webnovel

Perjanjian dengan Raja Iblis

Secangkir teh hangat kini sudah menemani pagi Nada dengan kepulan asap yang mengepul di udara. Ruangan ber-AC di rumah sakit yang kini menjadi tempat dimana ia berada, memang sedikit membuat tubuhnya merasa kedinginan. Apalagi tiba-tiba cuaca berubah menjadi sedikit mendung dengan awan berwarna abu-abu terpajang jelas di langit, pertanda akan turun hujan.

Ia menatap Alex yang ada di hadapannya. Sengaja, untuk sementara menyuruh sang ibu ke kantin karena ia dan laki-laku ini ingin berbicara empat mata yang sejujurnya belum diketahui apa poin utamanya.

"Ini masih ingin terdiam atau bagaimana? Jam kuliah mu satu jam lagi, cerita sekarang juga karena aku tidak ingin ada pertundaan."

Sambil menegur Alex kembali, Nada kini mulai meraih gagang cangkir dan menyesap teh hangat itu dengan perlahan setelah sedikit meniupnya.

Alex mengerjapkan kedua bola mata, ia memastikan di sekeliling mereka tidak terdapat cermin yang memang mulai saat ini harus ia hindari.

"Seperti apa wujud makhluk di dalam cermin yang selalu menghantui mu, Nada?" Bahkan, kini Alex bertanya dengan nada bicara yang agaknya sedikit tercekik di tenggorokkannya.

Menaikkan sebelah alis. Hei, bukannya seharusnya Alex sudah jelas akan hal ini? Lagipula, laki-laki itu memegang buku yang berisikan semua informasi mengenai makhluk di dalam cermin, dari A-Z, semuanya lengkap.

"Bukannya kamu sudah tau? Ya, sama seperti yang ada di buku mu. Kamu mengatakan jika aku bodoh, dan ternyata kamu lebih bodoh daripada aku."

"Bukan begitu maksud ku, Nada."

"Lalu?"

Nada menatap kedua bola mata Alex dengan tatapannya yang tidak mengerti dengan ucapan laki-laki tersebut. "Jelaskan pada ku, keanehan apa yang kamu dapati? Jangan kebanyakan bertanya poin yang tidak penting." wajar saja jika ia kesal dengan Alex, lantas jika jawabannya kurang tepat, mengapa laki-laki itu tidak mengatakan dengan blak-blakan?

Ragu, namun di balik keraguannya, ada sebuah rasa yang mendorong jika hal ini tidak pantas di sembunyikan dari Nada.

Menghembuskan napas, setelah itu mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.

Nada menurunkan penglihatan, dan betapa terkejutnya dengan apa yang ia lihat saat ini. "HOLLY SHIT!"

"Sttttt, jangan berteriak. Ini masih pagi dan ayah mu sedang di rawat, belum lagi banyak pasien tertidur." Alex langsung meletakkan jari telunjuknya di depan mulut Nada.

"T-tapi… kamu serius? Sama persis dengan yang berada padaku saat ini."

Yups, panah.

Memangnya Nada dengan mudah melupakan barang yang satu itu? Tentu saja tidak, ia tidak akan pernah melupakannya, sungguh. Kejadian mengerikan dengan melayangnya anak panah, itu tidak bisa di sebut kejadian yang mudah untuk dilupakan.

"B-bagaimana bisa, Alex? Jawab!" Nada memegang panah yang tadinya di genggaman Alex, nyata, panah itu nyata dan bisa di pegang olehnya juga.

Alex merinding, ia mengusap bulu kuduk-nya karena mengingat kejadian beberapa lalu yang menurutnya malapetaka.

Mulai menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu pada Nada dengan serius, bahkan ia berani bersumpah kalau apa yang ia ceritakan pada perempuan tersebut sangat detail sehingga tidak ada yang ia tambah-tambahkan atau di kurangi.

Nada pun mendengarkan penjelasan Alex dengan telinga yang tajam, sungguh ia adalah pendengar yang baik untuk saat ini.

Mungkin… setelah ini akan terasa lebih sulit daripada sebelumnya? Tidak ada yang tau, tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi di detik, menit, dan jam berikutnya.

