yang diambil dari nama papa Raj.

***

Di rumah keluarga Yusuf.

Tepat sekarang Yelin sudah berada di depan cermin dengan mengibaskan rambutnya yang masih basah sehabis dikeramasi. Dia tersenyum karena masih membayangkan ucapan Raj semalam. Bahkan sewaktu mandi tadi dia sangat lama. Satu jam rasanya. Belum lagi sekarang termenung di depan cermin dengan masih berbalut handuk yang menutupi sampai kedua gunung kembarnya saja.

Seketika Yelin kaget mendengar ketukan pintu keras dari luar kamarnya. Dia mendesis karena merasa terganggu. Tau kalau ketukan itu adalah ibunya.

"Yeliiiiiin. Yelindraaaaaa," teriaknya.

"Hmmmmm. Iya Ibuuuuu. Tunggu sebentar lagiiii. Pastinya nanti Yelin akan turun," balas Yelin. Yang sekarang dia menggosok rambutnya dengan handuk satunya lagi yang dipegangnya. Dia sudah tak berani melamun lagi. Dikarenakan panggilan ibunya yang menggelegar seperti biasanya.

"Iya deh, cepat yaaaa. Pokoknya Ibu tunggu di ruang makan! Jangan lama-lamaaaaa. Awas saja kalau lama, nanti kamu terlambat kuliah kapok kamu, karena sekarang dosennya pak Yupi. Ingat pak Yupi."

Ibunya selalu mengingatkan Yelin apabila mata kuliahnya dosen yang killer. Bukan berniat menakuti, tapi sengaja agar Yelin tak menyepelekan masalah kuliahnya. Bahkan rasanya Yelin bergidik ngeri ketika mendengar ibunya mengungit nama dosen yang sama berulangkali. Teringat kejadian tragis yang menimpa Raj. Tapi gara-gara itu membawa keuntungan bagi Yelin juga. Mungkin itu takdir yang sudah digaruskan olehnya.

"Baiklah, Ibuuuuu." Yelin menyisir rambutnya dengan cepat karena akan secepatnya menghampiri ibunya. Seram juga kalau dia telat, nanti bisa mendapat hukuman lagi dari dosen perjaka tua bangka itu menurut Yelin.

Sesekali Yelin menatapi foto poster yang menempel di dindingnya. Foto para artis Korea maupun China yang super tampan. Bahkan dia juga memonyongkan bibirnya seolah-olah akan menciumnya.

"Ehhh tidak bisa, tidak bisa. Pokoknya hatiku sudah tertambat di hati Raj. Kalian sudah tak berarti lagi buatku, lagian kalian semua masih kalah dengan, Raj, tau tidak?" Yelin mengocehi semua posternya, kadang tertawa terbahak-bahak dengan ulahnya. Dia sesekali menoleh ke arah ponselnya yang agak jauh darinya. Menunggu Raj menghubunginya lagi.

"Yeliiiiiiin. Kamu ngapain saja sihhh, Naaaaak. Cepat doooooong!" Lagi dan lagi. Ibu Yola menghampiri anaknya, tepat di depan kamarnya. Beliau tidak masuk karena Yelin mengunci pintunya rapat. Yelin menepuk jidatnya karena ulah ibunya yang sama bawelnya dengannya. Maka sekarang Yelin langsung beralih ke arah pintu dan membukanya.

"Hmmm ya ayo, Ibu."

Bab berikutnya