"Jadi, sampai di sini saja kami melihat-lihat Kuil Langit."
Asheel, Sera, Ophis, dan Merlin berdiri berdampingan tepat di depan rumah Flora. Pakaian mereka sudah kembali semula seperti saat mereka datang.
"Lord, apakah Anda benar-benar akan pergi...?" Flora dengan sedih bertanya, tidak tega untuk meninggalkan sisi Asheel.
"Ya, aku sudah selesai dengan urusanku di sini." Asheel mengangguk dengan peduli.
"Asheel..."
Zora yang berdiri disamping kakak perempuannya merupakan yang paling sedih. Bagaimanapun, hanya kemarin dia bisa akrab dengannya dan sekarang Asheel sudah akan pergi. Dia benar-benar tidak tega meninggalkannya.
Adegan dirinya dan Asheel saat makan ramen bersama dengan dilatari matahari terbenam akan terkenang di benaknya selama sisa hidupnya.
Asheel dan Sera bisa melihat Zora yang murung. Kesedihan itu bisa dilihat jelas di matanya. Sementara Asheel cemberut, Sera memiliki wajah datar dan tidak peduli.
"Mungkin kita telah mengalami berbagai hal, tapi aku bisa belajar sesuatu darinya. Waktuku disini benar-benar layak untuk dihibur oleh kalian berdua, terutama Zora. Karena itu, aku akan memberi kalian berdua hadiah."
Asheel melambaikan tangannya seperti sedang menyihir ke arah Zora dan Flora. Bertepatan dengan berhentinya tangan Asheel, sosok Zora dan Flora bersinar dengan cahaya putih terang.
Mereka berdua dibungkus oleh kepompong dengan begitu banyak partikel cahaya yang menyatu. Itu berlangsung selama satu menit penuh, sebelum cahaya yang melilitnya memudar dan memunculkan sosok baru.
Dapat dilihat jika sayap Zora dan Flora tumbuh menjadi tiga pasang, dengan sebuah halo kuning di atas kepala mereka berdua. Aura mereka berubah sepenuhnya, seperti lebih suci dan tak tersentuh.
Selain itu, pesona Zora berubah mendekati pesona Sera saat dalam wujud fananya saat ini. Jika mereka berdua berdiri bersebelahan, akan sulit dibedakan mana yang Zora dan mana yang Sera.
"Aku merasa terlahir kembali," Flora dengan kedua tangan menekuk dan jari-jari yang saling terjalin, mendarat dari pelayangan efek evolusi. Wajahnya penuh syukur dan dia seperti sedang dalam posisi berdoa.
Tepat setelah mereka berdua selesai mendarat, tiga pasang sayap menyatu menjadi satu pasang, dan halo cahaya menghilang.
Sekarang, mereka mempunyai kemampian baru dengan afinitas yang sangat ditingkatkan. Selain itu, wujud malaikat adalah mode supernya.
"Ini hebat, kekuatanku meningkat pesat!" Zora mungkin telah melupakan kebencian yang pernah bersemayan di hatinya, langsung berlari ke arah Asheel dan memeluknya.
"Tch!"
Zora mengabaikan decakan lidah Sera dan terus menguyel-uyel Asheel hingga mencium pipinya beberapa kali.
"Ahh, lepaskan. Kamu sangat menyebalkan!"
Asheel meronta di pelukannya dan mendorong-dorong tubuh Zora dengan kedua tangannya.
"Hei, bukankah kamu bisa melihat jika Asheel tidak nyaman dengan perlakuanmu? Lepaskan sekarang juga, dasar Faker!"
Sera langsung merebut Asheel dan menguyek-uyel dengan tubuhnya sendiri.
"Ahh, kamu juga Sera. Sangat menyebalkan!"
Sera mengabaikan derita Asheel dan terus menggosok pipinya sendiri ke pipi Asheel.
"Hah, kau merebutnya dariku, Iblis pemecah persik!"
Zora langsung menarik Asheel dan berusaha merebutnya, tapi Sera memeluknya terlalu erat.
Ckrek!
Merlin secara terang-terangan mengambil foto mereka saat posisi mereka bertiga saling berpelukan dengan Asheel yang terlihat tidak berdaya.
Flora tidak bisa menahan keinginannya untuk bergabung dan memutuskan untuk memegang pundak Sera dan Zora masing-masing dengan tangannya, lalu memasang senyum indah di wajahnya sambil menatap Merlin dengan isyarat.
Merlin mengangguk dalam pengertian dan langsung mengambil foto mereka lagi, sebelum melemparkan kameranya ke Ophis.
"Aku juga ingin ikut!"
Merlin melayang ke arah Asheel dan melakukan pose piece di tangannya, dengan senyuman yang menunjukkan kilauan giginya.
Ophis, yang paling tidak berguna dalam perannya di dunia ini, hanya dengan tanpa ekspresi menangkap kamera dan mengambil foto mereka beberapa kali.
Anehnya, setiap foto yang dia ambil terdapat dirinya di foto itu yang berdiri dengan ekspresi tabahnya yang biasa.
Itu akan menakuti Merlin pada saat selanjutnya.
...
Setelah perpisahan yang agak mengharukan, Asheel, Sera, Ophis, dan Merlin kembali lewat Mata Air Terlarang dan dipindahkan ke tempat yang sama saat mereka masuk, yaitu di hutan sekitar pegunungan dekat Gunung Konton.
"Kemana selanjutnya kita akan pergi?" Merlin bertanya sambil mengemut permen dengan tubuhnya yang melayang-layang.
"Danau Salisbury," jawab Asheel langsung.
"Okee~!"