Sedangkan disisi lain …

Bela mengaduk mie gelas supaya bumbunya tersebar merata, ia melihat asap panasnya kuah mie yang mengepul di udara. Dalam cuaca dingin seperti ini, menyeduh mie adalah hal terbaik untuk menghangatkan diri selain dengan susu hangat di hadapannya.

Suasana kantin rumah sakit tidak terlalu ramai, mungkin hanya ada beberapa orang, terhitung tidak sampai puluhan.

Menghirup kuah mie terlebih dulu, rasa hangat pun menjalar di setiap dinding tenggorokkannya.

"Astaga, cepat tolong anak saya, suster! Cepat, berikan penanganan khusus."

Tiba-tiba suara ricuh pun terdengar. Sedang asyik menikmati menu sarapan yang menghangatkan tubuh, malah di suguhkan dengan situasi yang cukup ramai.

Bela pun penasaran, menolehkan kepala ke tempat kejadian dimana ada satu orang wanita yang histeris menangis sambil tergopoh-gopoh mengikuti brankar berjalan yang kemungkinan di tempati sang anak yang dikatakan. Juga tak lupa ada suster yang membawa brankar tersebut.

"Masa-masa kritis yang menyedihkan."

Dapat di tebak kalau anak yang di maksud kemungkinan berada di situasi kritis, namun Bela kini lebih memilih untuk kembali menikmati sarapannya.

Bela merogoh saku jaket, ia mengambil buku nota kecil beserta bolpoin. Ia tampak mencoret-coret di bagian kertas itu, merangkai kata-kata yang hanya ia yang tau.

Namun sepertinya kini kita bisa berbagi dengan apa yang di tulis oleh Bela, benar bukan?

Kamis, Juli.

Banyak yang aku pikirkan, banyak yang terjadi namun aku berusaha untuk ku kendalikan. Semua ini terasa mudah sejak tahun silam, tahun dimana masa terindah di mulai dan kini sepertinya aku mulai membutuhkan 'formula' itu.

Bela kembali menutup note kecilnya dan kembali memasukkan ke dalam saku jaket. Ia kembali menikmati sarapannya dengan nikmat.

Tidak ada yang mengajak ngobrol, ia, raganya, dan jiwanya saja sebagai peneman.

Pada tahun 1788

Seorang wanita muda memilih untuk mengorbankan seluruh hidupnya hanya untuk memilih jalan penuh kesesatan. Kenapa ia melakukan itu? Alasannya hanya untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dengan cara menumbalkan nyawa orang lain sebagai pertukaran jiwa untuk keabadian wanita tersebut.

Menghadap raja iblis dengan keberanian yang tinggi menjadikan wanita itu sebagai sosok yang juga di percaya untuk memegang keabadian, istilahnya ia yang kini juga melayani orang-orang berdosa yang ingin menukar kehidupan biasa dengan keabadian yang penuh dengan ketamakan, sekiranya seperti itu.

"Give me one soul every year, and you will get that one year for your immortality."

Wanita itu menganggukkan kepala dengan penuh ketegasan kala sang raja iblis berkata sedemikian rupa, sorot matanya tidak goyah menatap makhluk besar yang merupakan sumber dari segala dosa.

"Tentu saja aku mampu." balas sang wanita.

"As a deal, sign the soul paper with your blood."

Muncul percikan api di hadapan sang wanita, dan dalam hitungan detik pun langsung saja terlihat kertas jiwa yang melayang di depannya. Beserta dengan silet yang sudah dapat di ketahui sebagai media untuk melukai salah satu bagian tubuh dan mengambil tetesan darah dari luka tersebut.

Wanita itu melakukannya, setelah itu menghembuskan napas dan mengambil silet tersebut. Ia melukai salah satu jemarinya, membiarkan darah menetes dan tertampung.

Ia melakukan perjanjian tersebut secara resmi dengan raja iblis.

"Keep your promise for years until you get tired. But if you pass a year without giving a soul for me, then I will take your soul."

"I promise, when that happens, please do as you please, Demon Lord."

Next chapter

Bab berikutnya