webnovel

Andrian

Kenalin gue Andrian, usia gue sekarang 23 tahun. Gue anak ke bungsu dari 3 bersaudara. Gue mempunyai dua kakak, satu cowok anak pertama bernama Johan sudah menikah dan punya anak, kedua cewek, Adriana sudah menikah juga dan gue tinggal di rumah mba Andriana, karena kedua orang tua gue sudah meninggal ketika gue berumur 17 tahun karena kecelakaan.

Keluarga gue termasuk menengah, tidak kaya atau juga miskin, cukupan lah. Sekarang gue bekerja di sebuah cafe milik teman gue, yah lumayan gajinya cukup buat jajan, karena kedua kakak gue sudah pada sukses dalam hidupmya. Bang Johan sekarang manajer disebuah perusahaan di Surabaya, sedang mba Andriana ibu ramah tangga tapi suaminya seorang pengusaha kaya.

"And, yang meja 5 sudah lo anterin ?" tanya Dewi kepada gue.

"Udah tuh notanya udah gue coret dan di simpan disana! emang kenapa ada masalah ?" tanya gue heran.

"Engga, tuh tamu minta tambah teh hangat katanya, dan lo harus mengantarnya !" gue menghela nafas, gue sudah tahu dia tuh pelanggan di Cafe ini, sudah tiga kali gue melayani dia, setiap dia kemari.

"Ya udah, bang ... minta teh hangat satu !" ucap gue ke orang dapur.

"Barangkali tuh tamu suka lo And !" goda Asep yang berdiri tidak jauh dari gue yang sedang menunggu pesanan.

"Dih, engga mau ya kalau kakek-kakek !" ujar gue agak ngondek balas menggoda dia.

"Gue maunya sama yey !" sambil mencolek dagu Asep.

"Anjir lo And !" dia teriak. Gue tertawa dan berlalu ke luar sambil membawa pesanan.

"Maaf om, ini teh hangatnya !" gue meletakan gelas teh di meja.

"Andrian bisa kita bicara ?" tanyanya gue terkejut kok ... tahu, tapi ketika melihat badge gue, akhirnya bisa saja tahu nama gue dari situ.

"Maaf, om saya harus bekerja !" ucap gue menolak sambil tersenyum.

"Kamu putra Handoko wijaya ?" tanyanya tiba-tiba, gue tertegun dan terdiam menatap seorang lelaki dengan rambut memutih dan keriput di wajahnya dan agak pucat usianya sekitar 70 tahunan.

"Om tahu nama ayah saya ?" tanya gue penasaran.

"Tentu saja karena aku kakekmu !" ucapnya tegas, gue terkejut tak percaya.

"Andrian ...!" tiba-tiba mba Tessa berteriak dia manajer restoran yang tegas dan galak sedang mengawasi gue.

"Anu ... om !" jawab gue.

"Duduklah, biar saja ... nanti kalau marah biar kakek jelaskan! karena ini penting sekali !" jawabnya gue tertegun dan akhirnya duduk di depannya, gue percaya melihat stelannya mahal jadi bukan orang sembarangan.

"Andrian, waktu kakek tidak lama !" ucapnya sambil menatap gue.

"Kalau kakek sibuk biar nanti saja bicaranya, nomor kakek berapa? nanti Andrian hubungi kakek !" ujar gue.

"Maksud kakek ... umur kakek tidak lama !" jawabnya.

"Ha ... ha ...! kakek suka bercanda, kita kan baru bertemu !" ujar gue menganggap dia bercanda.

"Yah betul, karena kakek terlalu lama mencari si anak hilang !" ucapmya menghela nafas. Gue terdiam.

"Lalu kakek mau apa dengan Andrian ?" tanya gue.

"Kakek akan memberikan warisan kepadamu !" jawabnya.

"Hanya khusus untukmu !" lanjutnya. gue melotot tak percaya.

"Kakek tahu tentang ayah dan ibu ..." gue tak meneruskan cerita.

"Tentu saja, tapi kedua kakakmu sudah tidak perlu lagi menerima warisan dari kakek !" ujarnya.

"Iya sih kek, karena aku tahu kan tidak bekerja, hanya sebatas sebagai pelayan Cafe saja !" jawab gue, lelaki tua itu tersenyum.

"Bukan itu, Andrian! karena warisan yang aku berikan kepadamu nanti hanya cocok buat kamu sendiri bukan yang lain !" ucap Kakek. Gue tertegun

"Maaf, Andrian ini waktunya untuk kerja bukan mengobrol !" tiba-tiba mba Tessa sudah berdiri di samping gue.

"Maaf nona, dia cucu saya dan sedang mengobrol dengan kakeknya !" jawab kakek gue.

