Hari itu aku melihatmu,
Dengan raut wajah yang tidak biasa.
Ya, benar. Aku melihatmu tampak lebih segar,
Dengan senyum simpul yang sangat tipis.
Hariku menjadi lebih indah karenamu.
(Dania)
***
Hari ini di tengah jam agenda belajar akan di adakan rapat osis mingguan. Seluruh kepala bagian mendapat interupsi untuk menyerahkan laporan dari setiap agenda yang dilaksanakan dalam seminggu ini.
Dania tidak bisa mengikuti rapat dengan fokus. Kedua matanya terkunci menatap ke arah depan. Mata cantik yang tengah memperhatikan seseorang dengan seksama.
"Dania, acara amal kemarin sukses, kan? Kalau boleh tahu, kita dapet berapa banyak? Soalnya buku gue ada di kelas."
Dania tidak mengindahkan suara yang ada di sampingnya. Ia masih terus saja menatap seseorang yang terlihat sedang membuka beberapa berkas.
"Dan. Dania!."
"Ada apa di belakang?," tegur sekretaris osis.
"Nggak, Kak."
Dania menoleh ke samping. Ke arah Shania. Teman sekaligus partnernya di lingkungan organisasi itu.
"Lo kenapa teriak-teriak sih, Shan? Kan jadi nggak enak sama orang," gurutu Dania yang merasa risih karena tatapan anggota yang lain, terutama Fayez.
Shania mendengus kesal. "Ini semua gara-gara lo. Suruh siapa lo ngelamun terus? Makanya gue jadi teriak, cuma karena manggil nama lo doang," sahut Shania sedikit kesal.
"Huft.. Kenapa? Ada apa lo manggil-manggil gue, hm?."
"Gue mau tanya hasil amal kemarin. Dapet berapa kita? Buku catatan gue ketinggalan di kelas."
Dania membuka lembar demi lembar buku catatan agenda yang ia bawa, dan kembali berdiskusi dengan anggota lainnya.
"Nih. Jangan teriak lagi!."
***
Fayez Ghazali. Laki-laki yang dipenuhi dengan banyaknya aura misteri. Matanya yang tajam bak mata elang, juga wajah yang sangat tampan dan menawan.
"Yez, apa rapatnya masih lama? Kita rapat udah hampir dua jam, lho." Shelina, sekretaris Fayez di dalam organisasi osis. Gadis itu berparas cantik, manis dan modis tentunya. Namun semua kecantikannya tidak mampu menaklukan hati Fayez.
"Yez, lo denger gue, kan?," tegur Shelina karena tidak ada sahutan dari Fayez.
"Ya," jawab Fayez singkat sebari menutup buku agenda yang berukuran besar.
"Baik semuanya, hari ini rapat saya cukupkan. Terimakasih karena sudah meluangkan waktunya."
Rapat di tutup. Semua anggota osis keluar dari ruangan yang menjadi tempat rapat untuk berdiskusi.
Tidak terkecuali Dania. Ia pun ikut keluar dari sana.
"Kenapa lo liat-liat?," tegur Shelina karena melihat Dania melirik Fayez di depan pintu sebelum benar-benar pergi.
"Hehe.. Nggak, Kak," sahut Dania dan berlari setelahnya.
"Dasar cewek aneh."
Fayez diam-diam tersenyum. Meski samar dan hampir tidak terlihat.
"Yez, lo senyum?," tegur Samudera.
"Gak."
Fayez merasa malu karena Samudera memergoki senyum diam-diam yang ia berikan pada Dania. Ia pun pergi untuk menghindari pertanyaan Samudera yang sudah pasti dilontarkan.
"Sam, lo serius liat Fayez senyum?," tanya Shelina penasaran.
"Serius. Walaupun samar, tapi gue pastiin kalau dia senyum. Gila, gue baru kali ini liat dia senyum." Kedua mata Sam berbinar, seolah mendapat seekor ikan langka dari dalam dasar lautan.
"Lo yang sahabatnya Fayez aja baru pertama liat dia senyum?," tanya Shelina tidak percaya.
Sam mengangguk, dan menyengir sebagai tanggapan atas pertanyaan Shelina yang wajar.
"Emang sedingin apa sih, si Fayez? Kenapa dia jadi cowok dingin? Gimana asal usulnya?."
Sam menarik napas dan melirik Shelina jengah.
"Nyesel gue karena udah keceplosan deket Shelina," batin Sam.
"Gue kagak tau. Gue pergi dulu."
Sam memilih pergi. Terjebak berdua dengan Shelina di dalam ruangan bukan sesuatu hal yang baik bagi Sam.