Merlin dengan gembira melayang-layang di sekitar Asheel.
"Kau juga sangat menyebalkan, Merlin. Seperti lalat."
"Hei, kau menghinaku! Aku hanya dalam suasana hati yang baik."
Asheel hanya meliriknya sejenak sebelum tubuhnya juga mulai melayang.
"Ayo pergi!"
Asheel memimpin dan yang lainnya mengikuti dari belakang.
Melalui hubungannya dengan Britannia, yang terakhir mampu menuntun jalannya ke Danau Salisbury.
Hanya setelah beberapa jam terbang, mereka sampai di tempat tujuan.
Danau Salisbury merupakan tempat yang dikenal memiliki konsentrasi kekuatan sihir tertinggi di seluruh Britannia.
Sebuah legenda mengatakan bahwa seorang putri yang tinggal di danau menganugerahkan pedang misterius kepada seorang raja manusia.
Hal itu mengacu pada apa yang telah dijelaskan pada chapter sebelumnya.
"Sungguh gumpalan mana yang luar biasa!"
Merlin berseru saat dia merasakan mana terkonsetrasi di lubang yang terdapat pada ujung danau. Hanya menyebarkan indera dengan mana ke sekitar, seluruh tubuhnya merinding dengan energi magis tak terbatas yang terkandung dalam gumpalan air itu.
Dia tidak yakin makhluk macam apa yang mampu hidup di perairan ini.
Sebelum dia bisa mengatakan betapa mengagumkannya danau ini kepada Asheel, sebuah entitas yang tinggal di danau menampakkan dirinya.
"Anda telah datang kepada saya, Tuan."
Itu adalah suara seorang wanita yang bergema di seluruh danau. Wujudnya hanya sosok hitam yang kabur tapi penampilan itu terlihat seperti siluet seorang wanita.
"Kamulah yang selalu mengawasiku, membantuku, dan menuntunku selama ini. Juga, kamulah yang terus terhubung di benakku. Aku pikir itu awalnya adalah roh planet ini, tapi ternyata hanya seorang roh danau yang agak istimewa."
Asheel dan yang lainnya masih melayang di udara, memandang ke bawah pada sosok kabur yang menampilkan dirinya di dalam danau itu.
"Anda memujiku, Tuan. Saya hanya melakukan tugas saya untuk melayani Anda."
Sosok hitam itu, walaupun penampilannya kabur, tapi mereka dapat mengetahui jika wanita itu membungkuk ke arah Asheel.
"Kalau begitu, kamu akan kuberi otoritas untuk menjaga kestabilan Britannia atas nama Gaia selama aku tidak ada." Asheel berkata dengan sikap seperti saat seorang raja memutuskan sesuatu kepada bawahannya.
"Terima kasih atas karunia Anda, Tuan. Saya akan memastikan untuk menjalankan tugas yang Anda berikan dengan baik."
Lady of the Lake membungkuk sekali lagi ke Asheel, dengan yang terakhir mengangguk puas.
"Dan terakhir, kamulah yang akan menjagaku saat aku tidur panjang kali ini."
Setelah Lady of the Lake memberi penghormatan sekali lagi, Merlin berseru:
"Ehh! Asheel, kau sudah memutuskan tempatnya?!"
"Ya, kemarin," jawab Asheel.
"Uhh..."
"Karena urusanku telah selesai, kita akan pergi. Aku datang ke sini hanya untuk memastikan keadaan tempat ini. Syukurlah ini bagus untuk tempat peristirahatanku."
"Kau mengatakan seolah-olah akan mati," Sera berkomentar.
"Saya menantikan kebangkitan Anda, Tuan."
Asheel hanya menatap ke bawah untuk beberapa saat sebelum berbalik, "Ayo pergi!"
Merlin hanya bisa menghela napas. Sebenarnya dia ingin menginap di tempat ini selama beberapa hari untuk meneliti Danau Salisbury, tapi Asheel terlihat sangat mendesak dan ingin pergi.
Perjalanan selanjutnya adalah ...
Acak.
Mereka terbang ke suatu arah yang tidak ditentukan. Selama beberapa hari ke depan, mereka mengunjungi banyak tempat.
Seperti pemukiman manusia, tempat tinggal para Raksasa, hutan Peri, dan lain-lain.
Saat mereka mengunjungi tempat tinggal para Raksasa, mereka juga bertemu dengan pandai besi terhebat dari Klan Raksasa.
Awalnya mereka tidak disambut oleh para raksasa, tapi setelah Asheel 'menindas' mereka, para Raksasa menjadi patuh dan membawanya berkeliling.
Dan saat itulah mereka bertemu dengan Pandai Besi dari Klan Raksasa, Dubs. Merlin memintanya untuk menyempurnakan artefak sihirnya, tapi Dubs adalah seorang Pandai Besi khas seperti yang lain, keras kepala untuk membuat mereka mengantri.
Asheel dengan enggan menjatuhkan bongkahan batu acak dari penyimpanannya, dan berhasil menarik perhatian Dubs dengan material yang dia bawa.
Merlin menciptakan Senjata Suci dari material itu, dan menamakannya Aldan. Senjata Morning Star, tapi berbentuk bola.
Itu memang unik, tapi belum sempurna.
Aldan yang sekarang hanyalah wadah, dan Merlin belum memindahkan sirkuit sihir pada artefak sebelumnya ke Harta Suci itu.
Nah, begitulah petualangan sisa mereka bereempat.
Sampai saat mereka dengan acak melewati hutan dengan terbang di udara, mereka menemui pertempuran yang akan meletus.
Perang Suci ada di depan mata.