webnovel

Kekhawatiran Merlin

Setelah Merlin tinggal beberapa hari di Kuil Kekacauan, dia merasa semakin bingung. Dia ingin mengikuti Asheel, tapi yang terakhir telah menugaskannya untuk menjadi penasihat Raja Arthur.

Daripada mengurusi urusan pemerintahan, Merlin lebih menyukai saat dirinya mengurung diri di laboratoriumnya. Jujur saja, mengurusi kerajaan adalah hal yang sangat menyebalkan baginya.

Meski dia memiliki banyak waktu untuk mengerjakan itu semua, tapi dia masih lebih suka tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan mental seperti itu.

Kenyataan bahwa Raja Arthur masihlah seorang bocah, Merlin tidak yakin bagaimana nasib Britannia jika semua keputusan diserahkan kepadanya begitu saja.

Saat pusing memikirkan itu semua, dia melihat Flora dan Zora yang sedang duduk di sofa sambil menyesap teh.

"Kalian sudah datang." Merlin menyapa kedatangan mereka berdua.

Kedua saudari itu bisa begitu santai karena keduanya sering mengunjungi tempat ini, jadi menyeduh teh sendiri merupakan semacam kebiasaan bagi mereka saat berkunjung ke sini.

"Mm," Flora mengangguk dan menyesap tehnya. Kemudian dia melihat sekeliling, "Saya merasa rumah ini lebih hidup hanya karena keberadaan Tuan."

"Jangan membicarakannya, orang itu bisa menghilang kapan saja dari dunia ini." Merlin mengangkat bahu sambil duduk di sofa sebelahnya.

Kedua saudari itu tidak membicarakan alasan Merlin murung, yang ekspresi itu sangat terlihat di wajahnya. Lebih baik diam tentang itu daripada membuatnya lebih murung jika mereka membicarakannya.

"Dimana Asheel?" tanya Zora.

Flora ingin mengingatkan cara penyebutan namanya, tapi Merlin sudah memotongnya:

"Mungkin sedang di kamar Sera-nee, mereka berada dalam suasana yang menggembirakan."

"Apa sesuatu yang membuat Tuan senang?" Flora bertanya dengan ekspresi tertarik.

"Sera-nee hamil."

"....."

"EHHH!?"

Mereka berdua sangat terkejut, tapi juga menjadi tenang dengan cepat karena mendengar langkah kaki mendekati mereka.

"Yo, Faker! Apa kau datang karena merindukanku?" Asheel menyapanya dengan riang, jelas sedang dalam suasana hati yang bahagia. Tapi dia hanya melihat wajah melongo Flora dan Zora saat menatap dirinya. "Ada apa?"

"Sosok Tuan begitu tampan...!"

"Oi, apakah kau mengejekku?" Asheel menatapnya datar.

"Jadi itu penampilanmu saat dewasa, Kami-sama." Zora memujinya.

"Kau juga ikut-ikutan? Bukankah kalian sudah pernah melihatku saat aku baru saja bangun?" Asheel mendekati mereka dan ikut duduk di sebelahnya.

"Mohon maaf, tapi saya belum sempat mengagumi keindahan Anda saat itu." Flora menanggapi dengan sopan.

"Memangnya aku karya seni?"

"Aku juga tidak bisa melihatmu dengan jelas karena saat itu cuacanya sangat buruk." Zora menambahkan.

"Yang harus kau lakukan hanya mendekatiku."

"Bagaimana mendekatimu? Kau sangat menakutkan saat itu!" Zora mengomel.

"Lupakan jika kau memang begitu takut padaku." Asheel mendengus, tapi ekspresinya masih tampak senang, yang menandakan jika dia hanya bercanda.

"Hehe, kau begitu tampan, Asheel."

"Jangan memujiku setelah mengejekku, membuatku meringing."

"Ayolah, kita dulu begitu akrab. Sedikit pujian tidak apa-apa."

"Apanya yang akrab? Aku ingat kau dulu mencoba membunuhku--- Mmmmmmhh..!"

Sebelum Asheel bisa menyelesaikan kalimatnya, Zora sudah menutupi mulutnya dengan paksa.

"Jangan membicarakan hal itu, ya?" Zora memperingatkan dengan senyum 'manis' di wajahnya.

Setelah melihat Asheel mengangguk, baru saat itulah Zora melepaskannya sebelum menghela napas lega. Jika saudara perempuannya tahu jika dia pernah mencoba membunuh Asheel, bahkan pernah menusuknya hingga berdarah-darah saat itu, dia pasti akan dipukuli sampai mati olehnya.

Yah, tidak sampai mati juga, sih.

Pokoknya, sangat berbahaya jika sampai saudara perempuannya tahu.

Sementara itu, Flora menatap interaksi Zora dan Asheel dengan cemburu. Dia juga ingin bersikap akrab dengan Tuannya.

"Omong-omong, Asheel. Apa kau akan pergi?" Merlin bertanya dengan kecemasan yang tak terlihat di wajahnya.

"Tentu saja. Sera akan melahirkan, kami tidak bisa terus berada di sini."

"Apakah kelahiran dengan tingkat keberadaan sepertimu akan memengaruhi dunia ini?" tanya Merlin.

"Ya, dunia fana sama sekali tidak bisa menganggung kebesaran itu. Aku dan Sera harus kembali ke Alam Dewa." Asheel menjawab.

"Kapan kalian akan kembali kali ini?" Merlin terus bertanya dengan cemas.