Laki-laki itu sangat mengenal betul sifat Shelina. Sudah pasti ia akan bertanya banyak tentang Fayez.
"Fayez ke mana, ya? Apa dia marah sama gue?."
Sam mengedarkan pandangan. Mencari Fayez hingga sudut-sudut area sekolah.
"Kantin."
Satu kata dan satu tempat yang semua orang pasti ada di dalamnya. Sam segera pergi ke kantin untuk mencari sahabat dinginnya itu.
Sidah di duga. Fayez memang ada di sana. Ia duduk di meja pojok kanan seoranh diri. Tidak ada yang berani mendekati Fayez. Kalau pun ada, tentu laki-laki itu tidak akan mengijinkannya.
"Gue cariin, ternyata lo di sini," sapa Sam yang langsung duduk di samping Fayez.
Namun sayang, sapaan Sam tidak berbalas dari Fayez.
"Lo jangan ngambek, napa. Gue baru pertama kali liat lo senyum. Makanya langsung excited banget pas liat lo senyum tadi."
Sam merayu. Mencoba meminta maaf atas kesalahan yang ia perbuat.
"Yez, lo maafin gue, kan?."
"Hm."
Singkat, padat dan cukup membuat orang kesal jika mendengarnya.
"Sebagai tanda permintaan maaf gue, hari gue traktir lo, deh."
"Gak usah."
"Ayolah, Yez. Sebagai teman yang baik, gue mau jajanin lo. Boleh, ya?."
"Kalo Fayez gak mau, kita-kita mau kok."
Sam menoleh. Ia mendengus dengan tatapan tidak suka.
"Ngapain kalian di sini?," tanya Sam ketus.
"Emang kenapa? Kita kan sahabat Fayez juga," sahut Agus dengan logat mendayu-dayu khas orang Sunda.
"Bukan gitu. Gue di sini mau traktir si Fayez karena dia marah sama gue."
"Marah? Emang kamu teh marah kenapa?," tanya Agus yang sudah duduk berhadapan dengan Fayez.
"Dia marah karena gue mergokin dia senyum."
"APA?!."
Sam menutup kedua telinganya dengan tangan. Teriakan dari ketiga sahabatnya itu juga membuat para penghuni kantin menoleh dan menjadikan mereka sebagai pusat perhatian.
"Setan! Kenapa kalian teriak, sih? Telinga gue bisa budek, nih!." Sam mengumpat tanpa ampun. Padahal Fayez biasa saja bahkan seolah tak mendengar apapun. Terlihat dari sikapnya yang masih saja fokus mengunyah dan menyendok kuah bakso di dalam mangkuk.
"Apa yang lo bilang itu bener? Fayez senyum?," tanya Galang dengan mimik wajah sulit di artikan.
"Iya. Terus gue ngomongnya itu deket Shelina pas selesai rapat osis. Kayaknya ai Fayez malu."
"Wah.. Berkah banget hidup lo, Sam. Karena bisa liat Fayez senyum," sahut Sahroni menimpali.
Keempat sahabat Fayez itu memang aneh luar biasa. Hanya sekadar melihat senyum Fayez saja mereka heboh.
Lihat Fayez. Meskipun ia di perbincangkan secara terang-terangan, namun wajahnya tetap saja datar seolah tidak terjadi apa-apa.
"Oh ya, Shelina masih suka sama Fayez?," tanya Galang.
"Masih, lah. Dia mah nggak akan nyerah buat ngejar cowok terkeren se SMA Kencana," sahut Sahroni.
"Gue setuju. Kekurangan Fayez cuma di senyum doang. Muka, cakep. Anak orang kaya, jabatan ketua osis, ketua tim basket. Kurang apa lagi, coba? Kalau si Shelina bisa dapetin hati Fayez, gue yakin dia makin terkenal," kata Galang.
"Gue rasa Shelina kalah cantik sama cewek itu."
Semuanya menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Agus. Ternyata gadis yang dimaksud Agus adalah Dania. Ia baru saja memasuki kantin bersama Siska.
"Yang mana? Yang rambutnya pendek?," tanya Galang untuk memastikan.
"Iya. Namanya Dania. Dia cewek paling manis dan lucu. Dia itu periang banget, dan gayanya kayak anak kecil," ungkap Agus.
"Dia bukannya anak osis, ya?," tanya Sam yang memang termasuk ke dalam bagian anggota tim osis inti di bidang bendahara.
"Iya. Gimana, cantik, kan?."
Fayez diam-diam ikut melirik gadis yang sedang dibicarakan oleh teman-temannya.
"Jadi namanya Dania."