"Maaf ya tuan, ini masih jam kerja !" si mba Tessa ngeyel. Kakek mengeluarkan dompetnya dan mengambil kartu hitam di letakan di meja.

"Bisa saja, kalau Cafe ini saya beli berapa saja !" ucapnya tersenyum.

"Oke lima menit! setelah itu lo harus kerja !" mba Tessa pergi.

"Bagaimana Andrian? kamu mau? kamu jadi tidak usah disuruh-suruh seperti itu cukup hanya kamu yang memberi perintah !" ujar kakekku.

"Baiklah kek !" jawab gue tidak mempunyai pilihan lain.

"Bagus, datanglah ke alamat ini besok pukul 9 pagi !" kakek memberikan kartu nama.

"Tapi ingat jangan memberitahu soal ini kepada kedua kakakmu !" perintahnya.

"Kenapa begitu ?" tanya gue heran.

"Biar besok kakek ceritakan semuanya !" jawab kakek.

"Baik kek !" jawab gue.

"Ya sudah cepet kerja lagi !" ujarnya dan gue mengangguk dan pamit pergi.

---------------

Selama bekerja gue hanya terdiam, mimpi apa gue semalam ya ? ah sudah lah, rezeki nomplok emang engga kemana. Engga sombong sih, gue ini lulusan universitas ternama di Indonesia dengan nilai 4,5 tapi sayang sampai saat ini gue belum diterima oleh perusahaan di Jakarta.

Kan lo punya kakak kaya kenapa engga kerja kesana ? banyak yang mengatakan hal itu, tapi gue tidak mau ngerepotin kedua kakak gue yang sudah susah payah menyekolahkan dan kuliahin gue sampai lulus, masa mencari kerja saja mesti disuapin juga. Malu dengan rengking lo dari sd sampai sekarang bagus semua, dan itu artinya gue pinter dong ! dan sekarang nasib gue seperti ini memang belum waktunya saja.

Pada waktunya jalan itu akhirnya datang juga, sekarang gue punya warisan dari kakek gue sendiri.

Keesokan harinya gue bangun pagi, menyalakan alarm dari handphone malamnya. Karena biasanya gue bangun siang. Setelah itu mandi, cuci muka dan gosok gigi. Terus terang gue cowok metro seksual, suka perawatan dan dandan. Gue membeli perawatan untuk laki-laki, jadi gaji gue habis hanya untuk perawatan dan baju. Gue suka kerapian dan kebersihan, lihat saja kamar gue tidak seperti kamar cowok pada umumnya yang berantakan. Mba gue aja kaget, melihat kamar gue, apalagi baju-baju gue rapi tidak berantakan. Setelah menurut gue perfect dan oke, gue turun ke bawah untuk sarapan.

"Pagi !" sapa gue kepada keluarga kecil bahagia, mba gue.

"Pagi !" sapa semua sambil menatap gue heran.

"Om mau kemana ?" tanya keponakan gue, anak pertama cewek cantik bernama Amelia sekarang duduk di kelas 5 SD.

"Iya rapi banget !" ujar Rafki anak kedua cowok ganteng, kelas 3 SD.

"Tumben bangun pagi And ?" suami mba gue mas Herman. Dan ....

"Sudah cepetan sarapan nanti kalian terlambat !" ujar mba gue, sadis banget kan dia ...

"Om mau pergi, ada urusan !" jawab gue sambil duduk.

"And, mau roti atau nasi goreng ?" tanya mba gue sambil menatap gue.

"Nasi goreng mba !" jawab gue.

"Mau ketemu kakek kan ?" ujarnya.

"Uhuk ... !" gue terbatuk karena sedang minum. "Kok mba tahu ?" tanya gue terkejut.

"Sudah kuduga !" ucapnya tanpa menjelaskan kenapa dia tahu.

"Sayang aku pergi duluan ya !" bang Herman mencium mba Andriana yang dengan cuek memakai daster saja di rumah tanpa riasan.

"Iya mas, ayo anak-anak! kalian juga pergi sekolah !" semua dalam sekejap pergi tinggal gue sendiri yang sarapan.

"Mba gue pergi dulu ya ?" ucap gue.

"Hati-hati di jalan !" teriaknya.

Gue pun menuju motor matic yang terparkir di garasi dan gue pun memakai helm dan berangkat menuju rumah kakek untuk menjemput rezeki gue hari ini ....

Bersambung ....

Note, kemarin waktu ikutan kompetisi ternyata gue pencet dua kali, akhirnya mau tidak mau harus di isi cerita, tetap horror karena kemarin sebelum mata ketiga judulnya Dunia Astral ... Aku ubah menjadi Hotel The Luna, ini bukan mengambil drama korea yang judulnya sedikit berbeda, aku sendiri belum pernah nonton drakor itu ... serius.

Bab berikutnya