Asheel sepertinya tahu apa yang dikhawatirkan Merlin, jadi dia memutuskan untuk menggodanya. "Apa? Apa kau berpikir aku akan meninggalkanmu lagi?"

"I-Itu ... Aku....!" Merlin tergagap dengan ekspresi tidak wajar di wajahnya. ".... Aku akan marah jika kau pergi dariku sekali lagi..!"

"Haha, kau begitu lucu saat panik, Merlin. Seperti kelinci." Asheel malah menertawakannya.

"Jangan bercanda denganku...!" Merlin memukuli Asheel dengan ringan beberapa kali.

"Yah, itu memang salahku karena tidak sempat mengucapkan perpisahan saat terakhir kali. Tapi, apa kau benar-benar menginginkan sebuah perpisahan dariku?"

"...Tidak."

"Seharusnya aku menulis: 'Sampai jumpa di lain waktu' di suratku saat itu. Aiyaa, aku benar-benar ceroboh."

"...Tidak."

"Hah? Apanya yang tidak?"

"Asheel, kau sangat suka mempermainkanku, ya?"

"Kapan aku mempermainkanmu?"

"...Setiap saat!"

"Itu upayaku untuk lebih dekat denganmu, oke? Kudengar wanita suka cowok humoris."

"...Jangan mengatakan omong kosong!"

"Kapan aku mengatakan omong kosong?"

"...Setiap saat!"

"Cup, cup. Merlin-chan, jangan menangis. Aku benar-benar tidak akan meninggalkanmu lagi."

"...Benarkah?"

Mata Merlin berair saat dia mendongak menatap Asheel dengan harapan di matanya.

"Ya, aku tidak bohong. Apa kau mau ikut denganku di Alam Dewa? Oh, tapi aku disana cukup dibenci, lho."

"Tidak usah, aku pasti akan terus diganggu olehmu jika setiap saat berada disisimu."

"Ah~, Merlin-chan sudah dewasa dan tidak ingin bersama denganku lagi~!"

"Lihat, kau hanya menggangguku!"

Mereka semua tertawa melihat kelakukannya.

"Asheel, kau sudah bisa menghibur wanita yang sedang bersedih?"

Suara Sera tiba-tiba terdengar, dan mereka bisa melihat Sera dengan pakaian gaun putihnya yang biasa sedang mendekat ke arah mereka.

"Bagaimana kabarmu, Sera-nee?" Merlin bertanya dengan cukup cemas.

"Sangat sehat, jangan khawatir." Sera tersenyum menenangkannya.

Merlin menghela napas lega. Toh, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan saat seorang wanita hamil. Dia belum pernah konseling tentangnya, apalagi mengalaminya.

Kemudian dia menoleh ke Asheel sambil menaruh tangannya di pinggang. "Asheel, kau harus merawat Sera-nee dengan benar! Aku tidak akan memaafkanmu jika sampai ada apa-apa dengan Sera-nee!"

"Siapa yang sedang coba kau bicarakan? Lagipula, aku sudah memiliki satu anak."

Merlin menatap kebanggaannya dengan aneh, "Iya, sih ... tapi, aku masih meragukanmu!"

Sera mendekati Asheel, seakan ingin memeluknya, tapi ... Asheel malah singgah dan menjadi orang yang dipeluk oleh Sera dari belakang.

"....." Merlin sedikit tidak bisa berkata-kata, dia kemudian memarahinya: "Asheel, seharusnya kau yang memeluk Sera-nee! Posisimu terbalik! Sera-nee sedang hamil, jangan bersandar di tubuhnya begitu saja!"

"Eh...!" Asheel mengeluh, lalu menatap Sera.

Sera mengangguk, "Tidak apa-apa!"

"Sera-nee!" Merlin tidak percaya.

"Kenapa kau begitu ribut, usia janin bahkan belum satu hari." Asheel bertanya dengan heran.

"Asheel, jangan menyepelekannya! Dengan sikapmu---"

"Oh, kau hanya ingin berperan seperti seorang Ibu, kan? Haha! Apa kau ingin juga?" Asheel bertanya dengan nada menggoda.

Itu berhasil membuat kemerahan di rona pipi Merlin. "I-Itu ... a-aku ... Aku belum siap!"

Merlin melempar bantal ke wajah Asheel.

Melihat tingkah laku Merlin sangat 'tidak biasa', Zora berbisik ke Flora: "Apakah ini benar-benar Merlin?"

"Aku juga terkejut..." Flora memiliki ekspresi unik di wajahnya.

"Memangnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan janin tumbuh menjadi seorang bayi?" Merlin bertanya dengan penasaran.

Karena Sera dan Asheel adakah eksistensi yang lebih tinggi, Merlin mengira kelahiran sosok seperti mereka sangat mengguncang dunia, dan yang lebih penting kelahiran dari seorang dewa adalah hal yang sangat unik.

Unik disini sangat universal.

Misalnya, jika itu Dewa Naga, apakah mereka akan memulainya dari telur?

Merlin tidak berani membayangkan Sera yang bertelur.

Keunikan lain juga bisa berhubungan dengan waktu tumbuhnya janin. Bahkan hewan-hewan fana memiliki jangka waktu pertumbuhan janin yang berbeda-beda. Apakah Sera membutuhkan waktu lebih sedikit, atau malah lebih lama?

Itulah salah satu yang Merlin khawatirkan.

Yah, dia tidak akan tahu kecuali Sera mengonfirmasinya...

"Sembilan bulan." Sera berkata dengan acuh tak acuh.

"..." Merlin tidak bisa tidak merasa terkejut lagi. "Eh? Sangat normal?"

Bab berikutnya